Mohon tunggu...
Feni Choirunnisa
Feni Choirunnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa jurusan Manajemen, di ITB AHMAD DAHLAN JAKARTA.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Job Fair & Rekrutmen Massal: Efisiensi dalam Manajemen Sumber Daya Manusia

1 Juli 2025   22:40 Diperbarui: 1 Juli 2025   22:36 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto we are hitring (Sumber: Pixabay)

Di tengah hiruk-pikuk dunia kerja Indonesia, job fair atau bursa kerja kerap menjadi magnet bagi ribuan pencari kerja yang berharap menemukan pintu masuk ke dunia profesional. Di sisi lain, perusahaan memanfaatkan momen ini untuk berburu talenta potensial, mempercepat proses rekrutmen, dan memperkuat citra mereka di mata publik. Namun, di balik gemerlap booth dan deretan CV yang menumpuk, muncul pertanyaan yang belakangan ramai di media sosial: benarkah job fair hanya sekadar formalitas, atau justru masih relevan dan efisien dalam manajemen sumber daya manusia, khususnya dalam rekrutmen massal?   

Cerita tentang job fair selalu menarik untuk diulik. Bayangkan sebuah aula besar yang dipenuhi booth perusahaan, dari startup digital hingga korporasi multinasional, semua berlomba menawarkan posisi strategis dan janji karier cemerlang. Para pencari kerja, dengan setumpuk CV di tangan, bergantian memperkenalkan diri, berharap bisa memikat hati recruiter dalam hitungan menit. Di balik layar, HRD perusahaan sibuk menyeleksi, mewawancarai, dan menilai kandidat secara langsung. Proses yang biasanya memakan waktu berminggu-minggu, kini bisa dipangkas menjadi hanya beberapa jam atau hari saja.   

Dari sudut pandang manajemen sumber daya manusia, efisiensi adalah kata kunci. Job fair menawarkan solusi praktis: mempertemukan banyak kandidat dan perusahaan dalam satu waktu dan tempat, mempercepat proses screening, bahkan membuka peluang wawancara on-the-spot. Tidak hanya itu, perusahaan juga bisa memperluas networking, membangun employer branding, dan menghemat biaya promosi yang biasanya lebih mahal jika dilakukan secara terpisah. 

Namun, narasi soal job fair sebagai ajang formalitas memang tak bisa diabaikan. Ada anggapan bahwa beberapa perusahaan hanya sekadar "numpang lewat", ikut serta tanpa benar-benar membuka lowongan atau sekadar ingin memoles citra perusahaan di mata publik. Bahkan, muncul isu bahwa ada perusahaan yang "dipaksa" ikut job fair meski tidak sedang membuka rekrutmen aktif. Kementerian Ketenagakerjaan sendiri menegaskan bahwa anggapan ini keliru, sebab banyak pencari kerja yang benar-benar diterima bekerja lewat job fair. Job fair, menurut Kemnaker, adalah upaya nyata untuk mempercepat penyerapan tenaga kerja dan bukan sekadar kegiatan seremonial.   

Meski demikian, Menteri Ketenagakerjaan juga mengakui tidak bisa menjamin bahwa semua perusahaan yang ikut job fair selalu membawa lowongan sungguhan. Ada saja kemungkinan sebagian perusahaan hadir hanya sebagai bentuk kepatuhan administratif atau sekadar menjaga eksistensi di hadapan publik. Namun, fakta di lapangan tetap menunjukkan bahwa banyak perusahaan memanfaatkan job fair sebagai sarana efektif untuk mengisi posisi strategis dan mendesak, apalagi di era digital saat job fair juga bisa digelar secara hybrid menggabungkan tatap muka dan daring---untuk menjangkau lebih banyak talenta.   

Bagi para pencari kerja, job fair tetap menjadi ajang yang penuh harapan. Selain peluang mendapatkan pekerjaan, mereka juga bisa memperluas jaringan profesional, mengenal lebih banyak perusahaan, dan bahkan mendapatkan wawancara langsung yang bisa mempercepat proses seleksi. Sementara bagi perusahaan, job fair adalah kesempatan emas untuk mengakses talent pool yang luas, menilai kandidat secara langsung, dan memperkuat citra perusahaan di mata publik.   

Pada akhirnya, apakah job fair sekadar formalitas atau benar-benar efektif, sangat bergantung pada komitmen dan transparansi semua pihak yang terlibat. Jika perusahaan sungguh-sungguh membuka lowongan dan melakukan proses seleksi secara transparan, job fair tetap relevan sebagai instrumen efisiensi dalam manajemen sumber daya manusia---khususnya di tengah kebutuhan rekrutmen massal yang cepat dan praktis. Namun, jika hanya dijadikan ajang seremonial tanpa niat rekrutmen nyata, maka kekhawatiran soal formalitas tentu tak bisa dihindari. Kenyataannya, di tengah segala dinamika, job fair masih menjadi salah satu jembatan penting antara dunia pendidikan dan dunia kerja di Indonesia, dan efisiensinya dalam proses rekrutmen massal tetap layak dipertahankan dan disempurnakan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun