Mohon tunggu...
Fery Ardiansyah
Fery Ardiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM 55521120042 Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

UNIVERSITAS MERCU BUANA, PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI, MATA KULIAH: PAJAK INTERNASIONAL - P552120005 - Kamis 19:30 - 22:00 (XC-008) & PEMERIKSAAN PAJAK - P552120006 - Sabtu 14:30 - 16:59 (I-404) (Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

K08_Diskursus Surat Edaran DJP No. SE-52/PJ/2021

9 Mei 2023   14:43 Diperbarui: 9 Mei 2023   14:55 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini berfokus pada pembahasan seputar pajak berganda internasional dikaitkan dengan Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-52/PJ/2021; Tentang Petunjuk Umum Interprestasi dan Penerapan Ketentuan Dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.

Salah satu skema yang dilakukan oleh perusahaan multinasional dalam melakukan penghematan pajak adalah dengan cara treaty shopping, yaitu suatu skema yang dilakukan untuk mendapatkan fasilitas, misalnya penurunan tarif pemotongan pajak yang disediakan oleh tax treaty, oleh subjek pajak yang sebenarnya tidak berhak untuk mendapatkan fasilitas tersebut. 

Guna menanggulanginya, dalam tax treaty dipersyaratkan pihak yang menikmati pengurangan tarif adalah pihak yang sebenarnya menikmati manfaat (beneficial owner) dari penghasilan berupa dividen, bunga dan royalti. Penerapan beneficial owner sangat penting dalam memastikan penggunaan fasilitas penurunan tarif dalam tax treaty agar tidak disalahgunakan.

Bicara mengenai Tax Treaty, di Indonesia sendiri Pemerintah menerbitkan Surat Edaran DJP No. SE-52/PJ/2021 Tgl 21 Desember 2021 mengenai petunjuk interpretasi dan ketentuan umum penerapan Tax Treaty Indonesia sebagai pedoman bagi pegawai DJP dalam pengawasan dan pelayanan kepada Wajib Pajak.

Surat Edaran ini juga dapat digunakan bagi kita sebagai Wajib Pajak untuk memberikan pemahaman yg sama dengan DJP dalam menerapkan Tax Treaty sehingga sengketa terkait Tax treaty dapat diminimalisir.

Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk memberikan keseragaman pemahaman dan penerapan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)  Indonesia sehingga penerapan ketentuan P3B dapat berjalan sesuai dengan maksud dan tujuan dibentuknya P3B.

Surat Edaran Direktur Jenderal ini berisi penjelasan pengaturan atau ketentuan pasal per pasal yang umumnya terdapat dalam P3B Indonesia. Mengingat luasnya jaringan P3B Indonesia dan untuk pertimbangan kemudahan dan kepraktisan, penjelasan pengaturan atau ketentuan pasal per pasal yang terdapat di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini tidak dimaksudkan untuk dapat selalu diterapkan secara khusus ke dalam suatu transaksi atau P3B tertentu. Penerapan ketentuan dalam suatu P3B Indonesia yang berlaku atas suatu transaksi harus mempertimbangkan Negara Mitra tempat di mana SPDN berdomisili dan di mana suatu jenis penghasilan bersumber.

Dengan demikian, petunjuk umum yang terdapat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini hanya dapat diterapkan untuk P3B Indonesia yang pengaturan atau ketentuannya secara substansi sama dengan pengaturan atau ketentuan yang dijadikan rujukan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini. Untuk pengaturan atau ketentuan P3B Indonesia yang secara substansi berbeda, penerapannya dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan pengaturan atau ketentuan P3B Indonesia yang berbeda tersebut.

P3B Indonesia umumnya disepakati dalam bahasa Indonesia, bahasa Negara Mitra, dan bahasa Inggris. Dalam hal terdapat perbedaan interpretasi antara naskah P3B dalam bahasa Indonesia, bahasa Negara Mitra, dan bahasa Inggris, umumnya P3B Indonesia mengatur bahwa interpretasi harus dilakukan berdasarkan naskah P3B dalam bahasa Inggris, kecuali diatur lain dalam P3B Indonesia dimaksud.

Surat edaran ini hanya memberikan petunjuk umum dan interpretasi mengenai persetujuan penghindaran pajak berganda, tanpa memberikan pedoman yang lebih spesifik. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian bagi para wajib pajak dalam menerapkan ketentuan tersebut. Lebih jauh lagi, keterbatasan ini dapat menyebabkan ketidaksesuaian interpretasi antara Direktorat Jenderal Pajak dan wajib pajak, yang pada gilirannya dapat menyebabkan perselisihan yang memakan waktu dan biaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun