Pernahkan anda mendengar budaya ppalli-ppalli? Bagi penggemar K-Pop ataupun K-Drama pasti tidak asing dengan istilah ini. Kata Ppalli berasal dari bahasa Korea yang berarti cepat, jadi budaya ppalli ppalli adalah budaya cepat-cepat. Budaya ini menggambarkan kebiasaan masyarakat Korea Selatan yang ingin segala sesuatu berjalan secara cepat dan efisien. Prinsip ppalli ppalli ini tidak hanya dalam hal pekerjaan, namun seluruh aspek kehidupan seperti makan, pelayanan publik, transportasi, hingga pengiriman barang.
Seorang pengguna TikTok, @gagugust membagikan pengalamannya berbelanja daring di Korea Selatan. Barang yang ia pesan pada sore hari sudah tiba di depan pintu apartemennya pada pukul empat pagi keesokan harinya. Pengiriman semacam ini tentunya mengagumkan, dibandingkan dengan pengiriman barang di Indonesia yang memakan waktu beberapa hari karena perlu melewati berbagai tahap distribusi mulai dari penjual atau pengirim barang, gudang distributor, pengantaran melalui kurir, baru sampai ke tangan pembeli/penerima barang.
Budaya ppalli ppalli tidak serta merta muncul begitu saja. Menurut The Korea Herald (2024), kebiasaan ini muncul sejak tahun 1960-an yakni pada masa rekonstruksi Korea. Korea sedang berjuang untuk bangkit dari masa peperangan dan kemiskinan akibat penjajahan. Saat itu Korea berada di bawah pemerintahan presiden Park Chung Hee. Park Chung Hee mendorong rakyatnya untuk bekerja lebih cepat dan efisien. Perusahaan manapun yang bisa menyelesaikan pekerjaan dengan cepat akan mendapat penghargaan. Hal ini memotivasi masyarakat Korea untuk meningkatkan etos kerja mereka dan menjadi lebih produktif. Sejak itu, masyarakat Korea menganggap kecepatan dan efisiensi merupakan bentuk tanggung jawab dan dedikasi terhadap negara. Bagi mereka, semangat kerja keras dan ketepatan waktu merupakan simbol kemajuan.
Orang Korea tumbuh dan berkembang dengan memegang teguh nilai bahwa waktu adalah hal yang sangat berharga. Masyarakat Korea Selatan beranggapan bahwa bergerak cepat bukan hanya bentuk tanggung jawab terhadap diri sendiri, namun juga merupakan cara untuk menghormati orang lain karena tidak membuat orang lain menunggu. Kebiasaan ini terus berkembang dan menjadi bagian dari identitas masyarakat Korea Selatan hingga saat ini.
Namun, nilai-nilai ini tentu tidak bisa dilepaskan dari konteks sejarah dan sosial Korea Selatan. Budaya yang terbentuk dari perjuangan dan semangat kebangkitan ekonomi membuat masyarakatnya terus berpacu dengan waktu. Akan tetapi, tidak semua negara memiliki latar belakang sejarah yang sama, sehingga wajar bila cara pandang terhadap waktu pun berbeda. Salah satu contohnya dapat dilihat pada masyarakat Indonesia.
Berbanding terbalik dengan budaya masyarakat Indonesia yang mengerjakan sesuatu dengan ritme yang lebih lambat dibandingkan masyarakat Korea Selatan. Cara pandang yang berbeda terhadap waktu ini dilatarbelakangi oleh nilai sosial yang kuat. Bagi masyarakat Indonesia, menganggap waktu lebih fleksibel karena menjaga keharmonisan hubungan seringkali lebih baik daripada sekadar ketepatan waktu. Oleh sebab itu, dalam beberapa situasi, keterlambatan di Indonesia masih bisa ditoleransi selama komunikasi tetap sopan dan disertai sikap yang hangat. Selain itu, kondisi geografis negara tropis dan kepulauan, sumber daya yang melimpah serta lingkungan sosial yang menjunjung tinggi nilai kekeluargaan membuat masyarakat Indonesia merasa tenang karena tidak ada persaingan yang ketat.
Ketika kedua budaya ini bertemu, benturan seringkali tak terhindarkan. Berdasarkan penelitian Wijaya et al. (2025), banyak mahasiswa Indonesia yang mengalami culture shock saat pertama kali menetap di Korea Selatan karena ritme hidup yang cepat dan tekanan untuk efisien dalam setiap aktivitas. Mereka merasa terburu-buru setiap saat, bahkan untuk hal-hal kecil seperti saat berjalan ataupun saat memilih menu. Namun, bagi masyarakat Korea Selatan, sikap cepat itu bukan bentuk ketidaksabaran melainkan sikap profesionalisme dan menghormati waktu orang lain. Tidak semua orang memiliki tingkat kesibukan yang sama, sehingga budaya ini akan sangat membantu bagi sebagian orang yang tingkat produktivitasnya lebih tinggi.
Seorang pengguna TikTok @chan.chan.chan membagikan pengalamannya selama tinggal di Korea Selatan. Menurutnya, masyarakat Korea Selatan melakukan segala sesuatu dengan cepat, baik saat bekerja, makan, berjalan, hingga kegiatan sederhana seperti memencet tombol lift berulang kali agar segera tertutup. Pengalaman serupa juga dialami oleh pengguna akun @muhtarfuadii. Ia juga memiliki pendapat yang sama dengan pengguna akun @chan.chan.chan terkait budaya ppalli ppalli. Menurutnya, orang Korea menganggap ketepatan waktu adalah harga mati. Keterlambatan waktu sesedikit apa pun merupakan bentuk ketidakprofesionalan seseorang.
Walaupun awalnya membuat stres, pada akhirnya mereka mulai beradaptasi dengan budaya ppalli ppalli. Mereka mulai paham makna budaya ppalli ppalli ini bukan berarti tidak manusiawi, namun bentuk menghargai waktu antara satu sama lain. Budaya ppalli ppalli inilah yang mengantarkan Korea Selatan menjadi salah satu negara maju di Asia.
Menurut Mulyana dan Eko (2017), pengalaman culture shock seperti ini juga dialami oleh beberapa masyarakat Indonesia yang belajar di Busan, Korea Selatan. Banyak dari mereka yang awalnya kesulitan menyesuaikan diri, namun kemudian memahami bahwa kecepatan dan ketepatan waktu adalah bagian dari etika sosial di sana.