Mohon tunggu...
Figo PAROJI
Figo PAROJI Mohon Tunggu... Buruh - Lahir di Malang 21 Juni ...... Sejak 1997 menjadi warga Kediri, sejak 2006 hingga 2019 menjadi buruh migran (TKI) di Malaysia. Sejak Desember 2019 kembali ke Tanah Air tercinta.

Sejak 1997 menjadi warga Kediri, sejak 2006 hingga 2019 menjadi buruh migran (TKI) di Malaysia. Sejak Desember 2019 kembali menetap di Tanah Air tercinta.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Bangga Produk Indonesia Digunakan di Negeri Tetangga

9 Juli 2019   20:03 Diperbarui: 9 Juli 2019   20:28 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
salah satu ganbar teknik (drawing) di meja kerja saya // foto: dok pri

Sebagai seorang WNI yang sudah bertahun-tahun mengais rezeki di negeri tetangga, rasanya sudah menjadi hal biasa ketika membeli dan menggunakan barang atau membeli dan mengkonsumsi makanan produk Indonesia di Malaysia.

Di Malaysia, produk Indonesia berupa barang keperluan sehari-hari seperti rokok, mie instan, obat sakit kepala, obat flu, dan berbagai jenis merk makanan/minuman bahkan sabun cuci begitu mudah didapat, terutama di kedai runcit (toko kelontong) milik orang  Aceh yang hampir di setiap kawasan ada.

Namun, selama sepuluh tahun lebih bekerja di Malaysia hanya beberapa kali saya melihat dan mengerjakan sebuah pekerjaan yang bahan bakunya produk Indonesia.

Sebagai seorang pekerja migran asal Indonesia di Malaysia, tentu menjadi kebanggaan tersendiri ketika mengerjakan sebuah pekerjaan yang bahan bakunya bertuliskan MADE IN INDONESIA. Kali ini, untuk yang kesekian kalinya saya kembali akan mengerjakan pembuatan tangki dengan bahan baku plat besi produk Indonesia.

Saat ini, saya bekerja di sebuah bengkel kontruksi di kawasan Selangor. Meski sempat berpindah-pindah tempat, sejak tahun 2006 menjadi TKI di Malaysia dan hanya pulang setiap lebaran (atau setidaknya setiap satu tahun sekali) saya tidak pernah berganti bidang pekerjaan.

Selama 13 tahun, saya konsisten menekuni satu bidang pekerjaan, yaitu kontruksi besi yang biasa mengerjakan pembuatan tangki, kontruksi pabrik dan berbagai barang yang berbahan baku besi atau plat besi. Mengelas (welding), menggerinda (drinding), mengebor (drilling), memotong besi (cuting), dan  membaca gambar teknik (drawing) tentu sudah menjadi aktivitas sehari-hari.

plat besi MADE IN INDONESIA mulai dikerjakan di bengkel kontruksi tempat saya bekerja // foto: dok. pri
plat besi MADE IN INDONESIA mulai dikerjakan di bengkel kontruksi tempat saya bekerja // foto: dok. pri
Senin (8/7/2019) pagi kemaren, kebetulan saya ikut menurunkan dari truk. plat besi ukuran 1828 mm x 6096 mm dengan ketebalan 30 mm sebagai bahan baku pembuatan tangki untuk sebuah proyek di Johor. Ketika plat sudah diturunkan, terlihat jelas ada tulisan putih bertuliskan nama perusahaan Malaysia sebagai pengimpor, nama perusahaan Indonesia sebagai pemroduksi, dan yang paling bawah tulisan MADE IN INDONESIA. Saya sempatkan mengambil foto dengan kamera HP, sebelum plat tersebut dipotong-potong.   

tangki minyak di pelabuhan yang dikerjakan dan di-supervisor-i orang Indonesia // foto: dok.pri
tangki minyak di pelabuhan yang dikerjakan dan di-supervisor-i orang Indonesia // foto: dok.pri
tangki minyak di pelabuhan karya putra-putra Indonesia (termasuk saya) // foto: dok.pri
tangki minyak di pelabuhan karya putra-putra Indonesia (termasuk saya) // foto: dok.pri
Dalam hati saya berkata, plat besi ini produk Indonesia, yang mengerjakan juga orang Indonesia. Bukan hanya kuli kasarnya, supervisor-nya  juga orang Indonesia, bahkan bos sub-kontraktornya juga orang Indonesia. Ah, betapa hebatnya orang Indonesia.

Begitu banyak gedung-gedung megah di negeri tetangga karya  putra-putra Indonesia. Begitu banyak tangki-tangki minyak di pelabuah-pelabuhan Malaysia yang notabene merupakan 'karya' anak-anak Indonesia karena tidak hanya dikerjakan tapi juga 'diotaki' putra Indonesia.

Mereka tidak sekadar bekerja tapi juga mampu berkarya. Bukan berbekal selembar ijazah, tapi ketekunan bekerja dan kerasnya hidup di perantauan telah menempa mereka hingga bisa memperoleh pengalaman dan ilmu yang tidak sempat mereka dapat dari bangku sekolahan ketika masih berada di kampung halaman.

Di negeri tetangga, tidak sedikit putra-putra Indonesia yang hanya lulusan SD, SMP atau paling tinggi SMA mampu mengerjakan sebuah pekerjaan sekelas pekerjaan insinyur.  Namun sayangnya, di negeri sendiri nasib mereka kurang mujur, sebab di negeri tercinta Indonesia - tanah air beta, ijazah tentu menjadi syarat mutlak bagi pencari kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun