Mohon tunggu...
Fiisyatil Kamilah
Fiisyatil Kamilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa HI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kebijakan Belt and Road Initiative (BRI) China dalam Pandangan Merkantilisme

8 Maret 2024   09:07 Diperbarui: 8 Maret 2024   09:07 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Teori Merkantilisme

Dalam ekonomi internasional terdapat beberapa teori yang melandasi ekonomi politik internasional dalam perkembangannya hingga saat ini salah satunya adalah teori merkantilisme yang merupakan teori tertua dalam bidang ekonomi yang muncul sekitar tahun 1800-an. Dalam teori merkantilisme dijelaskan bahwa kesejahteraan suatu negara dapat dilihat dari banyaknya aset yang dimiliki oleh negara tersebut. 

Dalam merkantilisme elite-elite politik menjadi pemimpin terdepan dalam hal pembangunan negara modern, dan perekonomian internasional dilihat sebagai arena untuk beradu konflik antara kepentingan nasional yang bertentangan dibanding sebagai sebuah arena kerja sama yang saling menguntungkan. 

Dalam pandangan merkantilisme yang paling diutamakan adalah politik dibandingkan dengan ekonomi dan ada beberapa sifat pokok dari merkantilisme diantaranya ada perdagangan yang dilakukan antarnegara, keinginan negara untuk mencapai sebuah kemakmuran dan berusaha untuk mengembangkan sebuah kekuasaan dan hubungan yang terjalin erat antara kebutuhan kekuasaan dengan perdagangan dan agama.

Tujuan utama dari teori yang diterapkan oleh merkantilisme ini adalah untuk memenuhi kesejahteraan negara dengan cara memperbanyak emas dan perak dimana pada zaman itu emas dan perak adalah ukuran kekayaan dalam negara. Penambahan jumlah kuantitas dari emas dan perak ini bisa dilakukan dengan melakukan perdagangan internsional dengan negara lain namun negara harus lebih menekankan pada kegiatan ekspor dibandingkan melakukan impor untuk menjaga neraca perdagangan dengan negara lain selalu surplus. Kegiatan ekspor terus menerus dan sebisa mungkin tidak melakukan impor ini menurut negara yang menggunakan sistem ekonomi merkantilisme merupakan sebuah upaya untuk menjaga perekonomian negara.

Doktrin ajaran merkantilisme menyebar luas dan pesat di seluruh instansi pendidikan di Eropa pada saat itu yaitu di awal periode modern dari abad ke 16 sampai 18 dan melahirkan pemikiran bahwa negara bisa melakukan intervensi dalam perekonomian. Ditambah dengan adanya doktrin membangun kesejahteraan negara ini bisa dilakukan dengan melakukan perdagangan internasional yang hanya menguntungkan negara dan merugikan negara lain, menjadi sebuah cikal bakal adanya fenomena perekonomian yang dikuasai oleh negara dan membentuk sebuah sistem kapitalisme yang juga dari sistem kapitalisme ini lahirlah kaum borjuis dan kaum proletar yang mana dalam sistem kapitalisme kaum borjuislah yang berkuasa dan kaum proletar menjadi kaum buruh atau kaum yang bekerja untuk kepentingan kaum borjuis.

Seperti yang telah diijelaskan sebelumnya bahwa dari doktrin pemikiran merkantilisme ini ada intervensi dan juga dominasi pemerintah dalam perekonomian, adanya perlindungan ekonomi negara yang ketat dan politik kolonial. Pemikiran ekonomi yang lahir pada kaum merkantilisme ini lahir dari terciptanya pembagian kerja yang terlihat dikelompokkan secara teknis dan secara terbatas dalam wilayah atau parokial yang kemudian mendorong terlaksananya perdagangan internasional. Pemikiran merkantilisme memiliki sisi positif yaitu dapat melindungi industri dalam negeri namun sisi negatif yang diciptakan adalah timbulnya persaingan, adanya keterbatasan dalam proses perdagangan internasional, kebijakan kependudukan yang mengharuskan penduduknya memiliki banyak anak, serta buruh yang bekerja di industri negeri dibayar dengan upah rendah.

Kebijakan ekonomi dalam sistem ekonomi merkantilisme ini adalah bersifat makro karena kembali pada tujuan awalnya yang ingin melindungi industri dalam negeri serta menjaga perdagangan dengan negara lain agar tetap menguntungkan bagi negaranya sendiri dan juga untuk meningkatkan peranannya di perdagangan internasional dan upaya ekspansi kolonialisme.

Analisis Kebijakan Belt Road and Initiative (BRI) China Menurut Pandangan Merkantilisme 

Hegemoni ekonomi dunia maupun bidang lain masih dipegang oleh Amerika pada era sebelumnya hingga saat ini, namun ketika China mulai dipimpin oleh presiden Xi-Jinping keberadaan China dalam kancah ekonomi politik dunia mulai diperhitungkan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan pesat China di bidang sosial, ekonomi, dan politik yang membuat Amerika mulai kehilangan hegemoninya terutama di kawasan Asia dan Afrika. Salah satu perkembangan yang dimiliki oleh China adalah lahirnya kebijakan Belt and Road Initiative (BRI) yang memiliki tujuan untuk mengakumulasikan ekonomi Eurasia yang didukung dengan perkembangan infrastruktur, perdagangan dan investasi. Namun, tanpa disadari kebijakan BRI ini merupakan tindakan ambisi China untuk mulai meluaskan ekspansinya terutama di bidang ekonomi.

BRI ini dibentuk dengan tujuan China bisa menjadi pusat lalu lintas perekonomian dan perdagangan dunia seperti masa leluhur mereka yang juga memiliki inovasi yang hampir sama dibidang ekonomi yang dikenal dengan jalur sutra. Upaya ambisius lain yang dilakukan China dalam usaha menyebarkan pengaruhnya dalam bidang perekonomian adalah China membantu memberikan sokongan dana untuk pembiayaan pembangunan pada proyek kereta cepat dimana Asia adalah kawasan sasaran dari China. Target ekonomi dari China kebanyakan adalah Asia maka China berusaha menarik perhatian ASEAN agar bersedia melakukan kerja sama dengan negaranya karena dalam pandangan China ASEAN merupakan bagian penting dari Asia yang memiliki potensi dalam memperluas ekonominya. Hal itu bisa dilihat dari negara anggota yang tergabung dalam ASEAN kawasannya dilalui oleh jalur laut BRI dan juga menghubungkan Koridor Ekonomi Semenanjung China dan Indochina. Dari jalur laut BRI ini ditargetkan bisa menggabung beberapa benua yaitu Asia, Eropa dan Afrika.

Terbentuknya ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) juga menjadi salah satu proyek lain yang menunjukkan bahwa China sangat gigih dalam melakukan ekspansi perekonominnya. Dijelaskan bahwa saat kerja sama ACFTA ini mulai dijalankan pada tahun 2010 banyak keuntungan yang diperoleh oleh kedua belah pihak dimana dalam kerja sama ini ditemukan bahwa nilai ekspor China ke ASEAN terus meningkat dan menyentuh angka USD 292 miliar. Sebaliknya ASEAN juga mengalami peningkatan nilai ekspor hingga USD 183 miliar di tahun 2016. Nilai investasi dari kedua belah pihak ini dilihat semakin meningkat hingga tahun 2016. Dibalik kesuksesan kerja sama ACFTA yang dilihat dapat meningkatkan nilai ekspor kedua belah pihak yaitu ASEAN dan China, di sisi lain terdapat hubungan yang tidak seimbang antara ASEAN dan China terkait ketergantungan perdagangan yang dialami oleh ASEAN karena hingga tahun 2015 ASEAN menjadi semakin ketergantungan kepada China dalam perdagangan begitupun dengan investasi.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun