Ketika dioperasikan, jalur kereta api ini banyak mengangkut orang dan barang-barang seperti hasil bumi dari perkebunan (teh, kina dan kopi), pertanian (sayur-sayuran seperti bawang, kentang, kol dan sebagainya) dan peternakan (ayam, kambing, sapi).Â
Selain hasil bumi, di Majalaya mulai bergeliat juga aktivitas ekonomi yaitu tenun tekstil. Hal ini membuat Belanda menambah jalur rel kereta api dari Stasun Dayeuhkolot ke Stasiun Majalaya. Tujuannya agar produk tekstil kain lebih cepat diperdagangkan keluar dari Kota Bandung.
Barang-barang yang dibawa kereta api ke Kota Bandung tersebut untuk selanjutnya diperdagangkan. Misalnya, Belanda membawa teh, kopi dan kintaa ke Jakarta melalui jalur rel kereta api Bandung-Jakarta, lalu dikapalkan ke Pelabuhan Tanjung Priok untuk dibawa ke Eropa.
Jalur kereta api Bandung - Ciwidey ini secara resmi diberhentikan pada Januari 1982. Alasan pemberhentian dikarenakan kalah bersaing dengan angkutan umum. Biaya pendapatan ternyata tidak bisa menutupi biaya operasional kereta api di jalur tersebut.
Sebelum ditutup, padahal pada tahun 1970-an angkutan kereta api di jalur Bandung-Ciwidey ini merupakan moda transportasi yang digemari masyarakat. Â Namun dalam perkembangannya, ada juga kisah kelam yang mengiringi riwayat jalur ini. Salah satunya yaitu kecelakaan kereta api di lintasan rel Jembatan Cukanghaur yang menewaskan Kepala Stasiun Ciwidey.
Tantangan Re-Aktivasi
Kejayaan angkutan rel kereta api Bandung-Ciwidey jaman Belanda dulu hingga tahun 1980-an hendak dibangkitkan kembali. Apalagi kondisinya sangat relevan dengan kondisi jalan raya di Bandung dan sekitarnya termasuk Soreang dan Ciwidey yang selalu macet.
Sehari-hari saja kondisi kemacetan yang terjadi sudah parah. Jika ditambah dengan hari Sabtu dan Minggu dan hari libur nasional lainnya, kawasan tersebut makin macet sangat parah karena banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Ciwidey. Â Orang-orang asli Bandung menyebut kemacetan tersebut "parkir berjemaah" karena mobil lama tak bergerak terjebak dalam kemacetan.
Namun pertanyaannya, apakah realistis re-aktivisi tersebut? Sebab kondisi eksisting di sepanjang jalur rel kereta api Bandung - Ciwidey tersebut sudah menjadi kawasan terbangun. Ada rumah-rumah penduduk, tempat usaha, toko bahkan hingga pusat perbelanjaan modern.
Salah satu contohnya, di Kampung Dayeuhkolot. Banyak warga yang mendirikan rumah dan tempat usaha di sepanjang rute jalur rel kereta api dan sekitarnya. Bahkan ada rumah warga yang di dalamnya, terdapat rangkaian besi baja rel.
Karena jalur rel kereta api Bandung-Ciwidey ini lama tidak difungsikan, lama terbengkalai dan luput dari pengawasan PT. Kereta Api Indonesiaa (KAI), maka akhirnya terjadi penyerobotan dan pendudukan tanah di sepanjang ruas jalur rel tersebut. Dari titik awal jalur rel di Kota Bandung hingga titik akhir rel di Ciwidey., sudah banyak terjadi alihfungsi rel menjadi kawasan terbangun seperti rumah, toko, warung dan lain-lain.