Belajar sambil bermain itu emang luar biasa asyiknya. Menjadi salah satu bagian dari program pembuatan instalasi biogas ini menambah pengetahuan dan pengalaman baru khususnya bagi saya. Berbagai kendala dapat menjadi masalah serius jika tidak ditangani secara nyata. Bermula dari tantangan pembuatan proposal program kreatifitas masyarakat yang dijadikan salah satu tugas penting oleh pembimbing, membuat saya keluar dari zona nyaman perkuliahan.Â
Sosialisasi yang terbilang cukup menguras energi dan perasaan, survei lapangan dan studi kasus membuat saya berpikir jika hidup adalah untuk kepentingan bersama. Keputusan mengolah limbah menjadi produk yang bernilai menjadi dasar munculnya kegiatan ini, dengan beralasan dapat mengurangi pemasan global. Tanpa adanya kerjasama diberbagai pihak mana mungkin kegiatan ini akan terlaksana dengan baik.
Masyarakat kelurahan Limau manis tepatnya di kampung Jawa pada umumnya berprofesi sebagai peternak. Gunungan kotoran sapi hanya dibiarkan begitu saja sehingga menyebabkan polusi udara yang berdampak terhadap kesehatan masyarakat menjadi alasan utama dalam pembuatan biogas ini, sebelumnya penggunaan kotoran sapi hanya sebagai pupuk kompos. Bapak Pendi merupakan salah satu anggota kelompok tani Gapoktan Tunas Harapan dan Mudo sakato dan berprofesi sebagai peternak yang peternakannya dijadikan sebagai tempat biogas.
Menurut Boer (2002), sektor peternakan berada pada posisi kedua terbesar setelah sektor pertanian sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca. Menurut IPCC (2006), emisi gas metana tertinggi ditempati oleh sapi perah, kerbau dan selanjutnya sapi potong masing-masing sebesar 61 kg/ekor/tahun, 55 kg/ekor/tahun dan 47 kg/ekor/tahun.Â
Menurut Ditjennak (2007), pada tahun 2007 sapi potong merupakan penghasil kotoran terbanyak dengan populasi 11,4 juta ekor. Menurut Ditjennak (2007) dan IPCC (2006), pada ternak ruminansia 96,1% emisi gas metana berasal dari fermentasi saluran pencernaan (enteric fermentation) dan dari kotoran sapi sebesar 3,9% (dalam Bamualim, dkk. Environmental Awareness On Beef Cattle Technology, 2008).
Dengan sedikit sentuhan teknologi, kotoran sapi dapat diubah menjadi biogas yang digunakan untuk memasak dan hasil sampingnya berupa lumpur yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk dan pakan bagi ikan. Pupuk yang diolah ini dapat bernilai jual dan membuka lapangan kerja serta usaha bagi masyarakat sekitar sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Selain itu, peternak dapat bekerja sama dengan petani dalam pemanfaatan pupuk hasil samping biogas menjadi salah satu alternatif dalam mengurangi penggunaan pupuk anorganik yang dapat merusak unsur hara yang terkandung didalam tanah. Sehingga dengan adanya pupuk ini dapat menurunkan biaya produksi dalam bidang pertanian. Â
Dengan adanya biogas dapat mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar LPG dan kerosin (minyak tanah) serta diharapkan kepada masyarakat agar tidak lagi memanfaatkan kayu bakar karena daerah ini menjadi langganan banjir bandang beberapa kali. Adapun dampak yang ditimbulkan tidak hanya menderita kerugian harta benda namun juga menelan korban.
Kegiatan ini sesuai dengan Peraturan presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional pasal 1, poin ke 4 yang berbunyi energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, bahan bakar nabati (biofuel), aliran air sungai, panas surya, angin, biomassa, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut (dalam batan.go.id. pdf).
Menurut Wahyuni (2011), biogas yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak, lampu biogas, penerapan alat pasteurisasi susu dan peralatan rumah tangga lainnya yang berbahan bakar biogas. Kebutuhan energi untuk proses memasak dalam satu keluarga rata-rata 2.000 liter biogas per hari. Untuk memenuhi kebutuhan energi dalam satu keluarga dibutuhkan 2-3 ekor sapi. Dari 2 ekor sapi yang dipelihara dapat menghasilkan 45,5 kg kotoran dan kemudian diproduksi menjadi energi listrik untuk 4 lampu yang berkekuatan 75 watt selama 6 jam (dalam menghasilkan biogas dari aneka limbah).Â
Menurut tim biru (2010), ada 6 bagian utama dari suatu digester, yaitu : inlet(tangki pencampur) sebagai tempat memasukkan campuran kotoran sapi dan air), digester (ruang fermentasi anaerob), penampung gas (ruang penyimpanan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi), outlet (ruang pemisah) sebagai tempat hasil samping berbentuk lumpur (slurry) / tempat kotoran yang telah mengalami proses fermentasi oleh bakteri., sistem pengangkut gas dan lubang kompos kotoran hewan yang telah hilang gas / lumpurnya. Model pengembangan biogas di Indonesia dapat dilihat pada gambar  dibawah ini :Â
Desain biogas yang digunakan adalah jenis kubah tetap (fixed dome). Menurut Suyitno, dkk (2010), digester ini mempunyai volume yang tetap. Kelebihan dalam penggunaan digester ini diantaranya adalah sederhana karena dapat dikerjakan dengan mudah, biaya konstruksi rendah, dapat dipilih penggunaan material yang tahan karat, berumur panjang, dan dibuat didalam tanah sehingga menghemat tempat. Sedangkan kekurangannya bagian dalam reaktor tidak terlihat sehingga jika terjadi kebocoran tidak dapat dideteksi langsung, tekanan gas berfluktuasi bahkan fluktuasinya sangat tinggi, suhu digester rendah (dalam teknologi biogas). Â Â
Desain biogas yang disediakan terdiri dari dua bahan berupa plastik bening dan tangki air berbentuk kubus berukuran 1 m3. Nama lain dari tangki ini adalah digester, reaktor atau fermentor. Perbedaan digester ini  tidak hanya dari segi bahan namun juga dari biaya dan jangka waktu penggunaannya. Untuk digester plastik bening lama pemakaian lima tahun dan biayanya juga lebih murah sedangkan untuk digester berukuran kubus lama pemakaian mencapai delapan tahun.
Referensi
- Oleskowics-Popel, P.: Biogas and Bioethanol Production in Organic Farming. National Laboratory for Sustainable Energy2010.
- M. Bamualim, A.; Thalib, A.; N. Anggraeni, Y.; Mariyono.: Environmental Awareness On Beef Cattle Technology Wartazoa2008, Vol. 18 No.3 Th. 2008.
- Tim Casindo NTB. Rencana Aksi Energi Terbarukan Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010-2025, p.2, 2010.
- http://www.batan.go.id/prod_hukum/extern/Perpres5_2006.pdf).
- Wahyuni.Menghasilkan Biogas dari Aneka Limbah.2011.
- Tim biru.Panduan konstruksi model instalasi biogas Indonesia.2010