Mohon tunggu...
Abdul Fickar Hadjar
Abdul Fickar Hadjar Mohon Tunggu... Dosen - Konsultan, Dosen, pengamat hukum & public speaker

Penggemar sastra & filsafat. Pengamat hukum

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Money Talk : Gayus Lagi, Gayus Lagi

21 Oktober 2015   09:52 Diperbarui: 21 Oktober 2015   10:22 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Menanggapi fenomena narapidana keluyuran di luar LAPAS (Lembaga Pemasyarakatan), teman lama saya yang jurnalis berujar lengkapnya begini: “Bukannya ini praktek biasa di Lapas? Dari saya masih liputan di Lapas 20-25 tahun lalu, ya gini. Pernah ada sidak eh bandar judi lagi tak di tempat. Begitulah, money talks”. Saya bilang: saya pikir juga begitu Ret, Lapas kita memamng masih begitu jalan ditempat, bahkan lebih jauh Lapas kita mundur dari segi peradaban. Metafora yang lebih ngeri lagi (ngeri-ngeri sedap) saya dapatkan dari seorang petugas Lapas di kota Samarinda ketika menjenguk seorang klien, begini ujarnya : jika “peradilan pidana” diibaratkan orang pesta, Lapas itu adalah pihak yang paling akhir harus mencuci piring bekas orang makan berpesta pora, mengapa ? tanya saya.

Ya dalam perspektif metafora ini, penyidik diibaratkan sebagai pihak berbelanja, disini ada “kekuasaan” untuk membeli bahan, ditingkat penuntutan diibaratkan sebagai “juru masak”, disini kata petugas Lapas tu, ada “kekuasaan menentukan jumah masakan”. Lalu kemudian ke pengadilan dan berakhir dengan hukuman yang harus dilaksanakan di Lapas, disinilah apakah makanan masih tersisa? Jikapun ada katanya, yang tersisa adalah remah-remah (sisa makanan yg tak sempat termakan). Hi..hi...hi... ironis ya ! (tapi itu zaman dulu kira-kira tahun 1990an).                                                                      

Ketika diminta untuk bicara di bincang pagi metrotv tentang fakta atau fenomena ini, saya mulai dengan mengemukakan 3 masalah atau tiga pertanyaan: Pertama, siapa (lebih jauh: instansi apa?) sebenarnya yang bertangung jawab dalam kasus berkeliarannya narapidana Gayus yang dihukum kumulatif beberapa tindak pidana (pemalsuan paspor, korupsi, pajak, tppu) selama 30 tahun, berada diluar Lapas? Apakah hanya pihak Menkumham ic Dirjen Lapas saja ? atau ada pihak lain?. Kedua; Apakah keluyurannya Gayus dari Lapas Sukamiskin Bandung itu didasarkan pada izin tertentu, dengan kata lain: legal atau tidak legal ?. Ketiga, jika tidak legal, mengapa terjadi berulang-ulang, Gayus lagi, gayus lagi, sampai 68 kali (menurut catatan MatroTV) ? apa yang terjadi terhadap “warga binaan” ini, apakah justru dia yang membina, karena “money talks”?

Penanggung jawab

Kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) kita, yaitu UU No. 8 Tahun 1981, sesungguhnya sudah sangat komprehensif, dalam bab XX (Pasal 277-283) mengatur tentang Pengawasan dan Pengamatan Pelaksanaan Putusan Pengadilan mengatur beberapa hal dalam kaitan dengan pembinaan narapidana di Lapas, yang antara lain menentukan: 1). Di setiap pengadilan diharuskan ada hakim yang membantu ketua pengadilan melakukan “pengawasan dan pengamatan” (WASMAT) terhadap dilaksanakannya putusan pengadilan pidana, hakim WASMAT ini diangkat maksimal dua tahun. 2) di pengadilan ada buku registrasi pengawasan dan pengamatan untuk mencatat putusan-putusan pidana yang dieksekusi (dilaksanakan) oleh Jaksa yang ditutup dan ditanda tangani oleh Hakim WASMAT bersama panitera. 3)

Hakim Wasmat memastikan bahwa putusan pengadilan telah dilaksanakan serta mengamati untuk bahan penelitian yang bermanfaat untuk pemidanaan, dan pengamatan dilakukan setelah selesai narapidana melaksanakan hukuman. 4) Atas permintaan hakim wasmat, Kepala Lapas wajib memberikan laporan berkala atau sewaktu prilaku narapidana dalam pengawasannya, jika perlu Hakim wasmat dan Lapas membicarakan cara pembinaan narapidana.

Dari rangkaian pengaturan tersebut, kita bisa menarik beberapa kesimpulkan, antara lain: pasca Jaksa melakukan eksekusi tanggung jawab atas “abc”nya narapidana beralih pada Lembaga Pemasyarakatan yang berada dibawah Kemenkumham. Namun sistem peradilan pidana kita juga menentukan bahwa Lapas tidak bertanggung jawab sendirian dalam pelaksanaan hukuman terhadap narapidana, karena bersamaan dengan pelaksanaan hukuman oleh Jaksa bersamaan dengan itu juga timbul tanggung jawab dari Hakim Pengawas dan Pengamat untuk memastikan bahwa putusan pengadilan itu dilaksanakan, kemudian pembinaan terhadap narapidana juga dilaksanakan sebagaimana mestinya. Peristiwa keluyurannya seorang napi (ic Gayus) di luar Lapas tidak melulu menjadi tanggung jawab Lapas melainkan ada instansi lain yang juga seharusnya ikut bertanggung jawab, yaitu Hakim WASMAT.

Terhadap pertanyaan kedua, apakah ada dasar hukumnya gayus keluar Lapas ?. Sebelum menjawab persoalan itu, ada baiknya kita ketahui apa saja yang menjadi ha-hak narapidana berkaitan dengan kebebasannya termasuk keluyuran seperti yang dilakukan Gayus dan lainnya. Hak atas Remisi yaitu pengurangan masa hukuman yang diberikan pada setiap Narapidana yang selama menjalani masa pidana berkelakuan baik, yang dapat ditambah, apabila selama menjalani pidana, yang bersangkutan berbuat jasa kepada negara, melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan; atau melakukan perbuatan yang membantu kegiatan LAPAS (PP 32/1999).

Pada priode pemerintahan Priseiden SBY, sebagai wujud komitmen terhadap pemberantasan korupsi PP No.32 tahun 1999 ditambah dan dirubah dengan PP No.99 Tahun 2012, dengan perubahan dan penambahan pada syarat pemberian remisi bagi terpidana tindak pidana Korupsi, Terorisme, Narkotika dan TP yang membahayakan Negara. Syarat tambahannya yaitu: - Bekerjasama dengan penegak hukum untuk mengungkapkan kejahatan yang dilakukannya atau bersama lainnya (justice collaborator); -Telah membayar uang denda kepada negara yang diwajibkan oleh putusan pengadilan, bagi tindak pidana Korupsi.

Penambahan persyaratan tersebut artinya ada pengetatan pada pemberian remisi terhadap narapidana TP Korupsi, Narkotika, Terorisme dan Kejahatan lain yang membahayakan negara. Konsekwensi dari itu pemberian remisi terhadap TP-TP tersebut, Menkum Ham harus meminta pertimbangan kepada penegak hukum (KPK/ Kejaksaan),agar sebelum diberikan remisi, dapat diketahui apakah napi tersebut telah bekerjasama memberantas korupsi (justice collaborator / wissel brower) atau sudahkah denda hukuman dilunasi ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun