Isu Jokowi 3 periode kembali mengemuka setelah sekelompok orang yang dimotori oleh pengamat politik M.Qodari mendirikan Sekretariat Nasional Relawan Jok-Pro 2024 Sabtu (19/06/21) kemarin.
Menurut Sekretaris Jenderal Jok-Pro, Timothy Ivan seperti dilansir CNNIndonesia.Com organisasi relawan ini dibuat untuk mendukung Jokowi agar maju kembali dalam pemilihan presiden untuk periode jabatannya yang ke-3.
Sesuatu yang sebenarnya tak dimungkinkan menurut Pasal 7 Â Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi;
"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan."
Artinya jatah Jokowi untuk maju dalam pilpres sudah tidak ada lagi, jika memaksakan untuk tetap maju berarti Pasal 7 UUD'45 tersebut harus di amandemen terlebih dahulu.
Nah, celah ini lah yang diyakini oleh M. Qadari, amandemen kan bisa dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat yang beranggotakan anggota Legislatif dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Apalagi anggota Dewan saat ini didominasi oleh Partai-Partai politik pendukung Jokowi, jadi kans untuk melakukan amandemen UUD'45 menjadi lebih terbuka.
Qadari berkeyakinan, menyatukan Jokowi dan Prabowo dalam Pilpres 2024 dapat menekan polarisasi seperti yang terjadi di 2 Pilpres terakhir.
"Supaya enggak terjadi polarisasi ekstrem, maka Jokowi-Prabowo gabung aja. Cebong dan kampret gabung. Lawan kotak kosong insyallah polarisasi akan turun. Akan aman damai dan lancar," kata dia.
Tesis yang bisa dipahami, meskipun faktanya tak sepenuhnya benar. Jika asumsi Qadari ini benar polarisasi seharusnya hari ini tak terjadi lagi, lantaran jika kita lihat situasi politik saat ini segala kegaduhan yang terjadi apapun masalahnya adalah residu dari keterbelahan pada Pilpres 2019 lalu.
Padahal secara de facto dan de jure Prabowo Subianto dengan Gerindra-nya sudah bergabung ke dalam koalisi pemerintahan Jokowi.