Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mencoba Memahami Pro dan Kontra Perpres 10/2020 Tentang Miras

2 Maret 2021   13:45 Diperbarui: 2 Maret 2021   19:54 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sementara untuk minuman beralkohol yang kita kenal dengan sebutan bir, pabriknya sudah ada di Indonesia sejak tahun 1929. Saat itu perusahaan Bir asal Belanda Heineken, membuka pabriknya di Surabaya Jawa Timur.

Setelah memasuki masa kemerdekaan perusahan belanda tersebut di nasionalisasi dan pabrik tersebut berganti nama menjadi PT Multi Bintang Indonesia, dengan merk Bir Bintang pada tahun 1960-an.

Selain Multi Bintang, produsen bir dan minuman beralkohol utama lain adalah PT. Delta Djakarta yang memiliki merek Bir Anker yang cukup terkenal. Sebagian Saham perusahaan bir ini bahkan dimiliki oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta, dengan sumbangan untuk APBD DKI 2019 lebih dari Rp. 100 milyar.

Lantas ada satu lagi perusahaan bir, yakni PT. Bali Hai Brewery Indonesia yang salah satu produksinya dikenal dengan merek Bali Hai. Selain perusahaan minuman beralkohol yang jelas legalitasnya tersebut ada ribuan produsen minuman beralkohol rumahan yang tersebar diseluruh wilayah Nusantara ini.

Makanya kemudian untuk mengatur produksinya dikelaurkanlah Perpres nomor 10/2021 ini. Menurut Deputi Deregulasi Penanaman Modal di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Yuliot, regulasi industri minuman beralkohol sudah dibahas sejak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dilakukan.

Dengan tujuan untuk mendorong terbukanya usaha mikro dan menengah di daerah. Selain juga demi melindungi masyarakat yang mengonsumsi minuman tersebut. Pasalnya selama ini peredaran minuman beralkohol tidak terkontrol sehingga kerap memakan korban.

Riset Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menunjukkan sepanjang 2008 hingga 2013 ada sekitar 230 korban tewas akibat mengonsumsi miras tak berizin. Kemudian pada 2014 - 2018, jumlah korbannya naik dua kali lipat mencapai sekitar 540 orang.

Untuk itulah kemudian, pemerintah berpikir dibuka saja keran investasinya, namun dibatasi di wilayah-wilayah yang industri minuman beralkohol tradisionalnya sudah banyak.

Pada tahap awal pembuatan minuman beralkohol ini akan dimulai di empat provinsi yang memiliki industri alkohol lokal, dan secara budaya mereka memang memiliki kebiasaan dalam mengkonsumsi minuman keras, yakni Provinsi NTT, Bali, Sulawesi Utara, dan Papua.

Namun hingga saat ini baru 3 pemerintah provinsi yang mengajukan izin tersebut ke BKPM, yakni NTT, Bali, dan Sulawesi Utara. Diluar keempat provinsi tersbut sebenarnya mereka bisa mengajukan izin serupa, namun harus ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.

Diantaranya tentang kearifan lokal di daerah tersebut, harus berkoordinasi dan diberikan persetujuan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat, serta harus memenuhi standar teknis pengolahannya, mulai dari bangunan hingga bahan baku yang digunakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun