Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menunggu Aksi Jokowi Membungkam Lembaga Negara Pembuat Gaduh

11 September 2019   07:54 Diperbarui: 11 September 2019   07:55 1111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Riuh rendah, pro kontra bersahutan di jagat maya dan diberbagai media mainstream, polemik yang dipicu oleh tindakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang meminta PB Djarum menghentikan Audisi Beasiswa Bulutangkis yang mereka selenggarakan.

Walaupun hal ini setelah rame dibantah oleh pihak KPAI, bahwa mereka tak pernah meminta kegiatan audisi tersebut berhenti, malah mendukung 

"KPAI tidak memberhentikan audisi bulu tangkis. Justru KPAI mendorong semua pihak agar men-support anak-anak Indonesia bisa mengembangkan bakat dan minat termasuk di bidang bulutangkis. Prestasi anak Indonesia tentu akan berdampak positif bagi bangsa dan negara," kata  Susanto Ketua KPAI  kepada wartawan, Minggu (8/9/2019). Seperti yang dikutip dari Detik.com.

Sebelum kegaduhan yang ditimbulkan  oleh polemik antara Djarum vs KPAI, ada kegaduhan lain walau skalanya sedikit lebih lecil, yang lagi-lagi di picu oleh sebuah Lembaga negara berawalan Komisi Ini.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Ujug-Ujug ingin ikut cawe-cawe mengawasi media berbasis Internet, seperti Youtube, Netflix, bahkan Facebook. Padahal jelas sekali, menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 yang menjadi dasar pendirian KPI tidak menyebutkan kewenangan pengawasannya media berbasis internet.

Namun mereka ngotot, bahkan berniat akan merevisi UU tersebut demi syahwatnya unyuk mengawasi media berbasis internet tersebut.

Sontak, begitu kabar ini tersiar di media sosial warganet ngamuk sejadi-jadinya, bukan cuma sopan santun yang pergi menjauh, adab pun bersembunyi ketakutan. Caci maki langsung diarahkan kepada KPI. Seperti template mereka pun mencoba melakukan pembelaan yang terlihat sungguh mulia, 

"Tentu kami harus (mengatur) gimana konten itu sesuai dengan falsafah atau kepribadian bangsa. Jadi umpamanya tayangan kekerasan tak boleh tayang pada jam anak. Jelas kan di media konvensional. Kalau di media baru itu tidak berlaku. Itu (bisa diakses) anytime," ujar Agung Suprio seperti dikutip  dari CNNIndonesia, Jumat (9/8/2019).

Bahkan polemik buatan KPI ini menghasilkan Petisi yang ditandatangani lebih dari 50 ribu warganet yang menentang keterlibatan KPI mengawasi Youtube, Netflix dan Facebook. Polemik ini akhirnya mereda dengan sendirinya setelah KPI menyatakan itu baru wacana dan belum akan ada revisi terkait UU tersebut.

Dari ke dua polemik yang dipicu Komisi ciptaan negara ini. Ada benang merah yang tegas, sebagian besar masyarakat dalam posisi melawan tindakan mereka karena kurangnya kepercayaan terhadap keduanya.

Karena masyarakat merasa keduanya tidak cukup mampu menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing.

Bagi KPI, kualitas konten siaran televisi Indonesia dianggap sangat buruk oleh masyarakat luas., sinetron-sinetron tidak mendidik yang semata mengejar rating, misalnya.

Sementara KPAI tidak mampu menangani berbagai permasalahan yang melibatkan anak-anak, seperti anak-anak jalanan masih bertebaran dimana-mana misalnya.

Jadi kedua Komisi ini dianggap tidak kredibel oleh masyarakat, apabila kredibel apapun tindakannya pasti akan didukung oleh masyarakat. 

Itu bisa kita liat dalam kegaduhan lain yang juga diciptakan oleh Lembaga Negara yang lain, DPR vs KPK, yah Dewan Perwakilan Rakyat vs Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sebagian besar masyarakat/warganet, yang keberpihakannya bisa diamati dari komentar-komentarnya di medsos, sangat mendukung KPK berbeda dalam melawan isu pelemahan KPK melalui revisi UU oleh DPR.

Tak kalah gaduhnya, walaupun diskursus yang terjadi lebih substansial dan agak beradab, caci maki lebih sedikitlah di banding dua kegaduhan lain.

Diantara 3 kegaduhan ciptaan Lembaga-lembaga negara, kegaduhan inilah sebenarnya yang magnitudenya paling besar bagi kehidupan berbangsa, Korupsi harus diberantas dan tumpuan rakyat Indonesia untuk itu ada di pundak KPK.

Masyarakat sangat percaya pada KPK karena dianggap mampu menunaikan tugas dan fungsinya sebagai lembaga negara pemberantasan korupsi. Makanya apapun elan yang KPK lakukan selalu di dukung masyarakat.

Nah, jelas kan ketiga Lembaga Negara itu memang menciptakan kegaduhan, namun yang berbeda respon masyarakat dalam menghadapi kegaduhan tersebut. Karena masalah kepercayaan terhadap lembaga tersebut. KPI dan KPAI tidak dipercayai sebagian besar masyarakat karena masyarakat menganggap kinerja mereka buruk. KPK nyaris selalu di dukung sebagian besar masyarakat atas segala tindakannya karena kinerjanya nyata dan masyarakat menganggap sangat baik.

Dengan kondisi ini ada baiknya Jokowi mengevaluasi keberadaan lembaga-lembaga negara, yang lebih banyak terdengar membuat kegaduhan dibandingkan kerjanya. Seperti janjinya dalam pidato visi misi beberapa waktu lalu

"kalau ada lembaga yang tidak bermanfaat dan bermasalah. Sekali lagi, kalau ada lembaga tidak bermanfaat dan bermasalah saya pastikan saya bubarkan," tegas Jokowi dalam pidato kemenangan dalam acara bertajuk 'Visi Indonesia' di Sentul International Convention Center (SICC), Minggu (14/7/2019. Seperti yang dikutip dari detik.com

Sekarang kami tunggu aksi bapak Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia, dalam menghadapi dan membereskan kegaduhan-kegaduhan yang diciptakan Lembaga-Lembaga Negara, rasanya cuma anda yang bisa bereskan, masyarakat kelihatannya sudah cape menyaksikan drama-drama ciptaan negara tersebut.

Sumber: 1, 2, 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun