Mohon tunggu...
Fikri Gali
Fikri Gali Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Kesadaran manusia tidak lain adalah kesalahan refleksi pada kondisi materiil

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Analisa Fungsionalisme Structural: Living Law Pasal 2 KUHP

9 Desember 2022   15:53 Diperbarui: 13 Desember 2022   12:36 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen by : unsplash.com

Masyarakat merupakan sebuah kelompok sosial atas eksistensi entitas individu didalamnya. Dalam paradigma fungsionalisme structural, masyarakat diilustrasikan sebagai organisme biologis yang masing-masing elemen mempunyai fungsi. Fungsi dan peranan individu dalam kelompok sosial dapat menciptakan sebuah equilibrium kehidupan. Yang mana equilibrium tersebut tercipta atas eksistensi solidaritas sosial yang digagas melalui mekanisme norma dan nilai kolektif. Pandangan Emile Durkheim dalam fungsionalisme structural menyatakan bahwa didalam kehidupan masyarakat memiliki fakta-fakta sosial yang bersifat mengikat individu. Fakta sosial merupakan struktur sosial serta norma dan nilai yang berada diluar ranah koersi aktor. Selain itu, fakta sosial juga dapat diartikan sebagai entitas penghambat kehendak aktor yang berasal dari eksternal. "Fakta sosial tidak dapat direduksi dalam sifat individual, melainkan realitas mereka sendiri".

Fakta sosial yang dimaksud tentunya yakni norma dan nilai pada masyarakat itu sendiri. Substansi norma dan nilai dalam masyarakat adalah memaksa, sehingga menjadi sebuah kewajiban bagi individu untuk menaati aturan dan konsekuensi yang ada secara kolektif (Conscience collective). Beberapa hal yang diidentifikasi sebagai fakta sosial oleh Emile Dukrheim yaitu hukum, moral dan ketentuan. "Tidaklah mungkin berfilsafat dengan hanya sekedar bahasa, tentu bahasa mempunyai aturan tentang pengucapan, ejaan dan tata bahasa lainnya". Fakta sosial menurut Dukrkeim dibagi menjadi dua, yakni fakta sosial material dan fakta sosial non material.

Salah satu ruang lingkup fakta sosial material adalah hukum, keteraturan sosial hanya dapat dikonstruksi dan diaktualisasi oleh manusia. Sehingga interaksi individu cenderung mengakomodir hal-hal eksternal melalui kesadaran dengan batasan mereka sendiri. Yang kedua yaitu fakta sosial non-material, salah satu hal yang mencakup fakta sosial non-materil adalah moralitas. Emile Durkheim menganggap bahwa moralitas adalah fakta sosial. Secara umum, moralitas merupakan bagian dari pengaruh eksternal dalam diri manusia. Dalam memahami moralitas, moralitas dapat dilihat melalui bukti empiris. Moralitas mempunyai korelasi yang sangat erat dengan struktur sosial, sehingga untuk mengidentifikasi moralitas dibutuhkan pehamahaman berdasarkan konteks bagaimana sebuah kelompok sosial itu terbentuk. Selain itu, fungsionalisme structural juga menganggap bahwa kelompok sosial merupakan sebuah sistem yang mempunyai keterikatan satu sama lain. Apabila satu elemen tidak berfungsi dengan baik, maka akan berpengaruh terhadap elemen lain.

Beberapa asumsi mengenai fungsionalisme structural yakni masyarakat dapat mengkonstruksi norma dan nilai yang digagas secara kolektif sebagai suatu unsur kehidupan. Berdasarkan pada solidaritas sosial, kehidupan masyarakat harus terorientasi pada aspek komitmen bukan melibatkan perlawanan atau revolusi. Sehingga fungsionalisme structural anti terhadap pertentangan dan oposisi. Karena pada dasarnya, paradigma ini mengeliminasi konflik struktural dalam masyarakat sebagai kelompok sosial individu. Lebih dari itu, kehidupan masyarakat tidaklah terbagi melainkan kohesi.

Manusia mempunyai kesadaran, norma dan nilai kehidupan memaksa struktur sosial yang ada didalamnya. Sehingga fungsionalisme structural mampu meredam potensi penyimpangan yang mungkin terjadi. Meskipun integrasi tidak dapat tercipta dengan sempurna, namun interaksi timbal balik yang terjadi antara individu dan individu pada dasarnya menjadi sebuah langkah awal menuju keseimbangan yang dinamis. Sehingga meskipun terdapat distorsi dalam sistem sosial, tetapi tetap mengangkat agenda dalam rangka menuju integrasi. Faktor yang terpenting didalam menjalankan sebuah sistem adalah kesepakan antar individu. Akibatnya, perubahan tidak dapat terjadi secara pesat, melainkan secara gradual.

Dalam problematika yang ada mengenai "Living law" RUU KUHP yang telah disahkan menjadi UU baru-baru ini. Mekanisme konstruksi kalimat antar pasal-perpasal haruslah mampu menjadikannya sebagai satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisah. Sehingga dapat mengimplementasikan analisa dalam rangka mengetahui doktrin yang melatarbelakangi pembentukan pasal. Pasal 1 ayat (1) "Tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau tindakan, kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan". Pasal 1 ayat (2) "Dalam menetapkan adanya Tindak pidana dilarang menggunakan analogi". Pasal 2 ayat (1) "Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini".

Pasal 2 ayat (2) "Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat bangsa-bangsa". Pasal 2 ayat (3) "Ketentuan mengenai tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah".

Adat merupakan sebuah bentuk ungkapan yang menunjukan sikap dan tindakan masyarakat untuk mempertahankan suatu kebiasaan yang terjadi di wilayahnya. Dalam rangka mempertahankan kebiasaan, adat selalu identik dengan kesadaran masyarakat.  Lebih dari itu, suatu kehendak untuk mempertahankan sebuah adat juga dieksekusi melalui mekanisme sanksi atau hukum sehingga menjadikannya sebagai hukum adat. Peradaban asli masyarakat Indonesia dapat dilihat berdasarkan pada aktivitas hukum pidana adat yang tersebar diberbagai kesatuan dalam mengoperasionalkan hukum adatnya dengan mentransformasi sifat-sifat komunal dan relio-magis. Nilai-nilai dasar yang dibangun secara kolektif oleh masyarakat dapat diyakini sebagai suatu kekuatan besar dalam pembangunan multikulturalisme dan pluralisme di Indonesia. Sehingga hukum adat hadir untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan terintegrasi.

Sunarjati Hartono mengatakan bahwa Pancasila dapat digali melalui mekanisme hukum adat, yang sesungguhnya merupakan hukum autentik bangsa Indonesia.  Sehingga hukum nasional tetaplah berakar pada hukum adat. Nilai-nilai yang hidup didalam kehidupan masyarakat hendaklah menjadi bagian-bagian yang tidak dapat terlepas dari pembangunan hukum nasional. Pada dasarnya, hukum adat merupakan sebuah hukum yang tidak bersifat statis, perubahan zaman mampu mempengaruhi eksistensi entitas daripada hukum adat itu sendiri. Akibatnya, setiap peraturan yang muncul dan berkembang akan termakan oleh waktu. Sehingga dapat dibenarkan apabila pemerintah mengakomodir mekanisme dan penetapan hukum adat kedalam peraturan pemerintah mengingat pada Pasal 1 ayat (1) Tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau tindakan, kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan" Meskipun mengesampingkan praktik proses penegakan hukum adat, namun hal fundamental dalam hukum yaitu esensi dari hukum yang dijalankan.

Selain itu, pada Pasal 2 ayat (2) "Dalam menetapkan adanya tindak pidana dilarang digunakan analogi" hal ini semata-mata dilakukan agar masyarakat tidak menggunakan tafsir pasal dengan asumsi yang dapat menggiring opini sehingga masyarakat dapat membentuk analoginya masing-masing. Sedangkan norma dan nilai yang berada dalam kehidupan masyarakat berdasarkan pada perspektif individual, terkecuali aturan yang didasari kesepakatan antar masyarakat yang terorientasi pada ketentraman, keharmonisan dan kesejahteraan. Karena pada dasarnya Rescoe Pound menganggap bahwa "Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup didalam masyarakat". Didalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 18B ayat (2) menyatakan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan Pancasila sebagai prinsip dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang telah diatur dalam undang-undang. Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2) International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) menyebutkan bahwa, sistem hukum pidana yang selama ini ada di beberapa negara secara umum bersifat "obsolete and unjust" yang berarti "Telah usang dan tidak adil" serta "outmoded and unreal" yang berarti "Ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan kenyataan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun