Mohon tunggu...
Abdul Fickar Hadjar
Abdul Fickar Hadjar Mohon Tunggu... Konsultan, Dosen, pengamat hukum & public speaker

Penggemar sastra & filsafat. Pengamat hukum

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sistem Peradilan Anak: Yuyun, Kebiri dan Hukuman Mati

16 Mei 2016   14:59 Diperbarui: 16 Mei 2016   15:15 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

YUYUN, KEBIRI  & HUKUMAN MATI

Abdul Fickar Hadjar

Menghukum dengan seberat-beratnya hukuman pada pelaku tindak pidana kekerasan seksual pada anak-anak adalah sebuah keharusan, namun lebih penting dari itu adalah upaya selalu mengoptimalkan perlindungan anak dalam berbagai aspeknya adalah keniscayaan seumur hidup, karena anak-anak adalah masa depan kita, anak-anak adalah pewaris kehidupan.

Kamis kemarin (12/05/2016) teman-teman wartawan media center DPR mengundang lagi pada acara mingguannya “dialektika demokrasi” sebagai salah satu nara sumber, dengan topik pembicaraan yang sedang hangat sekaligus memprihatinkan, karena itu diawal pembuka ketika giliran memberikan materi diskusi, saya menyatakan bahwa kita prihatin terhadap peristiwa kekerasan seksual yang menimpa anak-anak kita, ganjaran hukuman yang seberat beratnya adalah pantas dijatuhkan kepada para pelakunya. Selain saya dua nara sumber lain Ketua Komisi VIII DPR RI SALEH  PARTAUNAN DAULAY dan ASRORUN NIAM SHOLEH Ketua KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), kedua narsum terakhir ini orang-orang baik (saleh), mudah-mudahan saya ketularan menjadi orang saleh, walaupun namanya tidak ada unsur Solehnya he…he… he……

Bung Saleh P Daulay pada prinsipnya mengklarifikasi pengetahuannya tentang PERPU KEBIRI, secara kelembagaan DPR khususnya Komisi VIII sama sekali tidak mengetahui karena Perpu merupakan domainnya eksekutif, sekaligus menggugat tentang “situasi kedaruratan” sebagai dasar diterbitkannya PERPU dan dasar pernyataan Presiden mengenai status “Extra ordinary”nya tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak. Demikian juga soal RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual) yang telah masuk dalam prolegnas 2016 pada urutan ke 167 dari 169. Tentang ini bung Daulay menyatakan jika Presiden akan membuat PERPU sekaligus saja memasukan beberapa materi yang ada di RUU PKS yang secara substansi banyak kesamaannya.

Demikian juga Asrorun Niam Sholeh menjelaskan proses disepakati lahirnya PERPU yang didasari atas situasi kedaruratan akibat banyak terjadinya kejahatan seksual terhadap anak yang disimpulkan salah satunya akibat sanksi hukuman yang tidak memberikan efek jera. Karena itu Presiden bersama jajarannya (Kementrian PMK, Sosial, Perempuan dan Perlindungan anak) bersama KPAI merumuskan untuk memperberat hukuman  tindak pidana kekerasan  seksual terhadap anak sebagai upaya penjera, yaitu antara lain memperberat dari ancaman 15 tahun menjadi seumur hidup atau hukuman mati jika menyebabkan kematian. Selain itu juga diperberat dengan hukuman tambahan kebiri suntik jika dibutuhkan.

Sistem hukum pidana anak

Pada kesempatan ini saya menyampaikan beberapa pokok pikiran yang sekaligus ingin melihat permasalahan secara komprehensif (menyeluruh), kita tidak hanya terpaku pada fenomena banyaknya kekerasan seksual terhadap anak dan bagaimana memberi sanksi yang berat agar terjadi efek jera, tetapi kita juga harus mengendali apa penyebab terjadinya dalam rangka mencari solusi yang tepat. Karena itu pada pembahasan awal menjelaskan mengenai issu sosio legal dalam kaitan terjadinya “kekerasan seksual terhadap anak perempuan” pada khususnya, yaitu soal gender (kesetaraan laki-laki dan permpuan) dan soal struktur yang menindas, yaitu pola hubungan orang dewasa laki-laki dengan perempuan anak-anak.

Soal kekerasan terhadap perempuan sebenarnya sistem hukum pidana kita telah mengaturnya dengan lengkap, antara lain kekerasan yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan yang terikat dalam perkainan diakomodir dalam UU KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), “kekerasan” yang dilakukan oleh laki-laki terhadap prempuan tetapi ada unsur komersialnya (pelacuran) sudah diatur dalam KHUP (Kitab UU Hukum Pidana) khususnya tentang muncikari dan Peraturan-peraturan Daerah (syariah) yang membidik konsumennya. Demikian juga kekerasan yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan  dengan paksaan diatur dalam KUHP sebagai pemerkosaan. Tak terkecuali kekerasan seksual terhadap anak juga telah diatur dalam KUHP yaitu pasal 287 terhadap anak (15tahun >), Pasal 291 kekerasan seksual yang menyebabkan kematian, Pasal 294 pencabulan terhadap anak, namun karena korbannya anak-anak maka pengaturannya juga dibuat dalan regulasi UU yang khusus.

Baik sebagai korban maupun sebagai pelaku anak, hukum pidana kita (KUHP)  telah mengaturnya, namun  lebih khusus (lex specialis) mengatur keterlibatan anak dalam hukum diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014 jo UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) dan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Dalam konteks kasus Yuyun yang diperkosa oleh 14 pria mabuk (tujuh diantaranya masih tergolong anak). Dalam kasus ini setidak-tidaknya terdapat dua tindak pidana yang terjadi. Pertama adalah pemerkosaan dan kedua adalah pembunuhan, sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 285 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) tentang pemerkosaan dan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.

Mengingat  Yuyun masih tergolong  anak di bawah umur, maka yang didakwakan kepada para pelaku  adalah UU Nomor 35 Tahun 2014 juncto (jo) UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak tepatnya perbuatan melakukan pemerkosaan yang berujung kematian pada korban yang dirumuskan dalam ketentuan Pasal 76C jo Pasal 80 ayat (3) UU Perlindungan Anak serta Pasal 76D jo Pasal 81 Ayat (1) UU Perlindungan Anak, yang masing-masing ancaman pidananya 15 tahun penjara dengan pidana denda Rp 3 miliar untuk Pasal 76C jo Pasal 80 Ayat (3) serta pidana denda Rp 5 miliar untuk Pasal 76D jo Pasal 81 Ayat (1). Atas kasus tersebut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, menjatuhkan vonis pidana penjara selama 10 tahun kepada tujuh terdakwa kejahatan seksual yang menyebabkan kematian Yuyun tersebut. Adilkah ? Menurut saya belum adil, meskipun berdasarkan peraturan perundangan tersebut sudah memenuhi hukuman maksimal, karena ancaman maksimal yang ditetapkan UU tersebut 15 tahun, dan berdasarkan UU tersebut pelaku anak hukumannya dikurangi sepertiga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun