Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kasus Hoaks Terlupakan karena Puisi Fadli Zon

11 Februari 2019   22:44 Diperbarui: 11 Februari 2019   22:52 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fadli Zon / Foto Kompas.com

Sosok kontroversial dalam politik jelas sangat dibutuhkan untuk memecah konsentrasi lawan sehingga tidak fokus bahkan lupa dengan inti permasalahan.

Belakangan ini isu politik terus bergulir silih berganti. Hampir setiap pekan ada saja berita kontroversi yang disuguhkan kepada warga.

Termasuk salah satunya adalah kontroversi puisi yang dikemukakan oleh Fadli Zon. Saya berpendapat bahwa Fadli termasuk sosok yang cerdik dan lihai dalam mengemas isu dan berita.

Jebolan Program Studi Rusia UI yang mendalami sejarah ini bukan sosok sembarangan. Kini semua konsentrasi lawan justru berusaha untuk terus memojokkan Fadli Zon sampai lupa inti masalah sebenarnya.

Kita jadi lupa dengan hoax RSCM sampai dengan hoax tujuh kontainer surat suara. Padahal, kedua hoax tersebut tak kalah dashyatnya dengan hoax Ratna Sarumpaet.

Kini semua menjadi lupa bahwa semua itu tertutupi dengan kontroversi puisi Fadli Zon. Terlebih Fadli Zon merasa tak pernah bersalah karena puisi tersebut kilahnya tidak bermaksud untuk merendahkan apalagi menghina Mbah Moen.

Apapun alasan Fadli Zon yang bikin banyak warga NU geram, mampu melupakan sejenak tentang selang darah yang digunakan sampai 40 kali sampai usaha delegitimasi KPU tentang tujuh kontainer surat suara yang sudah tercoblos.

Padahal orang-orang yang ikut menyebarkannya pun seharusnya bisa diusut agar di kemudian hari tidak terjadi lagi hoax yang serupa.

Strategi yang dilakukan oleh kubu sebelah tak bisa dipandang remeh bahkan sangat berbahaya.

Contoh paling anyar selain kesuksesan Trump menduduki kursi di Gedung Putih, kembali kita disuguhkan dengan kemenangan Bolsonaro yang menjadi Presiden Brazil dengan kemenangan 55,13 persen suara.

Kemenangan Bolsonaro menurut pemberitaan Tirto berkelindan dengan upayanya menjual isu komunis dan hoax melalui pesan instan WhatsApp.

Propaganda komunis dan hoax ternyata sukses meraup suara para swing voters di Amerika Latin. Ini yang justru perlu diwaspadai oleh kubu petahana. Karena upaya untuk menjual isu komunisme di akar rumput masih sangat kencang, apalagi dengan isu Jokowi anti Islam serta serangan hoax-hoax lainnya kepada pemerintah.

Swing voters harus diingatkan kembali beberapa bencana hoax yang diusung oleh Prabowo termasuk Fadli Zon yang aktif mencuit di sosial media.

Sebagus apapun prestasi Jokowi, tetap akan bisa diruntuhkan dengan berita hoax yang masif yang disebarkan secara cepat bak virus lewat jejaring sosial hingga aplikasi percakapan instan.

Tengok saja video Jokowi ketika membagikan amplop. Video ini sengaja diputarbalikkan faktanya seolah Jokowi melakukan money politics saat masa kampanye.

Padahal fakta yang sebenarnya, video tersebut adalah video pada bulan Maret 2015 di Ngawi, Jawa Timur. Staf Kepresidenan pun sudah membantah video tersebut dikaitkan dengan politik uang.

Framing seperti inilah yang meruntuhkan prestasi serta jerih payah kepemimpinan Jokowi selama 4 tahun ke belakang.

Pada akhirnya pemenang memang ditentukan oleh suara terbanyak, bukan dari cara paling sehat dan bersih. Apapun tentu akan dilakukan demi meraup kekuasaan meskipun harus menggoreng kembali isu SARA seperti yang terjadi saat Pilkada DKI 2017.

Mimbar masjid perlu disterilkan dari upaya-upaya memprovokasi umat. Apalagi sudah mulai terdengar upaya mengaitkan "si penista" agama dengan Jokowi. Jargon-jargon inilah yang akan digunakan kembali untuk menggembosi suara petahana.

Maka, salah satu yang perlu dilakukan adalah segera lupakan puisi Fadli Zon. Jangan biarkan energi terkuras gara-gara sosok congkak yang menampik sekadar menghaturkan permohonan maaf.

17 Februari 2019 sudah di depan mata. Inilah saatnya mengkonfirmasi kembali terutama bagi para swing voters bahwa kejahatan hoax di depan mata itu memang nyata.

Mereka sedang membangun narasi hoax serta ujaran kebencian untuk meruntuhkan citra dan prestasi lawan.

Beruntung sosok-sosok seperti Tuan Guru Bajang, Yusuf Mansyur, Habib Luthfi bin Yahya sangat membantu petahana dalam melawan narasi hoax serta ujaran kebencian yang kerap dilontarkan lawan.

Pertahanan lawan yang semakin lemah karena tak punya gagasan orisinal dalam membangun bangsa. Mereka perlu "ditelanjangi sekali lagi" pada saat debat capres putaran kedua. Apalagi sosok nelayan yang diceritakan Sandiaga Uno, hingga saat ini masih menjadi misteri. Misteri Hoax yang sengaja disembunyikan.

Paparkan data dan fakta bahwa kubu lawan memang gemar memproduksi hoax sehingga menutup mata para swing voter dari kebenaran yang sesungguhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun