Di tengah derasnya arus digital dan globalisasi, anak-anak zaman sekarang lebih akrab dengan gadget dan tren luar negeri dibandingkan dengan cerita rakyat atau permainan tradisional. Hal ini tentu menjadi tantangan besar bagi dunia pendidikan, khususnya dalam menjaga dan menanamkan nilai-nilai budaya bangsa sejak dini. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melalui penerapan literasi budaya di lingkungan Sekolah Dasar. Literasi budaya tidak hanya sebatas mengenalkan pakaian adat, tarian daerah, atau lagu-lagu tradisional, tetapi lebih dalam lagi yaitu membangun kesadaran anak terhadap keberagaman budaya, menghargai perbedaan, dan mengenali identitas diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Sekolah Dasar menjadi titik awal yang sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai budaya. Anak-anak pada usia ini sedang berada dalam tahap perkembangan karakter yang sangat pesat. Mereka mulai belajar mengenali siapa diri mereka, dari mana mereka berasal, dan bagaimana cara bersikap terhadap orang lain yang berbeda latar belakang.Â
Maka, literasi budaya bukan hanya menjadi tambahan dalam pembelajaran, tetapi justru menjadi bagian penting dalam pembentukan karakter dan jati diri bangsa. Saat ini, berbagai sekolah sudah mulai mencoba mengintegrasikan budaya lokal ke dalam proses belajar-mengajar. Misalnya, ketika belajar Bahasa Indonesia, siswa diajak untuk menceritakan legenda daerah masing-masing. Dalam pelajaran Seni Budaya, siswa dikenalkan pada alat musik tradisional, membatik, atau membuat kerajinan dari bahan alam sekitar. Bahkan dalam Kurikulum Merdeka, melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), siswa diberi ruang untuk mengeksplorasi kekayaan budaya lokal. Anak-anak bisa melakukan kegiatan seperti riset kecil tentang makanan tradisional, membuat dokumentasi video tentang upacara adat, atau menggelar pameran budaya di sekolah. Kegiatan semacam ini membuat proses pembelajaran menjadi lebih hidup dan bermakna. Pemanfaatan teknologi juga menjadi jembatan yang sangat membantu dalam mengimplementasikan literasi budaya. Guru-guru kreatif kini menggunakan video edukatif, komik digital, bahkan media berbasis Augmented Reality (AR) untuk mengenalkan rumah adat, cerita rakyat, hingga permainan tradisional secara lebih menarik dan interaktif. Hal ini membuat anak-anak lebih mudah memahami dan merasa bangga terhadap budaya mereka sendiri.Â
Namun, tentu saja penerapan literasi budaya tidak lepas dari tantangan. Salah satu tantangan utamanya adalah persepsi bahwa budaya lokal itu kuno dan tidak menarik. Selain itu, tidak semua guru memiliki pengetahuan atau akses yang cukup terhadap sumber-sumber budaya yang bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran. Maka diperlukan dukungan dari semua pihak, baik sekolah, pemerintah, orang tua, maupun masyarakat, untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan budaya melalui dunia pendidikan. Menanamkan literasi budaya sejak dini bukan berarti memaksa anak-anak untuk hidup di masa lalu, tetapi membekali mereka dengan akar yang kuat agar tidak mudah goyah di tengah arus budaya global. Dengan mengenal budayanya sendiri, anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, toleran, dan mencintai tanah airnya. Inilah tugas kita bersama, agar kelak Indonesia tetap kokoh berdiri, tidak hanya sebagai negara yang luas dan kaya, tetapi juga sebagai bangsa yang memiliki jati diri kuat yang tertanam dalam setiap generasi mudanya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI