Mohon tunggu...
Firdaus Ferdiansyah
Firdaus Ferdiansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Lagi asyik ngampus di universitas nomor satu

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Analisis Singkat Pelanggaran HAM Pekerja Migran pada Sektor Perikanan

21 Mei 2020   13:56 Diperbarui: 21 Mei 2020   14:40 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kabar pelarungan jenazah (buriel at sea) ABK WNI oleh kapal tiongkok yang sempat viral beberapa waktu yang lalu

Pelanggaran HAM : Kerja Paksa Dan Perdagangan Manusia

Dalam suatu laporan ILO menyebutkan bahwa kerja paksa dan perdagangan manusia di sektor perikanan merupakan masalah yang serius dan perlu ditindaklanjuti sesegera mungkin. Laporan ini menunjukkan bahwa banyak diantara para nelayan adalah pekerja migran yang rentan terhadap bentuk bentuk pelanggaran hak asasi manusia di kapal penangkap ikan.

Di Indonesia, mereka yang bekerja di atas kapal sangat rentan untuk mengalami penipuan hingga dipaksa oleh calo atau pihak penyalur tenaga kerja yang disebabkan oleh bayang bayang ancaman fisik dan relasi hutang. Sederet korban tergambar melalui segala macam jenis penyakit, cedera fisik, pelecehan psikologis dan seksual, bahkan kematian yang mereka alami ketika berada jauh dari daratan selama berbulan- bulan atau bertahun-tahun.

Para awak buah kapal (ABK) tersebut dipaksa bekerja berjam-jam di luar kewajaran dengan upah yang rendah dengan risiko bahaya yang tinggi. Ini menyebabkan sektor perikanan khususnya penangkapan ikan menjadi salah satu pekerjaan dengan tingkat kematian tertinggi di dunia. Kurangnya pelatihan, ketrampilan berbahasa yang tidak memadai, hingga kurangnya penegakan K3 membuat para nelayan ini sangat rentan untuk mengalami kerja paksa dan perdagangan manusia.

Praktik perbudakan di tengah laut / di atas kapal masih saja terjadi, mengingat kondisi pekerjaan yang rentan terhadap eksploitasi pekerja, yang diperparah dengan tidak berjalannya pengawasan secara mandiri karena pekerja tidak memiliki bantuan hukum / pendampingan secara langsung.

Praktik perbudakaan yang dimaksud yaitu human trafficking, dimana pada proses perekrutan melalui proses pembelian calon ABK dan bukan melalui cara yang sesuai dengan prosedur. Ini berdampak pada anggapan bahwa calon ABK yang melalui perekrutan dengan cara pembelian tersebutlah yang memiliki kerentanan terhadap kondisi kerja yang tidak aman atau melebihi batas batas tertentu.

Pekerja yang mengalami perbudakan akan sangat sulit untuk keluar atau meminta pendampingan penyintas mengingat  mereka tidak memiliki dokumen resmi saat kontrak kerja dengan perusahaan atau penyalur tenaga kerja.

Banyak sekali oknum oknum yang tidak bertanggungjawab memanfaatkan posisi rentan dalam kemampuan ekonomi para ABK untuk dapat memeras tenaga mereka, mengingat hanya itu satu-satunya bentuk pengupahan yang bisa ia terima.

Persoalan lain yaitu pada proses perekrutan para  awak buah kapal (ABK) yang tidak melalui proses yang benar dan tidak menggunakan dokumen resmi yang tentu akan berimplikasi terhadap ketidakpastian perlindungan terhadap ABK mengingat data ABK tidak terdaftar ke dalam sistem pendataan.

Justru dalam suatu kasus sering ditemukan, apabila terjadi kecelakaan maka santunan cenderung akan diberikan kepada pihak penyalur tenaga kerja sebagai pihak perekrut ABK.

Adanya indikasi yang kuat kejadian kerja paksa berkaitan dengan kejahatan perikanan yang terorganisir oleh kelompok kelompok yang mencoba memanfaatkan relasi kuasa mereka dengan kerentanan para pekerja nelayan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun