Mohon tunggu...
Firdaus Laili
Firdaus Laili Mohon Tunggu...

fila174.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rutinitas Subuh Ridwan (Cerpen)

19 Januari 2015   14:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:50 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suatu dini hari, seperti hari-hari sebelumnya, Ridwan memaksakan diri untuk bangun dari tempat tidurnya. Sudah beberapa bulan ini, dia selalu berhasil bangun dini hari, sekitar jam 3. Walaupun sudah hampir menjadi kebiasaan, tapi tetap saja bangun jam segitu beratnya minta ampun. Saat alarm dari hapenya berbunyi, matanya terbuka sambil melawan hasrat untuk menarik selimut dan tidur lagi. Dia terdiam sejenak, seolah sedang menyaksikan dua peri yang sedang berebut simpatinya. Yang satu membisikkan untuk tidur lagi saja, hawanya masih dingin, enak buat selimutan. Yang satu menyemangati untuk bangun, malaikat sudah menunggu. Pergolakan semacam itu hampir Ridwan rasakan setiap dini hari. Syukurlah, akhir-akhir ini dia selalu menuruti peri yang mengajaknya untuk bangun.


Hari itu adalah hari Kamis. Hari dimana Ridwan punya jadwal untuk berpuasa. Rasanya lebih berat puasa Senin Kamis dibanding puasa bulan Ramadhan. Tapi Ridwan selalu percaya bahwa puasa itu menyehatkan. Makanya beberapa bulan terakhir, dia rajin berpuasa Senin Kamis.

Ridwan melihat jadwal shalat di hape Androidnya. Saat itu masih jam 3 lebih 10 menit, adzan subuh jam 4. Jadi dia punya waktu sekitar 50 menit buat makan sahur dan shalat malam. Dinginnya air tak membuatnya enggan untuk berwudhu. Justru dia bersemangat untuk melakukannya. Katanya berwudhu di jam-jam segitu akan menyehatkan kulit dan membunuh racun yang ada di tubuh. Itulah yang Ridwan ketahui dari buku-buku yang ia baca. 4 rakaat shalat tahajjud pun dia lakukan di tengah suasana sepertiga malam terakhir yang sangat sunyi. Tak ada suara lain yang terdengar, hanya suara hembusan angin malam dan suara-suara kecil ayat Al Qur’an yang Ridwan baca dalam shalatnya.


Pagi itu Ridwan berdoa khusuk sekali. Seolah hanya dia dan Tuhan saja yang ada di rumahnya. Padahal ada dua kakaknya yang masih tertidur di depan TV. Tiap malam doanya selalu sama. Dia tidak minta ini itu. Hanya ampunan Tuhan yang dia harapkan. Toh jika Tuhan mengampuni dosa-dosnya, otomatis apa yang ia inginkan akan terwujud tanpa harus diucapkan dalam doa. Kan Tuhan Maha Mengetahui. Begitu yang selalu ada di benak Ridwan.

Rasanya segar sekali setelah selesai bermesraan dengan Tuhan di tengah suasana malam yang begitu hening. Rasa kantuk yang Ridwan rasakan saat bangun tadi, hilang tak berbekas. Wajah Ridwan yang segar terpancar saat dia membuat makanan untuk makan sahurnya kali ini. Tak ada makanan tersisa saat dia membuka tutup saji di meja makan. Untung masih ada sedikit nasi di dalam Magic Jar. Cukuplah untuk makan sahur satu orang. Kali ini dia menggoreng telor untuk lauknya. Nasi telor memang hampir selalu menjadi menu makan sahurnya, ditambah segelas susu cokelat dan dua gelas air putih.


Waktu sudah menunjukkan hampir jam 4, artinya sudah hampir subuh. Sudah saatnya bagi Ridwan untuk siap-siap pergi ke surau yang ada sekitar 100 meter dari rumahnya. Baju koko yang dia beli lebaran kemarin, dia pakai dengan tambahan aroma minyak wangi non alkohol. Ridwan memang senang sekali memakai minyak wangi seperti itu kalo pas mau beribadah. Katanya bisa lebih khusuk kalo shalat sambil nyium aroma yang wangi.


Subuh kali ini, hanya satu imam dan empat makmum saja yang mengisi surau itu, salah satunya Ridwan. Miris rasanya, surau sebagus itu, jamaah shalat subuhnya tak pernah sampai dua shaf. Seringnya, Ridwan adalah satu-satunya jamaah shalat subuh di surau itu yang masih muda. Selebihnya, sudah bapak-bapak, bahkan kakek-kakek. Padahal kan shalat subuh berjamaah lebih baik dari dunia seisinya. Begitu kira-kira yang menjadi pegangan Ridwan. Ia masih sering bertanya-tanya pada dirinya sendiri, kemana anak-anak muda yang katanya pinter-pinter dan kritis-kritis itu saat subuh datang? Jika mereka pinter berarti mereka tahu betapa dahsyatnya shalat subuh berjamaah. Lalu kenapa mereka membiarkan surau-surau dan masjid-masjid sepi?


Ridwan selalu berpikir, dia harus bangun disaat yang lain tidur. Dengan begitu, paling tidak dia sudah melangkah lebih maju dari yang lain. Keluarganya yang bukan dari kalangan atas membuatnya sadar bahwa dia harus kerja keras agar bisa bertahan hidup. Itulah yang selalu diingat oleh Ridwan.


Hatinya selalu damai saat Ridwan melangkahkan kakinya untuk pulang seusai shalat subuh berjamaah di surau. Rasanya tak pernah ada perasaan sedamai itu. Hembusan udara subuh yang dingin berubah menjadi angin surga yang menenangkan. Saat-saat seperti itulah yang sering Ridwan gunakan untuk berpikir, menemukan ide-ide baru. Tak jarang idenya untuk menulis datang di saat-saat seperti itu. Ridwan adalah seorang penulis pemula tapi sudah berhasil mengumpulkan beberapa rupiah buah dari tulisannya di Internet.


Waktu menunjukkan hampir jam 5 pagi. Udara pagi yang menyehatkan mulai masuk ke dalam rumah Ridwan saat ia membuka jendela-jendela di rumahnya. Ia kembali menuju ke mushola kecil yang ada di sebelah dapur rumahnya. Jam-jam segitu, sepulang dari surau, biasanya dia membaca satu atau dua surat Al Qur’an di mushola rumah. Kebiasaan ini selalu dia lakukan beberapa bulan terakhir. Kebiasaan yang memberinya sebuah kedamaian tak ternilai.


Ridwan selalu menerapkan prinsip yang sebenarnya sudah banyak orang tahu, yaitu hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Prinsip yang dia pegang itu telah berhasil membuatnya konsisten menjalani rutinitas subuh seperti itu. Rasanya damai sekali bisa selalu berdekatan dengan Tuhan. Masalah seberat apapun akan menjadi ringan karena Ridwan tahu, ada Tuhan yang akan selalu membantunya. Ridwan bersyukur dengan nikmat yang ia rasakan. Nikmat berupa kesempatan langka berupa rangkaian ibadah subuh yang mendamaikan. Tak semua orang merasakan nikmat itu. Sekarang Ridwan sudah melupakan kebiasaan buruknya dulu. (fila174)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun