Mohon tunggu...
Fidel Haman
Fidel Haman Mohon Tunggu... Guru - Guru/Bloger

Penikmat Seni Sastra dan Musik/Pemerhati Pendidikan - Budaya - Ekologi/Pencinta Filsafat - Teologi/Petualang - Loyal dan Berdedikasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Serba-Serbi Masa Kecil & Tentang Menjadi Kelana

13 Juni 2022   10:06 Diperbarui: 16 Juni 2022   23:48 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi - Suatu hari di siang bolong di Kramat V No. 10, Kramat Raya 2017 silam.

Sumber: Celebrity.okzone.com.
Sumber: Celebrity.okzone.com.

Jangan salah, kala itu Power Ranggers sudah masuk desa, jauh sebelum Togel menjadi kesayangan orang-orang desa saat ini. Dan ini mainan yang agak waoww zaman itu. Dari sekian warna Renjos, yang tidak boleh direbut oleh kami anak-anak biasa dan kampungan adalah Renjos Merah.  Renjos hitam, pink, kuning, biru dan hijau boleh direbut, tetapi tentang yang merah itu, tunggu dulu. Ini semacam no 10 dalam dunia sepak bola, istimewa dan hanya diberikan ke orang-orang tertentu. Heheheh

Merah hanya diperuntukan bagi yang menempati posisi 1 dalam klasemen 'Jago Rani' atau yang disebut paling pemberani. Selain yang  jago rani, Renjos merah juga khusus bagi anak-anak guru dan pengusaha. Yang terakhir ini pertimbangannya soal jajan sehabis bermain atau soal terlaksana atau tidaknya permainan lain, khususnya sepak bola pada kesempatan lain.

Alasannya sederhana. Pertama; yang jago rani ditakuti, bahkan kalau boleh disebut disegani dalam tim. Maka tak ada yang berani merebut warna itu. Untuk yang kedua; hanya anak guru dan pengusaha yang punya uang jajan lebih dan memiliki bola kaki. Selebihnya hanya bergantung pada kemurahannya. Jika tidak diistimewakan dalam laga Powe Renjos, yakni diberikan warna merah sebagai ketua, siap-siap saja akan kena eksesnya. Meskipun tidak selalu seperti yang dibayangkan terjadi. Tetapi hal tersebut terjadi secara alamiah dan seakan menjadi momok yang ditakuti dan harus dipatuhi oleh semua anggota tim. Hehehe

Ok kembali sejenak ke 'powe renjos. Apa yang kami saksikan di layar kaca, kami lakonkan ulang di latar bermain kami, di mana saja tetapi lebih seringnya di hutan. Permainan ini memang paling cocok di hutan supaya bisa melompat ke sana ke mari layaknya Powe Renjos, di antara pohon-pohon Akasia dan Gamal, serta semak belukar. Urusan celaka, jatuh hingga luka-luka ringan bahkan luka parah, itu urusan ke sekian. Hal itu menjadi tanggung jawab masing-masing saat harus pulang ke rumah. Dan bagian ini biasanya senyap tak terdengar karena pengadilannya tertutup dan harus berhadapan dengan dua hakim (orang tua) yang dilengkapi cambuk dan cemeti. Jika bertetangga siap-siap saja mendengar jeritan histeris temanmu dari rumah sebelah. NTT nih bosss! Hehehehe 

Aku yang tumbuh dewasa kini dan di sini dibentuk oleh masa silam dengan latar beragam dan penuh warna itu. Setidaknya ini yang aku syukuri setinggi-tingginya ketika melihat keadaan di lorong-lorong kota ini. Dibanding mereka, masa kecilku lebih asyik dan menyenangkan. Bermain sepuasnya tanpa banyak hal yang merintangi. Bergerak bebas di alam yang luas dan masih perawan, walaupun penuh risiko dan rawan celaka. Sebab dengan beragam tempat bermain, semua kreatifitas dan aksi menjadi mungkin. Dan di sana kami belajar berani dan mandiri, berjuang sekeras mungkin tanpa perlu takut. Keadaan inilah yang menempa kami berkali-kali. Dan itu semua seru dan asyik.

Ibu dan ayah sebagai saksi hidup masa kecilku, kadang seperti polisi, kadang juga seakan tidak mau tahu. Sesekali juga mereka memaksaku untuk tunduk dan nurut atas perintah dan kemauan mereka. Hal-hal baik, nilai, dan tatakrama mereka ajarkan sebagai bekal ziarah ke masa depan. Selebihnya mereka tunjukkan lewat teladan dan peri hidup saleh, ulet, kerja keras, dan tanpa putus asa. Dulu tidak begitu mengerti tetapi saat ini menjadi jelas dan sungguh menjadi inspirasi hidup.

Dan menariknya, mereka juga seperti tidak mau tahu, membiarkanku bermain dan berkelana tanpa ditemani. Jarang bahkan tidak pernah dimanja. Bergerak bebas ke mana pun tetapi denga satu syarat, harus kembali ke rumah jelang matahari terbenam. 

Aku diberi banyak sempat untuk berproses menemukan diri terus-menerus. Merelakanku dibentuk dan ditempa oleh beragam keadaan yang kutemui sendiri. 

Dan pada moment tanpa kehadiran mereka, aku dididik berjalan sendiri, hidup mandiri, memecahkan masalah sendiri, dan bahkan jika jatuh, aku harus mampu bangkit sendiri. Semua hal yang terjadi atas diriku tanpa mereka seakan memberi pesan lagi dan lagi bahwa 'aku bukanlah milik mereka. Silakan berjalan tanpa harus selalu ditemani dan ditopang. Kami cukup mendoakanmu yang terbaik'.

Yaaa..sejak dini aku ditempa menjalani hidup mandiri, berziarah tanpa henti mencari dan menemukan pemilikku yang sesungguhnya. Setelah aku lahir, inilah cara, entah ke berapa, mereka merelakanku berproses, berkelana mencari dan menemukan makna......

Minggu, 12 Juni 2022

Tantangan Menulis Setiap Hari - #Harike-3: Minggu, 12 Juni 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun