Mohon tunggu...
Fira Rahmatul Auliya C.N
Fira Rahmatul Auliya C.N Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UINSA

خير الناس انفعهم للناس

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Iman dan Ilmu

9 Desember 2023   15:02 Diperbarui: 9 Desember 2023   15:10 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Iman adalah kepercayaan yang berkenaan dengan agama, yakni keyakinan yang meresap kedalam hati, dengan penuh keyakinan,tidak bercampur ragu, serta memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari hari. 

Sementara ilmu adalah suatu usaha sistematis dengan metode ilmiah dalam pengembangan dan penataan pengetahuan yang dibuktikan dengan penjelasan dan prediksi yang teruji sebagai pemahaman manusia tentang alam semesta dan dunianya. 

Menurut saya, dua hal ini adalah hal yang sama sama pentingnya bagi kita manusia, karena dengan ilmu kita bisa mengetahui apa-apa yang salah dan benar, mana yang perintah Allah yang harus kita kerjakan dan mana larangan Allah yang harus kita hindari atau kita jauhi. 

Sementara dengan iman kita bisa tetap menjadi manusia yang tegar dan tetap berada di jalan Allah apapun kondisinya, jika kita mempunyai iman yang kuat maka kita pasti tidak akan terkecoh dengan hal yang nikmat namun dilarang, lebih baik lagi jika kita memiliki keduanya, mempunyai ilmu yang cukup sekaligus iman yang kuat, Maka Insyaa Allah kita akan menjadi manusia yang beruntung, salah satu contohnya adalah ghibah, kita sudah tau ilmunya bahwa ghibah itu dilarang dalam Islam dan jika kita melakukanya maka kita akan mendapatkan dosa, jika kita memiliki iman yang kuat maka kita akan mampu menjauhi apa yang Allah larang.

Saya pernah bertanya dengan salah satu guru saya tentang fadhilah ilmu, beliau berkata barang siapa mencintai ilmu dan para ulama, dia senang dengan ilmu sehingga ketika ada pengajian jam sekian hari A dia kejar, ada pengajian malam Jum’at dia kejar, di kampus ada kajian jam sekian dikejar, tapi mengejar ilmu itu tidak mneinggalkan ikhhtiar untuk duniawinya, misalnya jangan meningalkan pekerjaan demi pengajian, kan pekerjaan kewajiban maka kita dahulukan kewajiban setelah itu kitab oleh menghadiri kajian. Seperti halnya sahabat Utsman bin Affan, beliau adalah orang yang kaya, beliau juga pekerja keras, dan beliau juga tau bagaimana menempatkan kapan waktunya mengaji kapan waktunya bekerja dan kapan waktunya berdagang, dan dahsyatnya beliau juga masih menyempatkan diri untuk bangun tahajjud. Kemudian beliau menambahkan, beliau berkata “sesungguhnya amal itu tergantung niatnya”, lalu aku bertanya “bukankah ini salah satu hadist ustd?”, dan beliau menjawab “benar, ini adalah salah satu potongan hadist yang menjelaskan pentingnya membaca niat dan mengimani niat sebelum melakukan ibadah atau suatu perbuatan. Hadist ini adalah hadist shohih yang diriwayatkan oleh bukhari dan muslim”.

Sempat juga saya tanyakan mengenai pengamalan hadist shohih dan dho’if, yang pastinya kebanyakan hadist shahih boleh untuk diamalkan tapi bukan berarti semua hadist shohih itu wajib diamalkan, berbeda lagi dengan pembahasan mengenai hadist dha’if, disini ada dua pendapat yang berbeda, pendapat yang pertama menjelaskan bahwa hadist dha’if tidak boleh dipercaya bagaimanapun ia tetap dha’if, hal ini juga ada benarnya karena ahdist yang dha’if biasanya sanadnya tidak bersambung kepada Rasulullah SAW. atau ada juga yang semena mena membuat hadist sendiri dengan menggunakan Bahasa arab bahkan Bahasa mereka sendiri, contohnya ada 1 orang jawa dan 1 orang sunda membuat hadist palsu yang memiliki arti “makan yang paling afdhol adalah dengan lele kasih kecap sedikit dan hidangkan kerupuk hingga terasa udangnya, apabila kamu tersedak maka pukul pundaknya tiga kali sampai muntah” H.R Syaikhan (2 syaikh) yang mana syaikhan dalam bahasa hadist berarti bukhari dan muslim, tapi disini maksud dari syaikhan adalah dua syaikh (dua orang tua) yakni 1 dari jawa dan 1 dari sunda. 

Disini dapat diambil kesimpulan bahwa hadist dha’if ini dibuat oleh manusia. Makadari itu tidak patut kita amalkan. Sementara pendapat yang kedua, yaitu kitab boleh misalnya ingin belajar tentang ilmu, untuk mendukung kita semangat dalam menuntut ilmu dibutuhkan yang namanya motifasi, jika kita tidak memiliki motifasi maka kita tidak akan dating ke majlis ilmu, dari sini para ulama menghimpun hadist hadist selain yang shohih, ada keutamaan-keutamaan didalamnya, sanadnya memang dho’if tapi isinya berkesuaian dengan yang shohih, bias dari segi lafadz dan bias juga dari segi makna.

Dari dua pendapat ini kita pasti ada yang mengimani satu diantaranya, ada yang mengimani pendapat pertama dan ada yang mengimani pendapat kedua, apapun kepercayaan yang kita pegang kita harus tetap dapat menghormati pendapat orang lain, karena setiap pendapat tidak dapat kita menyalahkan bahkan megkafirkan pendapat lainnya, karena masing masing kita memiliki guru yang berbeda dan kepercayaan yang berbeda, dimana kita sudah mempercayai suatu kepercayaan, maka wajib bagi kita untuk mengimani apa yang kita percaya tersebut. Disinilah ketika ilmu dan iman dipertemukan, sejauh mana kita memiliki ilmu, maka sejauh itu tanggung jawab kita untuk bias mengamalkannya, begitu juga iman, ketika kita sudah meyakini suatu hal, maka kita harus yakin akan hal itu, tidak boleh berpindah pindah atau plin plan dalam hal keimanan.  Apabila kita sudah memiliki keduanya, maka Insya Allah kita akan senantiasa berjalan pada jalan yang Allah ridhoi, tanpa berbelok kepada hal yang Allah murkai. Semoga Allah meridoi kita semua.

   

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun