Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Windows Dressing Merusak Jiwasraya dan Menyebabkan Kerugian di Asabri Sebesar Rp.17 Triliun

22 Januari 2021   16:07 Diperbarui: 22 Januari 2021   16:15 1009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus PT. Asuransi Jiwasraya masih jauh dari selesai, muncul lagi kasus asuransi lain. PT. Asabri kini disebutkan dalam kondisi merugi, yang konon kerugiannya lebih besar dari Jiwasraya, dugaan kerugian Asabri mencapai Rp. 17 triliun lebih besar Rp. 200 miliar di banding kerugian yang di derita Jiwasraya.

Kerugian berindikasi tindak pidana korupsi yang terjadi pada dua perusahaan asuransi pelat merah ini modus operandinya nyaris serupa yakni, terkait investasi di portofolio saham.

"Iya, modus operandinya sama, bahkan ada mungkin beberapa orangnya yang sama. Tapi nantilah. Yang penting itu akan dibongkar karena itu melukai hati kita semua," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan,  Mahfud M.D. seperti dilansir Bisnis.com.

Biasanya kasus kesalahan investasi ini bisa terjadi karena pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap investasi di perusahaan itu melakukan windows dressing agar tak terdeteksi ketika audit dilakukan, sehingga dalam laporan keuangannya tak terlihat inveatasinya merugi.

Windows dressing merupakan sebuah metode yang digunakan perusahaan untuk menyajikan laporan keuangan yang bagus dan menarik, namun tidak sesuai dengan kinerja perusahaan atau portofolio investasi yang sesungguhnya, dengan cara mempercantik atau memoles laporan keuangan sebelum disajikan kepada para pemangku kepentingan.

Normalnya, windows dressing ini akan dilakukan saat akhir tahun agar laporan keuangan mereka diakhir tahun terlihat bagus dan dianggap tak bermasalah.

Metode ini bisa berhasil dilakukan bila dilakukan secara bersama-sama, bahkan hingga titik tertentu terorganisir dengan baik, dan ada satu hal lain yang lebih penting, biasanya metode ini tidak akan bisa dilakukan oleh orang yang tak menduduki posisi tinggi bahkan kerap dilakukan oleh individu dalam posisi puncak  di sebuah perusahaan.

Sebagai contoh dalam kasus Jiwasraya hampir seluruh tersangka dan kini masing-masing sudah dihukum seumur hidup merupakan petinggi perusahaan asuransi milik negara ini.

Hal itu bisa terjadi lantaran serapi apapun "menata jendela" dilakukan akan ada masa metode ini tak bisa lagi menutupi keterpurukan kinerja perusahaan.

Ini lah yang terjadi dengan Jiwasraya yang mulai ramai menjadi perhatiaan publik setelah salah satu produknya,  JS Saving Plan gagal bayar.

Nah untuk PT. Asabri ini agak sedikit berbeda kendati kerugian investasi yang mereka alami sangat masif, tapi tak ada satu pun kasus gagal bayar. 

Kondisi operasional perusahaan Asabri secara keseluruhan pun berjalan normal dan baik-baik saja. Seluruh klaim yang diajukan nasabahnya yang merupakan para pegawai di lingkungan TNI dan Kepolisian bisa dibayar tepat waktu.

Mengapa hal itu bisa terjadi, kondisi ini kini tengah di audit investigasi secara mendalam oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Namun yang jelas menurut data yang dirilis oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) per 13 Januari 2021, ada 13 saham yang dimiliki Asabri lebih dari 5 persen dan 8 saham diantaranya lebih rendah dari harga pada saat Asabri membelinya.

Dari 8 saham itu, 4 diantara masuk pada jurang saham "gocap" alias saham yang nilainya mentok diharga terendah di bursa yakni Rp.50 per lembar saham.

Empat saham gocap tersebut antara lain, Sidomulyo Selaras Tbk (SDMU) di mana harga IPO saat dibeli oleh Asabri sebesar Rp225 per saham, Inti Agri Resources Tbk (IIKP) harga IPO Rp450 per saham, SMR Utama Tbk (SMRU) harga IPO Rp600 per saham, dan Hanson Internasional Tbk (MYRX) harga IPO bahkan mencapai Rp9.900 per saham.

Pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN, kini masih menunggu proses pendalaman bersama Kementerian Pertahanan dan Kemenkopolhukan untuk menentukan strategi apa yang akan digunakan dalam menyelesaikan kasus Asabri ini.

Yang jelas strategi yang akan digunakan berbeda dengan yang dilakukan dalam menyelesaikan kasus Jiwasraya. Lantaran menurut Wamen BUMN Kartiko Wirdjoatmojo, Asabri merupakan perusahaan asuransi sosial sementara Jiwasraya bersifat privat, sehingga penyelesaiannya tak bisa bisnis ke bisnis (B2B).

Dalam kasus Asabri ini pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya memiliki kewenangan dan pengawasan terbatas terhadap perusahaan asuransi milik tentara ini.

Sehingga OJK tak bisa terlalu dalam mengawasinya, ini lah mungkin salah satu  yang menjadikan  para pelaku windows dressing di Asabri bisa leluasa mematut matutkan laporan kinerja investasinya yang tidak patut itu.

Ke depan mungkin aturannya bisa dibuat lebih jelas terhadap seluruh organisasi keuangan yang bersifat mengumpulkan dana masyarakat terlepas siapa pun yang memilikinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun