Mohon tunggu...
Filma Dewi Lukito
Filma Dewi Lukito Mohon Tunggu... Lainnya - See The World By Writing

See The World By Writing

Selanjutnya

Tutup

Film

Paradigma dalam Film "Kapan Kawin" (2015)

24 September 2020   22:47 Diperbarui: 25 September 2020   03:55 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Film Kapan Kawin (2015) | https://www.merdeka.com/

Siapa di sini yang jomblo? Mari kita tos!

Ada film yang mungkin akan relate pada kehidupan perlajangan kita, sob. Judulnya Kapan Kawin (2015).

Pernah engga sih kalian menerima pertanyaan "kapan punya pacar?", "kapan nikah?", "udah pacaran lama, mbok segera nikah!"

Anehnya tidak terdengar seperti pertanyaan, melainkan seperti sebuah kalimat suruhan untuk WAJIB segera memiliki pasangan. Apalagi di usia kepala dua.

Film ini alias Kapan Kawin merepresentasikan sisi norma kemasyarakatan yang menyatakan bahwa setiap orang lebih baik sudah mulai mencari pasangan di usia 20-an.

Diperankan oleh Adinia Wirasti dan Reza Rahardian sebagai aktor utama tokoh Dinda dan Satrio, film ini menceritakan kisah romantis dan komedi.

Dinda merupakan seorang wanita karir yang pandai bekerja dan perfeksionis. Dirinya masih melajang hingga usia yang ke 33 tahun.

Satrio merupakan seorang aktor jalanan yang cukup nyeleneh dan memiliki caranya sendiri dalam melakukan sesuatu.

Pertemuan mereka diawali dengan peristiwa Dinda yang diteror oleh orang tuanya dengan pertanyaan "kapan kawin?" dan permintaan orang tuanya untuk Dinda sudah membawa calon menantu saat orang tuanya merayakan ulang tahun pernikahan.

Sempat putus asa untuk menanggapi orang tuanya, Dinda memutuskan untuk membawa Satrio dengan memberikannya imbalan gaji.

Keinginan orang tua Dinda mendorongnya untuk mengharuskan Satrio untuk berlagak menjadi pria metropolitan yang sukses dan romantis sebagai pasangan kekasih saat berhadapan dengan orang tuanya.

Kisah yang Sudah Dimulai

Selama menjalani kehidupan sebagai pasangan kekasih pura-pura, Satrio yang mengiyakan ajakan Dinda kemudian menyadari bahwa sosok Dinda sebetulnya merupakan orang yang memerlukan perhatian dari orang lain.

Pasalnya Dinda merupakan orang yang tidak memikirkan dirinya sendiri alias selalu mengesampingkan kepentingan pribadinya untuk orang lain terlebih ke pada mereka orang terdekatnya.

Seperti benih yang mulai tumbuh, begitulah gambaran kisah asmara mereka. Keduanya mulai memberikan hati dan mengharapkan satu sama lain hingga lupa bahwa mereka adalah pasangan pura-pura.

Namun semua itu ambyar ketika orang tua Dinda meminta dan mengamanatkan Satrio untuk segera meminang Dinda.

Mereka yang dibuat sadar kembali bahwa mereka adalah sepasang kekasih palsu membuat Dinda mulai memikirkan strategi untuk tidak menikah dengan Satrio.

Sayangnya, strategi Dinda memunculkan kebencian orang tuanya dan merugikan Satrio. Masalah komunikasi pun terjadi hingga akhirnya terkuak bahwa mereka hanya pasangan settingan dan palsunya identitas Satrio.

Permasalahan mereka membawa pada kesimpulan singkat orang tua Dinda bahwa putrinya sudah tega menipu mereka. Bahkan masih membandingkan bahwa keluarga kakak Dinda patut dijadikan contoh dalam hubungan rumah tangga yang harmonis (fyi, keluarga kakak Dinda datang juga saat Satrio dan Dinda berada di Jogja, kediaman orang tua Dinda)

Perlahan, komunikasi yang sempat bermasalah mulai membaik hingga menjadikan sisa keberanian Dinda sebagai dorongan untuknya mengajak bicara pada rang tuanya bahwa dirinya memiliki cara dan pilihan sendiri dalam hidup.

Bahkan, Dinda berani mencari kembali Satrio untuk dijadikan kekasih sungguhan, loh.

Cie Satrio dikejar balik.... hehehe

hipwee-tampilan-segar-kapan-kawin-terinspirasi-17703e-1-750x422-5f6cf825097f363522673b52.jpg
hipwee-tampilan-segar-kapan-kawin-terinspirasi-17703e-1-750x422-5f6cf825097f363522673b52.jpg
Kapan Kawin (2015)

Paradigma dalam Film

Sobat, rupanya dalam film ini memiliki paradigma tersendiri, loh.

Paradigma merupakan cara pandang yang digunakan untuk mengkaji fenomena alam maupun sosial. Pada film ini, paradigma yang digunakan adalah paradigma si pembuat film alias film ini menggunakan cara pandang pembuat film.

Film Kapan Kawin merepresentasikan budaya masyarakat Indonesia bahwa pertanyaan "kapan kawin?" di tengah masyarakat menjadi hal yang biasa dan klise. Melajang pada usia-usia kepala dua menjadi yang urgent untuk ditangani.

Namun justru dari film ini, pernikahan dimunculkan dan ditegaskan sebagai hal yang memerlukan kematangan dalam berpikir dan mantab dalam memutuskan. 

Dinda yang sudah berusia 33 tahun membuat kedua orang tuanya cemas hingga membuat mereka mendesak untuk segera menikah.

Desakan orang tua Dinda kemudian menjadi dorongan untuk membayar Satrio sebagai pasangan palsu. Hal lainnya adalah pada sisi Dinda sebagai sosok anak yang mau tidak mau untuk dapat mematuhi orang tuanya.

Bila direfleksikan kembali,  di tengah masyarakat Indonesia, desakan sosial akan adanya pernikahan juga memicu adanya tindakan untuk menikah terburu-buru alias sebatas 'yang penting tidak melajang'

Ga ditanya orang tua ya ditanya tetangga ye kan... pusing deh dibuatnya haha

Selain itu, film ini memberitahukan bahwa cinta tak bisa disandiwarakan. Sekalipun kamu mampu, itu tak akan bertahan lama. Dalam film ini contohnya adalah kakak dari Dinda yang mengalami keretakan rumah tangga namun mampu bersandiwara dengan apik di hadapan orang lain terutama keluarganya. Hingga akhirnya keluarga mereka mengetahuinya.

Pesan lainnya terdapat pada lagu yang dibawakan oleh Satrio (dinyanyikan oleh Reza Rahardian) "Bukan Sandiwara" untuk memohon pada orang terkasihnya agar tidak menipu dan mengesampingkan hati dan perasaannya..

Duhhh... baper banget dehh...

Film ini menyampaikan pandangan bahwa individu yang menjadi dan memiliki kehidupan sosial tak lantas harus selalu memenuhi standar sosial. Kebahagian menjadi hal utama yang juga perlu untuk diutamakan dan dapat dituangkan dalam cara hidup masing-masing individu.

Poin kebahagiaan ini juga tergambar jelas di film dengan pernyataan Satrio yang mengatakan bahwa kamu harus bahagia dahulu sebelum membahagiakan orang lain. 

Hal lainnya dapat kita lihat pula pada angka perceraian yang terjadi. Pada tahun 2015, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka perceraian mencapai angka 353.843 kasus. Yang mana angka tersebut kemudian dapat pula dikontekstualisasikan pada film ini.

Yang jomblo, yang jomblo, Jodoh engga akan ke mana kok. Inget! Mangga mateng lebih manis daripada mangga yang belum mateng.. (walaupun pertanyaan "kapan kawin" membuat kita terdesak dan jengah, kesiapan individu yang matang akan memberikan hasil yang lebih manis)


#filmologi04

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun