Mohon tunggu...
Pianologi
Pianologi Mohon Tunggu... Pengacara - Suka numerology

__ sedang menunaikan ibadah mengetik kata.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Nyanyi Palsu (Lip Sync)

8 Januari 2012   04:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:11 1454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13261123521137163213

Pagi tadi, seperti pagi-pagi lainnya selama liburan sejak jelang Natal sampai seminggu setelah Tahun Baru berlalu, aku menyuguhkan kopi untuk diriku sendiri sementara beberapa stasiun tivi nasional menyuguhkan sajian musik. Sebut saja acara DAHSYAT di RCTI dan INBOX di SCTV. Atau selingan dalam acara BUAYA SHOW di Indosiar. Acara-acara musik seperti ini memang bukan pentas sebenarnya bagi musisi suara, sebagaimana halnya pentas konser, tapi layar kaca promosi atas musikalitas mereka. Meskipun, untuk musisi suara pemula, atau bahkan mendadak musisi, acara-acara musik seperti ini sepertinya jadi pentas utama memamerkan olah vokal. Tapi olah vokal apa yang dipamerkan apabila yang terlihat dan terdengar jelas bagi pemirsa adalah nyanyi yang seolah-olah nyanyi? Kita mengenal istilah lip sync untuk menyanyi palsu ini. Menurut Wikipedia, Lip Sync adalah cara orang menyanyi dengan menggerakkan bibirnya saja, sedangkan lagu dari si penyanyi diputar dengan keras. Cara menyanyi seperti sering dilakukan oleh artis terkenal, seperti Britney Spears dan Michael Jackson. Artis-artis Indonesia juga banyak yang melakukan lip-sync, seperti Cherrybelle, 7-icons, dan Sm*sh. Atau contoh paling heboh dalam sejarah musisi lip sync adalah Milli Vanilli. Referensiku tentang muka-muka baru di pentas musik tivi nasional sangat terbatas, bahkan tidak kenal sama sekali. Barangkali karena selera musikku tidak terlalu terakomodasi oleh tivi-tivi kita. Porsi musisi jazz masih kalah jauh dari musisi pop dan dangdut. Atau barangkali karena itu tadi, maraknya lip sync membuat kopi pagi tidak lagi hangat di tenggorokan. Entahlah. Lip sync sekali dua kali masih toleran bagi rasa musikku, tetapi kalau setiap pentas hanya komat-kamit sambil mondar-mandir pegang mik yang off, dan hanya bisa nyengir kelabakan pas nyanyi tidak sinkron, "niat nyanyi nggak sih?!". Pertanyaan menghardik yang tidak bisa dijawab oleh layar tivi 21 inci-ku. Aku jadi tertarik menelusuri beberapa komentar para musisi sendiri tentang plus-minus menyanyi seolah-olah ini. Pendapat Pandji Pragiwaksono menurutku paling menantang asumsiku. Menurut Pandji, "..keputusan lip sync di acara musik di TV itu adalah alasan teknis, ... mengurangi resiko teknis ketika musti LIVE...". Pandji menyajikan beberapa contoh, misalnya untuk bisa memainkan musik secara live, harus check sound terlebih dulu, dan itu makan waktu lama, apalagi kebanyakan acaranya pagi-pagi dan LIVE. Maka, menurut Pandji tidak gampang bagi kru musisi maupun kru tivi untuk standby lebih pagi. Selain itu, ada beberapa musisi yang kondisi fisiknya masih drop karena baru kembali dari pentas nyanyi malam sebelumnya di luar kota. Tentu si penyanyi tidak siap untuk nyanyi secara live. Aku sependapat dengan Pandji, karena pendapat tersebut tentu dari pengalamannya sendiri sebagai musisi. Bagi para musisi yang memang punya modal vokal bagus, pembelaan Pandji - sebut saja begitu - dapat kuterima. Musikalitas mereka memang sudah teruji, dan lip sync sekali dua kali adalah pertimbangan teknis semata. Tetapi bagaimana dengan musisi pemula yang pertama naik pentas langsung lip sync dan begitu terus sampai waktu yang lama, atau bertahun-tahun seperti Milli Vanilli, "punya modal suara nggak sih?". Bagian akhir pendapat Pandji aku terima sepenuhnya, bahwa memang ada beberapa musisi yang tidak dikasih live karena menurut para produser TV suaranya jelek kalau live, sering fals, dll. Nah kalau seperti itu kondisinya, nampaknya tivi-tivi kita juga berperan besar dalam membolehkan seorang musisi (dan mendadak musisi) menunjukkan bakat akting-nya dalam bernyanyi. Maraknya boyband dan girlband, yang menurutku Korea-sentris dan berpenampilan fisik bagus, adalah hasil filter yang tidak bagus untuk perkembangan musik berkualitas di Indonesia. Telunjukku tetap ke arah layar tivi-tivi tersebut, karena merekalah yang membuat segala sesuatunya terjadi seperti itu. Tivi-tivi tersebut meraup rupiah dari sponsor karena acara-acara tersebut memang dahsyat bagi segmen remaja kita yang betah berjam-jam depan tivi. Dan justru karena mayoritas penikmat acara musik seperti itu adalah segmen remaja, maka masa depan selera musik kita adalah sajian akting menyanyi tanpa vokal yang enak di telinga tapi tidak menyentuh rasa musik sesungguhnya. Tentu tidak semua musisi bernyanyi jelek pas berani live di acara-acara tersebut. Anang dan Syahrini yang pentas di DAHSYAT hari ini menurutku memang bagus. Tapi Shireen Sungkar? Rasanya tidak proporsional jika menyimpulkan musikalitas mereka karena lip sync, dengan alasan teknis di atas. Tapi alangkah jujur-nya seorang musisi yang berani bernyanyi apa adanya. Musisi yang berkualitas tetap akan bernyanyi bagus dalam kondisi fisik tak siap. Buktinya, para musisi tua masih bagus kualitas vokalnya, sedangkan musisi muda kita belum apa-apa sudah berlindung di balik topeng lip syinc. Barangkali salah satu faktor bolehnya lip sync adalah karena pentas musik di tivi adalah seni pertunjukan (show) bukan pentas seni sesungguhnya seperti konser musik. Maka kemasan pertunjukan, dengan games lucu, presenter yang heboh, interaksi yang alay bin lebay dengan penonton remaja di seputar stage acara musik tersebut, lebih dikedepankan ketimbang kualitas musik itu sendiri. Mari berharap musik Indonesia (lebih) berkualitas tahun 2012 ini. Jangan ada dusta di antara kita!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun