Hampir setiap sudut kota Yogyakarta memiliki warung makan yang dimiliki oleh orang Pasundan. Warung-warung inilah yang disebut dengan warung Burjo. Uniknya, yang terkenal dari warung Burjo ini bukan bubur kacang ijo, tetapi mie instan indomie.
Burjo yang kita kenal selama ini adalah bubur kacang ijo. Tetapi tidak demikian dengan warung-warung Burjo yang berada di daerah Yogyakarta ini. Warung burjo di daerah Yogya memiliki ciri yang sangat khas. Biasanya warung burjo di Yogyakarta memakai warna yang mencolok, sehingga kita (mahasiswa) bisa dengan mudah untuk menemukan warung burjo dimanapun kita melakukan perjalanan, yang pasti masih di kota Yogya.
Warna burjo yang menarik ini mungkin disesuaikan dengan suasana kota Yogya yang dikenal sangat kreatif. Saya pernah berjalan-jalan ke daerah Solo, tetapi burjo disini tidak semenarik burjo di kota Yogya. Hampir di seluruh kota Yogyakarta, melewati belokan atau hanya jalan lurus, bisa terdapat lebih dari lima burjo yang ada. Seperti yang ada di lingkungan dimana saya tinggal. Kebetulan saya tinggal di dukuh Gaten, Condong catur, Yogya. Sepanjang jalan menuju selokan mataram ada sekitar lima burjo yang berdiri. Belum lagi warung burjo yang berada di dalam pemukiman masyarakat, ada sekitar tiga sampai empat warung burjo.
Sebenarnya, jualan utama warung burjo adalah bubur kacang ijo. Tapi, lama kelamaan karena kebutuhan dan kegemaran mahasiswa akan mie instan, salah satu produsen mie instan terbesar di Indonesia. Beberapa menggunakan cat dan spanduk yang berisikan produk mie tersebut. Sebagian besar mahasiswa di Yogya pasti sudah hapal mie apa itu.
Burjo sudah seperti “nyawa” mahasiswa di Yogya. Sebagian besar mahasiswa di Yogya membeli makan, nongkrong, nonton bareng di Yogya. Selain karena harganya yang bersahabat, warung burjo juga menyediakan menu favorit mahasiswa, yaitu Mie instan. Ada yang menawarkan mie tante goreng dan rebus, nasi goreng, omelette, intel goreng dan rebus. Juga yang pasti ada adalah gorengan. Biasanya saya membeli gorengan sebagai lauk atau hanya sebagai cemilan untuk bekal mengerjakan tugas, hehehe. Pernah suatu ketika saya melihat status mahasiswa di jejaring sosial. Pada waktu itu masih dalam suasana lebaran, sekitar Agustus 2013. Mahasiswa tersebut menulis status bahwa dia merasa menyesal datang ke Yogya lebih awal karena belum ada satupun warung burjo yang buka.
Yang lebih unik lagi, pemilik warung-warung burjo yang ada di Yogyakarta adalah masyarakat pasundan, atau orang-orang yang berasal dari Sunda. Bahkan, para pegawainya berasal dari pasundan. Jika orang-orang Jawa biasa bermigrasi ke daerah Jawa Barat mungkin karena terlalu penuh dengan penghuni Jawa mereka akhirnya bermigrasi di daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Khususna di Yogyakarta, bisnis burjo ini sepertinya memiliki prospek dan konsumen yang menjanjikan.
Keberadaan warung burjo ini tidak hanya menarik karena keberadaannya bisa dibilang sudah menandingi angkringan yang menjadi ciri khas kota Yogyakarta. Bahkan, warung burjo juga dilirik sebagai media advertising oleh produk mie instan dan kopi. Bisa kita lihat sepanjang jalan adanya warna merah, kuning, polkadot, dsb.
Saya juga menjadi salah satu pelanggan dari warung burjo ini. Menu favorit saya adalah nasi sayur. Dengan hanya bermodal Rp 3000,00 saya sudah bisa makan kenyang dengan nasi dan dua macam sayur. Selain itu, saya juga suka membeli gorengan ketela molen. Jika biasanya molen berisi pisang, tapi kalau ini molen berisi ketela.
Jika ke Yogya, jangan lupa untuk mampir ke warung burjo di tempat terdekat.
Salam burjo !!! (y)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI