"Karena orang Sunda welas asih, kan lebih dekat dengan kalimat-kalimat yang lebih bisa dipahami oleh masyarakat. Lalu memori, Al-Ihsan kan ada memori panjang enggak usah disebutkan memori panjangnya. Sehingga memori itu kita coba dibangun dengan brand baru."
 Berikut kutipan pernyataan KDM alias Kang Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat sebagai alasan mengapa Al-Ihsan diubah menjadi Welas Asih.Â
Sebenarnya agak lucu juga diawal jika ingin terkesan menampilkan kesan budaya, atau mungkin lebih pada tendensi politik terhadap rezim sebelumnya. Sepertinya bisa dipatahkan atau irelevan. To the point saja, mengacu pada dinamika di Provinsi tetangganya yaitu DKI Jakarta. Gubernur saat itu Anies Baswedan, getol mengubah-ubah nama semisal contoh Taman Honda Tebet menjadi Tebet Eco Park. Padahal taman tersebut bukan sekedar ganti nama melainkan rombak total alias bangun ulang kembali dan dengan branding baru. Apa respon masyarakat? Tetap saja, orang sudah terpaku bahwa Taman itu adalah Taman Honda. Belum terhitung beberapa nama jalan yang diubah jadi nama tokoh Nasional dan tokoh Daerah. Imbasnya? Tetap saja, masyarakat masih tahu itu nama jalan lamanya. Tidak relevan
To the point saja, bilamana Gubernur Jawa Barat ingin legacy dia terlihat secara jelas bahkan bakalan terngiang di masyarakat terutama akar rumput. Lebih efektif, jika nama Welas Asih dipakai untuk RSUD yang baru. Apalagi sejarahnya RSUD Al Ihsan dulunya adalah punya Yayasan kemudian berpindah jadi punya Pemprov karena satu dan lain hal (di berita ramai kan). Apa tidak lebih baik manakala Pemerintah Provinsi bangun RSUD yang murni baru untuk warga Jawa Barat. Maka demikian, cocok jika RSUD tersebut akan dinamakan sesuai keinginan Gubernur: Welas Asih. Lebih cocok lagi karena, ini sebagai komitmen Gubernur dengan meratakan akses kesehatan.
Meratakan? Mengapa? Ingat, Gubernur Jawa Barat dituntut rakyatnya agar tidak Bandung-Sentris. Relevannya agar RSUD tersebut bisa dibangun diluar Cekungan Bandung. Kalau perlu spesifik harus Tipe A. Why? Bayangkan Provinsi sepadat Jawa Barat yang penduduknya 50 Juta. Masa hanya mengandalkan RSHS Sebagai Rujukan Tipe A. Mungkin Aglomerasi Bogor Depok Bekasi atau Karawang dan Cianjur masih agak mudah karena bisa dekat dengan RSCM. Yang terbaru, ada RSUI dengan status baru sebagai Tipe A. Terus bagaimana Aglomerasi Pantura Subang hingga Cirebon maupun di Priangan Timur? Tentunya membebani sekali RSHS yang notabene adalah milik Pemerintah Pusat.
Maka demikian, lebih baik RS Welas Asih diberikan kepada RSUD yang dibangun dan dikelola Pemerintah Provinsi Jawa Barat di Aglomerasi yang mungkin RSHS punya datanya paling padat rujukan darimana. Disitulah dibuat Welas Asih itu. Pastinya akan sangat relevan, karena Pemerintah Provinsi sudah mewujudkan Welas Asihnya dengan membangun RSUD di daerah-daerah yang selama ini secara aksesibilitas sangat menantang. Memang secara fiskal sangat menantang karena modal awal bangun Tipe A butuh 500 M bahkan bisa lebih. Belum operasionalnya. Namun, lebih efektif daripada mengandalkan RS yang sudah overload seperti Hasan Sadikin.
Jadi bagaimana pandangan pembaca sekalian?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI