Mohon tunggu...
R Firkan Maulana
R Firkan Maulana Mohon Tunggu... Konsultan - Pembelajar kehidupan

| Penjelajah | Pemotret | Sedang belajar menulis | Penikmat alam bebas | email: sadakawani@gmail.com | http://www.instagram.com/firkanmaulana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Setelah Haji, Lalu Apa?

24 Agustus 2018   22:19 Diperbarui: 24 Agustus 2018   22:27 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri
dokpri
Tak terasa, usai sudah pelaksanaan ibadah haji 1439 Hijriyah di tahun 2018 ini. Hal ini ditandai dengan selesainya ritual wukuf di Padang Arafah sebagai puncak ibadah haji pada 9 Dzulhijjah, kemudian disusul dengan Hari Raya Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah. Kini jutaan jemaah haji dari berbagai pelosok dunia sedang bersiap pulang ke negara masing-masing, termasuk ribuan jemaah haji Indonesia.

Di Indonesia, sebagian besar masyarakat menempatkan ibadah haji adalah ibadah yang sangat penting dalam perjalanan hidup seseorang. Banyak orang berpendapat, hanya orang-orang terpilihlah yang dipanggil Allah SWT ke tanah suci di Mekah untuk menjalani ritual ibadah haji. Seseorang yang sudah berhaji, di Indonesia akan mempunyai kedudukan sosial tersendiri. Secara sosial, umumnya masyarakat Indonesia memberikan gelar bagi orang yang sudah melakukan ibadah haji dengan sebutan Haji atau Hajjah di depan nama seseorang. 

Ibadah haji diwajibkan bagi umat Islam yang mampu secara fisik dan biaya. Mereka itu adalah orang-orang yang sanggup mempunyai ongkos untuk melakukan perjalanan menuju Mekah dan juga Medinah, sehat jasmani dan juga punya bekal bagi keluarga yang ditinggalkan agar terjamin kehidupannya. Selain itu, dituntut pula kemampuan secara rohani dan fisik yaitu sehat, tahu dan paham tata cara (manasik) ibadah haji.

Ibadah Haji itu adalah latihan

Setiap ibadah pasti mempunyai keistimewaan sendiri. Dimensi keistimewaan ibadah haji sangatlah beragam. Ujian dan tempaan saat melaksanakan haji bisa jadi keistimewaan tersendiri di mata banyak orang. Ibadah haji mendapat tempat yang istimewa dalam Islam. Orang yang melakukan ibadah haji adalah tamu Allah. Istimewanya sebagai tamu, kita dipersilahkan meminta apa saja dengan berdoa kepada Allah.

Secara etimologi, haji berasal dari kata hajja, yahujju dan hajjan, yang mengandung pengertian bergegas menuju Allah. Haji adalah perjalanan rohani menuju Allah. Haji bermakna sebagai upaya mendekatkan diri kembali kepada Allah dalam keadaan suci melalui berbagai ritual haji. Haji secara harfiah adalah sengaja melakukan sesuatu. Haji sebagai rukun Islam yang kelima, mengandung arti "sengaja datang ke Mekah untuk mengunjungi Kabah sebagai Baitullah (rumah Allah SWT) dan tempat-tempat lainnya untuk melakukan serangkaian ritual seperti ber-ihram, thawaf, Sa'i, wukuf, mabit, melontar jumrah dan tahallul pada waktu  yang telah ditentukan yaitu 9, 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah, berikut dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan. 

Pada hakekatnya, ibadah haji harus dimaknai sebagai perjalanan mengubah diri untuk menuju kepada Allah SWT. Rangkaian prosesi ibadah haji merupakan replika dari peristiwa-peristiwa jaman dulu, seperti penciptaan Nabi Adam, perjuangan Nabi Ibrahim dalam melawan godaan setan dan menegakan perintah Allah SWT serta ketabahan Siti Hajar dalam menghadapi cobaan kerasnya kehidupan. Semua peristiwa itulah yang mesti diingat dan dihayati oleh umat Islam dalam beribadah haji.

Haji harus dimaknai sebagai upaya memahami hakikat kemanusiaan di alam dunia ini. Haji tidak hanya sekedar menunaikan rukun Islam yang kelima. Haji juga bukanlah melaksanakan perjalanan ke Mekkah semata dengan menjalankan serangkaian ritual. Haji juga tidaklah melulu memanjatkan doa saja kepada Allah SWT. Ibadah haji harus dimaknai sebagai latihan untuk menahan ego diri, keangkuhan, keserakahan, kesombongan, kebencian dan segala sifat buruk lainnya. Segenap jemaah haji harus menanggalkan semua pakaian, asal usul suku bangsa, negara, jabatan dan kedudukannya. Semuanya sama, sejajar dan sederajat. Hal seperti ini, dilambangkan dengan menggunakan pakaian Ihram yang serba putih.

Ibadah haji juga melatih umat Islam melepaskan diri bebas dari belenggu dikuasai nafsu. Nafsu terhadap harta. Nafsu terhadap jabatan dan pangkat. Nafsu birahi kepada lawan jenis. Nafsu amarah terhadap sesama. Semua nafsu itu sengaja dilatih untuk ditahan. Saat beribadah haji pula, hal laiinya yang dilatih adalah tentang kesabaran, perjuangan, ketekunan, rasa toleransi, kesediaan untuk berkorban dan kepedulian terhadap orang lain.

Pemaknaan yang mendalam akan ibadah haji oleh para jemaah haji akan membuat tidak terperangkapnya para jemaah haji dalam hal upaya gerakan ritualitas fisik belaka seperti berjalan bolak balik dalam melakukan Sa'i atau berjalan berputar-putar mengelilingi Kabah saat ber-thawaf. Ibadah haji tidak hanya sekedar menjalankan ritual-ritual sesuai dengan syarat dan rukunya yang sudah ditetapkan.

Sebagai contoh, pemaknaan Sa'i bisa berupa sebagai lambang dari usaha dan kerja keras tak mengenal lelah. Pemaknaan ini didapat dari kisah Siti hajar mondar mandir berjalan antara Bukit Safa dan Marwah untuk mencari sumber air bagi anaknya Ismail yang sedang kehausan. Pesan moral yang didapat adalah dalam mengupayakan sesuatu kita harus bergerak melakukan sesuatu. Kita jangan diam berpangku tangan. Doa saja tidak akan mampu menghadirkan keinginan kita secara seketika. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun