Mohon tunggu...
Firdaus Ferdiansyah
Firdaus Ferdiansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Lagi asyik ngampus di universitas nomor satu

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Start yang Mengecewakan, Oh KPK

23 Januari 2020   11:06 Diperbarui: 23 Januari 2020   11:27 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awal Tahun 2020 menjadi hal yang cukup rumit bagi bangsa Indonesia. Selain kejadian bencana yang melanda di sejumlah daerah, Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK juga terjadi untuk 2 kasus. Ini menjadi kabar yang mengejutkan bagi sebagian pihak. Sebab diluar dari kepiawaian pegawai KPK dalam menangani kasus perkara korupsi, masa transisi dalam peralihan UU tak membuat Pimpinan KPK berfikir panjang untuk melaksanakan OTT. 

Belum lagi "tupoksi" KPK setelah revisi undang undang yang harapannya berfokus terhadap pencegahan bukan penindakan. Meskipun, sempat ada rasa gundah bagi sejumlah pihak, terkhusus pegawai maupun pimpinan lama KPK terhadap pimpinan baru yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pemilihan Pimpinan KPK yang dilakukan oleh DPR. Dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pimpinan baru KPK seolah membuat profil yang cukup buruk bagi institusi KPK.

Pertama soal dugaan korupsi yang menyeret Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, dan kedua dugaan suap yang menjerat salah seorang komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Tentu akan menjadi persoalan tersendiri bagi publik mempertanyakan kredibilitas dan integritas lembaga penyelenggara pemilihan umum. Justru, di tahun 2020 ini lah pelaksanaan penyelenggaraan pemilihan umum di berbagai daerah. Suatu saat nanti akan menjadi boomerang tersendiri bagi KPU dalam menjalankan tugasnya.

Namun, OTT yang berhasil dilakukan tak meninggalkan jejak yang baik dalam prosesnya. Rentetan prosesinya dianggap masih menyisakan celah hukum. Terlebih ketika menyesuaikan dengan UU baru yang menyebutkan perlu adanya izin dari Dewan Pengawas. Wajar apabila sampai saat ini belum ada regulasi yang jelas tentang mekanisme kerja KPK untuk menyesuaikan RUU KPK 19/19. Lemahnya koridor hukum seperti ini berpotensi adanya gugatan terhadap KPK melalui jalur praperadilan.

Lemahnya RUU KPK saat ini bahkan bisa terlihat dengan ketidakmampuan KPK dalam prosesi penggeledahan di salah satu gedung partai yang tidak lain merupakan partai penguasa rezim saat ini. Terseretnya salah satu partai penguasa juga imbas dari kepiawaian kadernya yang merasa aman dalam mengulik tata kelola negara. Belum lagi drama yang diperlihatkan ketika beberapa penyidik KPK yang dikabarkan sempat "ditahan" oleh oknum kepolisian di perguruan tinggi. 

Permainan demi permaian terus digulirkan untuk menyampaikan kepada publik, seolah KPK sedang dalam masa masa bahaya. Apalagi ketika publik mengetahui seolah ada yang sedang ditutupi oleh sebagian pihak, buntut dari bebasnya salah satu tersangka dalam OTT KPK kali ini. Lagi lagi ini memperlihatkan digdaya KPK yang selama ini dibesarkan menjadi ciut ketika berhadapan dengan penguasa. Kejadian seperti ini tentunya menjadi konsekuensi tersendiri ketika RUU KPK 19/19 disahkan dan berlaku saat ini.

Semoga saja, kejadian demi kejadian tidak menyurut niat baik lembaga antirasuah ini dalam menjalankan tugasnya. Pemberantasan korupsi bisa dilihat dari komitmen pemerintah dalam mengupayakan jalan jalan terbaiknya untuk melanggengkan pihak pihak yang bermaksud untuk meringkus para koruptor.

Boleh saja pemerintahan dan parlemen dikuasai oleh sebagian orang, sebut saja penguasa dan kaum Oligark. Bermaksud mempermainkan oposisi dari sifat kritis, melenyapkan publik dari sifat skeptis, bahkan tega memaksakan dukungan dari umat beragama dan mantan aktivis. Menyuntikkan bius terhadap akademisi maupun elemen sipil dengan beragam proyek dan fasilitas, atau menjanjikan kemudahan regulasi bagi media. Kontrol sana, kontrol sini. Tapi mengapa mereka terus kewalahan menghadapi rakyat yang doyan skeptis, atau sekadar masih waras dan kritis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun