Saya jadi ikut-ikutan nih ngomongin masalah gaji. Setelah gaji produser TV dan royalti penulis buku, saya ingin berbagi pengalaman saya selama 10 tahun menjadi guru bimbel. Meskipun saat ini status saya bukan lagi menjadi seorang guru bimbel.
Profesi menjadi guru bimbel sudah saya geluti selama masih berstatus sebagai mahasiswa menginjak semester kelima. Hal tersebut saya lakukan awalnya memang hanya sekedar iseng untuk mengisi waktu luang setelah pulang kuliah. Daripada menganggur di kostan lebih baik ada aktifitas lain, pikir saya.
Tempat mengajar yang pertama saya geluti adalah sebuah kursus Bahasa Inggris, LPIA Depok. Selain mengajar di tempat kursus saya juga di kirim ke sekolah-sekolah. Jadi lembaga kursus bekerja sama dengan sekolah. Lembaga kursus mengirimkan gurunya ke sekolah-sekolah sebagai bentuk kerjasama. Di awal-awal mengajar bayaran masih relatif kecil, Rp. 650.000,-/bulan (2004/2005).
Setelah beberapa lama di lembaga kursus Bahasa Inggris kemudian saya diajak oleh salah seorang rekan saya yang sudah lebih awal masuk sebuah lembaga bimbingan belajar. Saat itu yang sedang booming adalah Primagama. Kemudian, saya pun mengajar di Primagama Mampang, Sawangan, Depok.
Rate pengajar junior saat itu, sekitar tahun 2004/2005, adalah Rp. 25.000/sesi (SD), Rp. 30.000/sesi (SMP), Rp. 35.000/sesi (SMA). Saat ini mungkin berkisar antar Rp. 35.000 - Rp. 50.000,-. Kebetulan sesi mengajar lebih banyak di SMP dan SMA. Untuk pengajar yang lebih senior, rate pembayarannya tentu lebih tinggi. Indikator prestasi dinilai dari kepuasan anak di kelas dan prestasi anak di sekolahnya. Setiap tahun ada penilaian dari Managemen.
Tidak disangka, lama-kelamaan ternyata pemasukan dari mengajar mulai menggoda saya untuk menambah jam mengajar. Selain mengajar di bimbel, saya pun memberikan les privat untuk anak-anak tingkat SD, SMP dan SMA.
Seiring waktu berjalan akhirnya saya dikenalkan lagi oleh teman saya pada sebuah lembaga privat bernama SKM UI. Lembaga ini hanya menangani anak-anak yang membutuhkan pembelajaran personal di rumah mereka masing-masing. Pembayarannya lebih besar dibandingkan di lembaga bimbingan belajar. Satu sesi dipatok Rp. 100.000,-Â Tentu saja hal ini yang membuat saya berpaling dari lembaga bimbingan belajar.
Lama kelamaan saya lebih banyak menerima privat dibandingkan penawaran jam mengajar di bimbel. Tidak munafik bahwa bayaran dari lembaga privat lebih menggiurkan dibandingakan dari lembaga bimbel. Tapi ternyata pemasukan di lembaga privat malah tidak menentu meskipun besarannya terbilang lumayan. Terkadang siswa privat ada acara sehingga membatalkan jadwal.
Sebulan rata-rata ada empat kali pertemuan. Sesi pertemuan dilakukan sepekan satu kali. Jika ada dua anak yang di ajari, maka satu bulan saya sudah mengantongi Rp. 800.000,- Nah, tapi permasalahannya itu tadi. Jadwal belajar lebih banyak tergantung pada kesediaan anaknya. Jika anaknya sedang ada acara keluarga atau tidak mood belajar, maka dipastikan tidak ada pemasukan.
Teman saya yang mengajar eksakta, ada yang sampai mengajari lima orang anak dalam satu pekan. Bahkan bayaran pengajar eksakta lebih besar dibandingkan dengan bayaran ilmu bahasa atau ilmu sosial. Katakanlah satu sesinya Rp. 150.000,- artinya dalam satu bulan dia bisa mendapatkan Rp. 2.960.000,-
Setalah masuk masa PPL kemudian saya konsentrasi pada PPL. Hanya beberapa jadwal di bimbel saja yang masih saya pegang. Kebetulan setelah PPL saya masuk ke bimbel yang berbeda. Jalur pulang dari tempat PPL, saya mendapatkan sebuah bimbel yang berasal dari Bandung, yaitu Sony Sugema College.