Mohon tunggu...
Figo PAROJI
Figo PAROJI Mohon Tunggu... Buruh - Lahir di Malang 21 Juni ...... Sejak 1997 menjadi warga Kediri, sejak 2006 hingga 2019 menjadi buruh migran (TKI) di Malaysia. Sejak Desember 2019 kembali ke Tanah Air tercinta.

Sejak 1997 menjadi warga Kediri, sejak 2006 hingga 2019 menjadi buruh migran (TKI) di Malaysia. Sejak Desember 2019 kembali menetap di Tanah Air tercinta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Beberapa Kekonyolan Draft Revisi UU KPK dari Sudut Pandang Rakyat Jelata

9 September 2019   15:24 Diperbarui: 9 September 2019   15:36 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Revisi Undang-Undang  Nomor 30 Tahun 2002  Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diusulkan DPR kononnya bertujuan untuk menguatkan KPK. Maka menjadi wajar apabila seluruh fraksi di DPR setuju dan menyepakati revisi UU KPK sebagai RUU inisiatif DPR.

Namun, dari sudut pandang seorang warga negara Indonesia yang hanya berstatus sebagai rakyat jelata seperti saya, draft revisi UU KPK tersebut terdapat beberapa kekonyolan.

Seperti yang disuarakan masyarakat khususnya dari kalangan aktivis lembaga anti korupsi dan protes dari internak KPK sendiri yang merasa rencana revisi itu akan membuat KPK mati, setidaknya ada lima poin krusial yang terasa begitu mengganjal.

Adapun lima poin kontroversial tersebut yaitu terkait independensi KPK, usulan akan dibentuknya Dewan Pengawas, izin penyadapan, kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), dan terkait siapa yang layak menjadi penyelidik dan penyidik KPK. [Info grafis Kompas.com, Sabtu (7/9)]

1. Independensi  KPK

Selama ini, KPK adalah lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang. KPK bukan bagian dari eksekutif, legislatif atau yudikatif. Akan tetapi, dalam draft revisi UU KPK yang diusulkan DPR, KPK akan dijadikan sebagai lembaga pemerintah (eksekutif). Jika RUU ini disahkan menjadi UU, pegawai KPK akan berstatus ASN dan harus tunduk kepada UU ASN.

Kok aneh. Lha wong KPK dibuat independen itu biar bisa menindak pejabat korup di jajaran eksekutif juga kok. Buktinya, dalam sejarah perjalanan KPK, banyak pejabat eksekutif yang di-rompi oranye-kan.

Kalau KPK menjadi bagian dari lembaga eksekutif, apa mungkin bisa independen? Apakah KPK akan (mau) menindak pejabat  korup di jajaran eksekutif yang notabene merupakan bagian dari dirinya sendiri? Masak jeruk makan jeruk?

Lebih aneh lagi, tokoh-tokoh kritis (bin nyinyir) di DPR seperti Fahri Hamzah dan Fadli Zon kan selama ini selalu menghantam eksekutif. Logikanya, mereka tidak akan setuju jika kedudukan KPK berada pada cabang  eksekutif. Lha ini kok mendukung? Ada apa? Huhh ...

Upaya meng-eksekutif-kan KPK melalui revisi UU patut dicurigai sebagai sebuah persengkokolan antara Presiden dan DPR agar ke depannya nanti KPK tidak bisa leluasa 'menyentuh' pejabat eksekutif.

2. Dewan Pengawas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun