Seperti saat Promotheus yang memberikan api kehidupan abadi kepada manusia, dalam mitologi Yunani Kuno.
Tak hanya sampai disitu, secara kultural hasrat menjadi abadi juga dituangkan dalam ruang audio visual tak terbatas teks, film bertajuk "Higlander" misalnya memaparkan begitu jelas keinginan untuk mencapai keabadian yang menjadi mimpi manusia.
Namun, semuanya tak lebih dari proyek eskapisme manusia modern melawan kefanaan tumbuhnya sendiri.
Itu lah makanya teks-teks dan elan kultural tentang menjadi abadi yang tersebar dalam budaya populer dipenuhi gagasan-gagasan yang terkesan shallow, dan kering akan makna.
Menjadi abadi itu sejatinya tak hanya berkutat pada masalah kerutan di wajah, memperpanjang nyawa manusia dengan berbagai teknologi atau berbagai upaya fisik lainnya.
Menjadi abadi itu berarti memiliki semangat yang tetap muda seperti yang diproklamirkan oleh Alphaville lewat lagunya bertajuk "Forever Young"
Dalam lagu itu, betapa hebatnya pun semangat muda itu digelorakan, tapi semuanya tergantung kepada tubuh manusia yang fana.
Oleh sebab itu, mumpung tubuh kita masih mampu menopang elan untuk membangun semangat muda, itu lah yang harus terus digaungkan dan dimanifestasikan lewat tindakan nyata.
Intinya, selagi muda kita harus memiliki upaya nyata yang besar untuk menuntaskan mimpi-mimpi kita dan sejatinya, memanifestasikan mimpi menjadi karya itu lah yang akan membuat manusia menjadi  abadi.
Dan saat melakukannya, kerjakan sembari menikmati hidup, sesuai hasrat diri. Â Seperti yang dituangkan dalam paragraf awal lagu yang dipopulerkan band asal Jerman tersebut.
"Let's start in style, let's dance for a while,
Heaven can wait we're only watching the skies.
Hoping for the best, but expecting the worst,
Are you gonna drop the bomb or not?"