Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Mimpi Buruk Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, akibat Salah Pilih Pemenang Tender?

15 Oktober 2021   11:41 Diperbarui: 15 Oktober 2021   11:49 1095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membengkaknya nilai proyek KCJB ini disebabkan oleh sejumlah masalah, antara lain perubahan desain dan rute karena kondisi geografis dan geologis yang dinilai berbeda dari perkiraan awal.

Kondisi ini sebenarnya tak perlu terjadi andai feasebility study yang dilakukan para pihak yang terlibat dilakukan secara menyeluruh dan lengkap, kawasan Walini dan Padalarang di perbatasan Bandung yang dijadikan alasan perubahan desain dan rute ya memang seperti itu, tak mungkin secara geografis dan geologis berubah-rubah dalam waktu pendek .

Masalah feasibility study dalam pembangunan proyek KCJB yang belum lengkap inilah  sedari awal memang banyak dipermasalahkan oleh banyak pihak.

Selain itu ada sejumlah hal lain yang membuat KCJB itu menuai polemik, beberapa pihak termasuk Menteri Perhubungan Ignasius Jonan kala itu kurang setuju dengan proyek KCJB ini mereka berargumen jarak yang pendek antara Jakarta-Bandung tak cocok untuk membangun kereta cepat. Kereta cepat menurut mereka lebih layak untuk trase Jakarta-Surabaya yang jaraknya lebih jauh. 

Proyek KCJB ini pun bertambah ramai karena persaingan antara China dan Jepang. Studi kelayakan proyek kereta api cepat ini awalnya dilakukan oleh Jepang pada tahun 2014. 

Ditengah jalan, tiba-tiba China masuk dan melakukan studi kelayakan serupa setelah nota kesepahaman antara Indonesia dan China ditandatangani.

Pemerintah saat itu beralasan membuka peluang bagi pihak lain di luar Jepang agar pemerintah Indonesia sebagai end user proyek kereta api cepat ini bisa memiliki pilihan lain.

Ketika akhirnya keduanya beradu tender, Jepang menawarkan biaya lebih tinggi yakni sebesar US$ 6,2 milyar dan meminta jaminan pemerintah dalam masalah pembiayaan selanjutnya.

Sementara China menyanggupi biaya yang lebih rendah senilai US$ 5,5 milyar dan tanpa meminta jaminan pemerintah atas berbagai masalah pembiayaan kedepannya, semua pendanaannya akan menggunakan skema business to business.

Keunggulan komparatif inilah yang kemudian membuat pemerintah Indonesia lebih memilih China untuk melaksanakan pembangunan proyek KCJB ini.

Ironisnya, saat ini semua keunggulan komparatif keterpilihan China dibanding pihak Jepang dalam proyek tersebut faktanya sirna menguap. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun