Mohon tunggu...
Fikri DB
Fikri DB Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Masih belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengupas PPN dalam Belanja Barang Pokok

12 Januari 2024   16:44 Diperbarui: 16 Januari 2024   15:33 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam lingkup perekonomian Indonesia, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) telah menjadi instrumen fiskal yang penting dalam struktur perpajakan Indonesia dan turut berperan dalam mengatur aliran transaksi barang dan jasa yang mempengaruhi struktur harga di pasar. Salah satu kebijakan yang saat ini menjadi sorotan adalah pembebasan PPN untuk beberapa barang kebutuhan pokok. 

Dalam rangka mendukung pembangunan nasional dan memastikan ketersediaan barang kebutuhan pokok bagi rakyat, Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah strategis dengan memberikan pembebasan PPN untuk sejumlah barang kebutuhan pokok. Keputusan ini tidak hanya bersifat strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang mendalam. Salah satu tujuan utama adalah memberdayakan ekonomi masyarakat dengan mengurangi beban biaya hidup, khususnya bagi kelompok ekonomi menengah ke bawah. Di samping itu, langkah ini dapat dilihat sebagai bagian dari strategi pemerintah untuk memperkuat ketahanan pangan nasional dengan memberikan insentif kepada pelaku usaha di sektor pertanian dan perkebunan. 

Dasar Hukum

Pembebasan PPN terhadap barang kebutuhan pokok diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja. Tepatnya diatur dalam pasal 16B ayat (1a) huruf j angka 1 yang berbunyi
"(1a) Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak baik untuk sementara waktu maupun selamanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan terbatas untuk tujuan:
j. mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional, antara lain :
1. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak".

Pasal tersebut dirincikan lebih lanjut pada penjelasan pasal 16B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983, penjelasan pasal tersebut berbunyi
"Kemudahan perpajakan yang diberikan untuk tujuan mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional diberikan dengan sangat selektif dan terbatas, serta mempertimbangkan dampaknya terhadap penerimaan negara.
Barang Kena Pajak tertentu dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain:
1. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi:
a)beras;
b)gabah;
c)jagung;
d)sagu;
e)kedelai;
f) garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
g)daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
h)telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
i)susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
j)buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, digrading, danf atau dikemas atau tidak dikemas; dan
k)sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah."

Selanjutnya dasar hukum tersebut diatur lebih rinci lagi melalui diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 116/PMK.010/2017 yang mengatur kriteria dan/atau rincian barang kebutuhan pokok yang tidak dikenai PPN, termasuk barang dalam kelompok beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.

Dari dasar hukum tersebut dapat ditafsirkan bahwa Pemerintah Indonesia menetapkan pembebasan PPN untuk barang kebutuhan pokok dengan tujuan strategis untuk mendukung tersedianya barang dan jasa yang dianggap bersifat strategis atau dengan kata lain barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Dalam penentuan barang dan jasa yang diberikan fasilitas pembebasan PPN dilakukan secara selektif dan terbatas dengan memperhatikan kriteria-kriteria tertentu dan mempertimbangkan dampaknya terhadap penerimaan negara. Hal ini untuk memastikan keseimbangan antara memberikan kelonggaran fiskal dan menjaga stabilitas keuangan negara. 

Tantangan dalam Implementasi Kebijakan

Setiap kebijakan pemerintah tentu tidak lepas dari tantangan-tantangan yang dihadapi dalam implementasinya, tak terkecuali dengan kebijakan pembebasan PPN untuk barang kebutuhan pokok. Tantangan-tantangan yang dihadapi diantaranya ialah:

  • Pembebasan PPN akan berdampak pada berkurangnya penerimaan negara, khususnya dari sektor perpajakan yang terkena dampak langsung dari adanya kebijakan ini. Berkurangnya penerimaan negara menjadi tantangan  dalam membiayai program-program pembangunan dan layanan publik sehingga perlu diimbangi dengan sumber pendapatan alternatif dan strategi pengelolaan keuangan yang efisien untuk mencegah terjadinya defisit anggaran.
  • Kebijakan pembebasan PPN ini menimbulkan pro dan kontra terkait kriteria barang dan jasa yang diberi fasilitas pembebasan. Ketidakpastian atau kurangnya kejelasan dalam pengelolaan kriteria pembebasan PPN dapat memicu terbukanya celah bagi penyalahgunaan atau pelanggaran.  
  • Perdebatan muncul terkait sejauh mana kebijakan ini dapat mencapai tujuan kesejahteraan dan keadilan sosial. Terdapat risiko bahwa manfaat pembebasan PPN tidak merata di antara masyarakat, terutama jika kelompok tertentumendapatkan manfaat yang lebih besar daripada kelompok lainnya.
  • Berpotensi mengganggu stabilitas pasokan dan harga barang-barang tertentu jika kebijakan ini tidak dikelola dengan baik. Pemerintah perlu menjaga ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, serta melakukan komunikasi efektif untuk menjaga stabilitas harga pangan dan mengendalikan inflasi.

Menjawab Tantangan yang Dihadapi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun