Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD lewat akun Twitter-nya @mohmachfudmd.
Polemik terkait 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi mulai memasuki babak baru, setelah Presiden Jokowi menyetujui mereka untuk bergabung menjadi ASN dilingkungan Polri seperti yang dicuitkan oleh Menteri Koordinator"Kontroversi ttg 56 Pegawai KPK yg terkait TWK bs diakhiri. Mari kita melangkah ke depan dgn semangat kebersamaan. Langkah KPK yg melakukan TWK menurut MA dan MK tdk salah scr hukum. Tp kebijakan Presiden yg menyetujui permohonan Kapolri utk menjadikan mereka sbg ASN jg benar." Tulis Mahfud.
Sebelumnya, seperti yang dilansir Kompas.com, Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo berencana merekrut 56 pegawai KPK yang tak lolos TWK untuk menjadi ASN di lingkungan Polri tersebut.
Ke-56 orang pegawai KPK tersebut akan ditugaskan di Bareskrim Polri untuk membantu penyelidikan tindak pidana korupsi.
Untuk itu Listyo telah berkirim surat pada Presiden Jokowi.
"Kami berkirim surat untuk memohon terhadap 56 orang yang melaksanakan TWK yang tidak lulus dan tidak dilantik sebagai ASN KPK untuk bisa kami tarik dan kami rekrut menjadi ASN Polri," kata Listyo seperti dilansir Kompas.com Selasa (28/09/21).
Nah, atas dasar surat tersebut Jokowi menyetujui permohonan tersebut, menurut  Mahfud  dasar hukum dari persetujuan Presiden Jokowi itu ialah Pasal 3 ayat 1 Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil yang berbunyi
"Presiden berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil"
Artinya dengan dasar hukum seperti tertulis diatas polemik 56 pegawai KPK yang tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) saat ujian masuk ASN yang kemudian membuat mereka diberhentikan oleh KPK, sejak awal sebenarnya bisa saja dianulir  oleh Presiden Jokowi.
Pertanyaannya kemudian mengapa Presiden tidak melakukannya malah seolah membiarkan sehingga isunya menjadi liar dan kegaduhan terus terjadi.?
Ada 2 jawaban menurut saya tentang hal ini, pertama jawaban normatif karena Presiden berusaha untuk menghormati keberadaan lembaga KPK sebagai sebuah institusi negara seperti halnya ia menghormati Otoritas Jasa Keuangan ( OJK), Ombudsman atau lembaga-lembaga negara yang lain.