Walaupun hormon androgen memengaruhi tingkat kelebatan bulu dan hasrat seksual, tapi menurut banyak studi tidak ada korelasi langsung yang membuktikan bulu yang lebat berarti libido tinggi.Â
Sebaliknya, stigma sosial dan psikologis yang melekat pada keberadaan bulu tubuh pada perempuan seringkali menekan hasrat seksual mereka, karena memburuknya citra diri.Â
Libido adalah fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh genetik, hormon, hubungan, dan yang terpenting, kesehatan mental serta persepsi diri. Tidak ada kaitannya secara langsung dengan ketebalan bulu.Â
Yang jelas, narasi semacam ini hanya memandang perempuan sebagai objek seksualitas semata.Â
Penutup
Publik harus menyadari dan memandang bahwa keberadaan bulu tubuh terutama pada perempuan sebagai sesuatu yang normal dan menjadi kenyataan biologis yang given.
Bulu tubuh adalah tanda alami dari kedewasaan seksual perempuan maupun pria, tak perlu lah menjual narasi-narasi palsu yang menghubungkan bulu dengan libido tinggi yang sejatinya semakin mereduksi perempuan menjadi objek seksual.
Penting untuk disadari bahwa tidak ada standar "normal" yang universal, hasrat seksual merupakan sesuatu yang kompleks, tidak ditentukan oleh ketebalan bulu.Â
Keputusan untuk menghilangkan, memangkas, atau membiarkan bulu tumbuh sepenuhnya harus didasarkan pada kenyamanan pribadi dan pilihan bebas, bukan karena kepatuhan terhadap standar ganda yang telah lama berakar.Â
Sudah saatnya kita melihat bulu tubuh sebagai kenyataan biologis yang sah, bukan "musuh" yang harus diberantas demi citra kecantikan yang dibentuk oleh pihak lain.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI