Calon pasangan suami istri atau pasangan suami istri yang sudah menikah dapat membuat perjanjian perkawinan yang mana perjanjian tersebut dapat melindungi keduanya, yang akan saya jelaskan sebagai berikut. Perjanjian kawin ialah perjanjian tertulis yang dibuat oleh suami dan istri, baik sebelum maupun selama pernikahan berlangsung, untuk mengatur hak dan kewajiban mereka terkait harta kekayaan, utang, atau hal lain yang berhubungan dengan pernikahan. Perjanjian ini bertujuan untuk melindungi kepentingan masing-masing pihak dan dapat mencakup berbagai hal, seperti pemisahan harta atau pengaturan hak asuh anak jika terjadi perceraian.
Tujuan Perjanjian Kawin :
1. Menghindar dari peraturan undang -- undangan, dapat membuat klausul diluar yang ada dalam undang-undang
2. Dalam KUH Perdata, istri dianggap tidak cakap hukum sehingga harta dalam penguasaan suami. Sehingga sering kali banyak yang membuat perjanjian kawin (untuk membatasi kekuasaan suami yang sangat besar)
3. Perjanjian kawin ditujukan untuk mempermudah penyelesaian sengketa bila terjadi perceraian
4. Perjanjian kawin ini bisa ditujukan untuk perkawinan campuran, kalau pasangan campur ini dalam perkawinannya ada perjanjian kawin pisah harta maka WNI hanya boleh memiliki SHM (ada implikasi kepemilikan asset). Adanya ketidaksamaan payung hukum antara seseorang yang satu dengan yang lainnya.
Â
Syarat dan Ketentuan Perjanjian Kawin yang Sah:
1. Tidak boleh melanggar hukum, agama, ketertiban, dan kesusilaan:
Perjanjian kawin tidak boleh mengatur hal-hal yang bertentangan dengan hukum yang berlaku, norma agama, dan kesusilaan yang berlaku di masyarakat dan ketertiban umum.
2. Harus dibuat dalam akta notaris:
Perjanjian kawin harus dibuat dalam bentuk akta notaris untuk menjamin keabsahannya dan kemampuannya sebagai bukti hukum.
3. Dicatat di kantor pencatatan perkawinan:
Perjanjian kawin harus dicatat di kantor pencatatan perkawinan (misalnya, Kantor Urusan Agama untuk pasangan Muslim) untuk memastikan keabsahan dan kekuatan hukumnya.
4. Tidak dapat diubah kecuali dengan persetujuan kedua belah pihak:
Perjanjian kawin tidak dapat diubah atau dicabut kecuali atas persetujuan kedua belah pihak dan perubahan tersebut tidak merugikan pihak ketiga.
Â
5. Tidak boleh mengurangi hak suami atau istri:
Perjanjian kawin tidak boleh mengatur hal-hal yang mengurangi hak-hak suami atau istri, misalnya hak untuk mendapatkan nafkah atau hak atas harta bersama.
6. Tidak boleh mengatur masalah warisan:
Perjanjian kawin tidak boleh mengatur tentang warisan atau pembagian harta warisan.
7. Tidak boleh mengatur masalah yang berat sebelah:
Perjanjian kawin tidak boleh mengatur masalah yang berat sebelah atau merugikan salah satu pihak, misalnya masalah utang piutang.
8. Tidak boleh menggunakan hukum asing sebagai dasar:
Perjanjian kawin tidak boleh menggunakan hukum asing sebagai dasar untuk mengatur masalah harta bersama atau perkawinan.
9. Harus sesuai dengan sebab yang halal:
Perjanjian kawin yang mengatur tentang harta bersama harus sesuai dengan sebab yang halal dan tidak bertentangan dengan hukum agama.
Â
Macam perjanjian kawin
Pada prinsipnya perjanjian kawin menganut asas KEBEBASAN BERKONTRAK.
1. Ekstreem terpisah sama sekali.
-Dalam perkawinan hanya ada 2 bilik harta. Harta pribadi suami, harta pribadi istri. Harta bawaan, harta hibah, warisan. Harta hasil pekerjaan masing-masing. Yang dibawa istri kedalam perkawinan, termasuk didalamnya adl harta bawaannya, termasuk hutang.
-suami tetap mempunyai kewajiban nafkah terhadap istri & anak. Baik nafkah materiil immateriil (biologis). Nafkah metriil meliputi primer, sekunder, tersier.
-jika perkwinan berakhir, maka masing2 pihak membawa hartanya masing-masing karena tidak ada harta yg tercampur
- cara membuat perjanjian : harus secara tegas dinyatakan terjadi perpisahan harta
- untuk perkawinan campuran dengan perjanjian kawin terpisah harta ini memungkinkan Hak milik atas tanah.
- Jika dalam kasus pasangan suami istri tersebut memiliki rumah, maka rumah tersebut jatuh ketangan siapa? Â rumah merupakan kebutuhan primer (papan) jadi sudah seharusnya suami memberikan hak tersebut kepada istri. Jika sang suami melakukan poligami, maka menjadi hak masing-masing istrinya.
Â
Â
Â
Â
2. PERSATUAN TERBATAS UNTUNG DAN RUGI
-suatu perjanjian kawin yang menghendaki supaya tidak semua harta kekayaan dr suami istri dicampur menjadi satu milik bersama, melainkan hsnya sebagian harta perkawinan saja yaitu UNTUNG dan RUGI.
- untung = Â tiap bertambahnya kekayaan sepanjang perkawinan terjadi maka ada akumulusai harta dari pekerjaan pasutri masing-masing.
- rugi = tiap berkurangnya kekayaan karena pengeluaran yg melampaui pendapatan.
-dalam persatuan terbatas untung dan rugi inu, keuntungan dibagi dua, rugi dibagi dua
Kemudian bagaimana jika perkawinan berakhir??
Bisa karena perceraian dan kematian. Jika mati, maka bagi waris
1. Sebelum pembagian untung rugi, Suami / istri mengambil harta pribadi masing-masing
2. Jika dalam perkawinan ada keuntungan maka dibagi 2.
3. Jika dalam perkawinan ada kerugian, maka dibagi 2.
Dalam persatuan untung rugi (atau dlm setiap bentuk harta yg terdapat harta persatuan dan harta pribadi) dikenal dgn 2 jenis hak yakni) :
1. Hak reprise
Hak suami/istri untuk mengambil pengembalian harga dari harta persatuan karena ia telah menjual harta pribadinya utk kepentingan persatuan. Utang persatuan, pinjam ke harta pribadi. Jadi kalau cerai, harta persatuan nya berkurang. J
2. Hak recompense
Hak suami/istri untuk menerima bagian harta persatuan yg telah digunakan pasangannya utk kepentingan pribadi. Harta pribadi, utang ke harta persatuan. Kalo cerai, maka harta persatuan nya semakin banyak.
Â
Keduanya sangat potensial, jika dlm perkawinan ada harta pribadi dan harta persatuan. Jadi saling pinjam.
Â
3. Perjanjian Kawin Hasil dan Pendapatan, merujuk pada sebuah perjanjian yang dibuat oleh calon suami istri sebelum / setelah menikah untuk mengatur pembagian harta, termasuk hasil dan pendapatan selama perkawinan. Dalam hukum Indonesia, perjanjian kawin ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta perubahannya dalam Putusan MK No. 69/PUU-XIII/2015, yang memungkinkan perjanjian kawin diubah dan dibuat juga selama perkawinan.
Â
Â
Pengertian "Hasil dan Pendapatan" dalam Perjanjian Kawin mencangkup Gaji atau penghasilan rutin dari pekerjaan salah satu atau kedua pasangan, hasil usaha atau bisnis milik masing-masing pasangan, pendapatan pasif seperti bunga, dividen, royalti, atau sewa dari properti, hasil investasi atau tabungan yang diperoleh selama masa perkawinan.
Tujuan Pengaturan Hasil dan Pendapatan:
Melindungi harta pribadi masing-masing pasangan, menentukan pemisahan harta apakah hasil kerja selama menikah tetap milik pribadi atau menjadi harta bersama, mencegah konflik di kemudian hari, misalnya dalam hal perceraian atau kematian, menentukan tanggung jawab utang apakah utang yang timbul selama perkawinan menjadi tanggungan bersama atau tidak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI