Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Duit Jiwasraya Katanya Mampir Ikut Kampanye Jokowi, Cuma Bualan?

30 Desember 2019   08:47 Diperbarui: 16 Januari 2020   19:01 1089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus yang sedang menimpa Jiwasraya ini terus melebar kemana-mana. Jauh melenceng ke arah yang bukan seharusnya. Permasalahan Jiwasraya, sejatinya masalah tata kelola yang buruk, mismanegement, dan hukum.

Sekarang mulai rame disebutkan bahwa uang Jiwasraya ada yamg sempat mampir untuk dipakai kampanye Jokowi dalam Pemilihan Presiden 2019 lalu.

Ya selalu seperti ini, cocokologi dipakai buat melempar isu yang tak jelas kebenarannya. Teori konspirasi selalu cocok untuk dipakai menggabungkan berbagai isu menjadi sebuah isu baru untuk menyerang pihak tertentu.

Dugaan saya, ini berawal ketika Jokowi membuat pernyataan  bahwa kasus Jiwasraya itu sangat sulit untuk diselesaikan karena masalahnya sudah menahun, namun pemerintahnya tetap berkomitmen menyelesaikan masalah Jiwasraya ini.

"Ini persoalan yang sudah lama sekali 10 tahun yang lalu, problem ini yang dalam tiga tahun ini kita sudah tahu dan ingin menyelesaikan masalah ini," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Balikpapan, Rabu (18/12/19). Seperti yang dilansir Kompas.com.

Nah, ketika yang dibicarakan 10 tahun lalu ada lah pihak yang tersinggung. 10 tahun lalu kan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) , ya memang semua orang juga yahu.

Namun menurut saya, Kalimat Jokowi itu tak menunjuk pemerintahan SBY yang membuat Jiwasraya sakit. 

Jokowi cuma mau menerangkan bahwa kondisi Jiwasraya itu memang sakitnya sudah menahun dan harus diselesaikan, Erick Thohir sebagai Menteri BUMN akan berkordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Keuangan, dan Kejaksaan untuk menyelesaikan ini.

Tak ada unsur menyalahkan pemerintahan sebelum. Ya karena sensitifitas seseorang itu berbeda-beda, mungkin orang-orang yang ada di Pemerintahan 10 tahun lalu lagi sensi saja sih.

Selepas Jokowi mengucapkan hal tersebut, mulai lah ada gerakan melalui isu-isu yang terlihat akan menyeret masalah gagal bayar Jiwasraya ini ke ranah poltik.

Apalagi kemudian mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Harry Prasetyo, yang dianggap bertanggung jawab atas terjadinya gagal bayar produk JS Saving Plan, masuk ke dalam jajaran staf Kantor Staf Presiden (KSP).

Moeldoko orang yang merekrut Harry Prasetyo sebagai Tenaga Ahli Deputi III bidang kajian dan pengelolaan isu-isu ekonomi. Moeldoko mengaku dirinya tak mengetahui keterlibatan Harry dalam urusan Jiwasraya. 

Karena saat Harry direkrut kasus Jiwasraya belum mencuat, tapi ia mengakui bahwa KSP kecolongan ketika merekrut Harry. Ia beralasan sistem rekrutmen saat itu belum seketat sekarang.

"Waktu itu seleksinya saya juga harus jujur, seleksinya tidak seperti sekarang. Sekarang sangat ketat. Kalau dulu kurang, kurang ketat seleksinya," kata Moeldoko Seperti yang dilansir Kompas.com.

Sekaligus Moeldoko menegaskan bahwa Harry sudah tak di KSP dan secara pribadi tak ada hubungan apapun dengan  dirinya

"Ada isu Pak Harry menantu saya, keponakan, ada bapaknya bos saya. Saya baru kenal Pak Hatry itu baru di KSP ini. Kan di sini dalam mencari SDM terbuka," ujar dia.

Nah rangkaian ini lah yang kemudian membuat kasus Jiwasraya mulai diseret-serer ke ranah politik, dikembangkanlah cerita begitu rupa.

Padahal clear Jiwasraya bermasalah dalam tata kelola perusahaan, mismanagement dan investasi yang serampangan yang kemudian berimplikasi masalah hukum.

Untuk masalah hukumnya, berdasarkan penyelidikan yang sudah dilakukan Kejaksaan Agung, negara berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp. 13,7 triliun akibat salah investasi yang dilakukan manajemen Jiwasraya.

Untuk itulah kemudian Kejaksaan Agung merekomendasi kan Cekal terhadap 10 orang yang dianggap terlibat dalam masalah investasi sembrono Jiwasraya ini.

Dari pihak Jiwasraya, Hendrisman Rahim mantan Dirut, Harry Prasetyo mantan DirKeu, Mantan Direktur Investasi Heru Hidayat dari pihak swasta ada nama yang terkenal di kalangan pasar modal dengan reputasi yang tak terlalu baik, Beny Tjokrosaputro, kemudian yang berinisial  DYA, MZ, DW, GLA, ERN dan AS.

Sekali lagi, sengkarut Jiwasraya  ini clear tak ada urusannya dengan politik.  PT Asuransi Jiwasraya telah menempatkan saham sebanyak 22,4% senilai Rp5,7 triliun dari Aset Finansial. Menurutnya, dari jumlah tersebut, 5% dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik (LQ 45) dan 95% dana sisanya ditempatkan di saham berkinerja buruk.

Itu  penyebab utama terjadi kerusakan yang sangat masif di Jiwasraya. Tak ada hubungannya dengan politik praktis seperti yang sekarang mulai diramaikan.

Menanggapi isu ini, PDIP partai pengusung Jokowi ,melalui salah satu fungsionarisnya Deddy Situros menyatakan, pernyataan bahwa salah satu sunber dana kampanye Jokowi-Maaruf dari Jiwasraya itu sangat berbahaya.

"Itu kesimpulan yang kekanak-kanakan, jumping, itu conclusion, nggak paham, nggak ngerti, ngomong langsung lompat konklusi. Itu miss leading. Saya kira itu harus dipertanggungjawabkan" ujar Dedy, di Jakarta Sabtu (28/12/19) akhir pekan lalu seperi yang saya kutip dari CNBCIndonesia.com

Saya rasa menyeret kasus Jiwasraya menjadi kasus politik apalagi tanpa dasar yang kuat, akan membuat penyelesaian masalah Jiwasraya ini menjadi berlarut-larut.

Dilain pihak pemerintah harus segera menyelesaikan ini dengan cepat, agar tak terus di goreng kemana-mana. Aksi harus segera dilakukan untuk menyelematkan nasabah-nasabah Jiwasraya.

Sumber: satu, dua, tiga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun