Mohon tunggu...
Firaunal Islam
Firaunal Islam Mohon Tunggu... Mahasiswa

Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

#Kabur Aja Dulu: Benarkah, Kabur ke Luar Negeri Sudah Tidak Cinta Tanah Air?

20 Juni 2025   21:02 Diperbarui: 20 Juni 2025   21:02 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam beberapa waktu terakhir, tagar #KaburAjaDulu ramai diperbincangkan di media sosial, bahkan menjadi berita top tranding. Fenomena ini mencerminkan keresahan anak muda dari gen milenial bahkan gen z terhadap kondisi di Indonesia, baik dari sisi sosial, ekonomi, maupun politik.

Ungkapan tersebut sering dianggap sebagai bentuk pesimisme terhadap masa depan di dalam negeri dan memicu stigma bahwa generasi muda saat ini tidak lagi mencintai tanah airnyan, sehingga lebih memilih untuk kabur ke luar negeri, seperti itulah kira-kira pandangan dari menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang mempertanyakan nasionalisme orang yang menyerukan #Kabur aja dulu.

Kemudian ada beberapa tokoh lainnya dan influencer yang mengartikan "kabur ke luar negeri" sebagai bentuk pengkhianatan terhadap negara, padahal dalam kenyataannya, mobilitas global adalah bagian dari dinamika zaman. Pergi ke luar negeri bisa menjadi bagian dari perjuangan mencari ilmu, pengalaman, atau bahkan sebagai bentuk protes produktif terhadap situasi yang tidak berpihak pada rakyat.

Fenomena sosial di balik tagar "#KaburAjaDulu" menurut Prof. Bagong Suyanto (FISIP UNAIR): "Wacana tagar Kabur Aja Dulu merupakan gerakan yang memanfaatkan media sosial untuk membangun kesadaran masyarakat akan isu-isu politik maupun ekonomi." Artinya, tagar ini adalah sindiran keras yang disampaikan melalui media sosial terhadap kebijakan-kebijakan serta kondisi sosial-politik, bukan sekadar ajakan eksodus.

Alasan munculnya fenomena #Kabur aja dulu adalah, karena ketidakpuasan terhadap kebijakan yang ada serta kondisi sosial, ekonomi, dan politik. Seperti kebijakan MBG (makan bergizi gratis), serta kebijakan PPN 12% kemudian kondisi-kondisi di Indonesia seperti maraknya kasus korupsi yang kian tidak selesai bahkan malah bertambah kasus-kasus korupsi serta pemberian hukuman yang tak sesuai dengan kasus yang di hadapi tersebut yang menunjukkan hukum di Indonesia tumpul ke atas dan tajam ke atas. Penyebab lainnya mengapa hal tersebut menjadi sorotan adalah, sulitnya mencari pekerjaan yang bahkan upah yang tidak sesuai dengan pekerjaannya. Seperti pada kasus pendidikan, pendidik di Indonesia gajinya sangatlah tidak sesuai dengan tanggung jawab yang diemban, yang menyebabkan beberapa di kalangan pendidik dan orang berpendidikan menyerukan kabur aja dulu dan masih banyak penyebab lainnya.

Dalam konteks cinta tanah air, mencintai tanah air kita tidak hanya ditunjukkan dengan tinggal dan mengabdikan diri di tanah air, tapi juga dengan bentuk kepedulian dan kontribusi kita terhadap tanah air. "#KaburAjaDulu sebaiknya tidak dipandang sebagai ajakan eksodus, melainkan kritik dan masukan bagi pemerintah". Sehingga tren tersebut dapat diartikan sebagai rasa cinta dan peduli yang kita serukan terhadap kondisi tanah air kita saat ini, sehingga dibutuhkan perbaikan yang besar-besaran dari segala aspek.

Menurut Anies Baswedan, nasionalisme rakyat Indonesia tidak diukur dari tempat tinggal, melainkan soal kontribusi yang dapat diberikan untuk negeri. Artinya, apakah dengan kita tinggal di negara lain hal tersebut dapat menghalangi kita untuk memberikan kontribusi ke negara kita sendiri ?... tentu tidak, bahkan jika kita dapat memberikan bantuan kesejahtraan bagi keluarga kita yang kekurangan di Indonesia, sehingga hal tersebut mengurangi angka kemiskinan, dan dapat dikatakan sebagai bentuk kontribusi kita terhadapa negara karena mengurangi angka kemiskinan.

Pergi ke luar negeri bukan berarti tidak mencintai tanah air kita dan bukan berarti kita lepas dari tanggung jawab untuk mengembangkan tanah air kita. "Kabur" dalam konteks ini harus dilihat sebagai ekspresi kritik dan harapan, bukan pengkhianatan. Pemerintah perlu menciptakan ruang dialog yang sehat, serta memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi agar anak muda merasa punya masa depan di tanah air. Perlu adanya edukasi publik untuk memahami bahwa cinta tanah air bersifat luas dan multiarah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun