Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seni Memahami Diri: Dilematis Introvert Menjadi Ekstrovert

11 Februari 2021   22:02 Diperbarui: 11 Februari 2021   22:39 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selamat malam, apa kabar buat semua para pembaca (yang mungkin mau membaca) siapapun kalian inilah salam hangat saya buat semuanya terkesan kalian menyukai saya atau tidak. Hehe, sudah-sudah ntar malah basi jadinya

Seni Memahami Diri, mungkin istilah yang seperti ini sangatlah asing atau kurang enak juga kalo didenger kali yahh. Kalau menurut saya sendiri ini bisa dipahami sebagai sebuah introspeksi diri atas apa yang sudah dijalankan, atau bahasa yang lebih spesifik lagi sebagai sesuatu yang dirasa cukup dalam tentang segala sesuatu yang kita alami. Gambarannya kita diajak untuk menenangkan diri sambil melihat kebelakang tentang apa yang dilakukan. 

Kurang lebih seperti refleksi namun tidak sedrama refleksi yang mungkin saja kalian pahami sejauh ini kesannya memang agak rumit namun bagiku tidak karena kita telah membuka semuanya disini. Yahh ditulisan ini agar masing-masing khalayak bisa sama-sama tahu dan juga mampu mencari sebuah titik yang sebagaimana bisa dikembangkan atau yang menarik selama hidup anda mungkin dalam waktu dekat atau waktu yang jauh sekalipun. 

Plus, kurang lebih para pembaca sekalian mungkin juga diajak untuk seakan tidak percaya pada keadaan kok bisa yahh orang yang sok tau ini telah banyak berbicara dan berbuat sebagaimana mungkin orang yang memahami keadaan. Apalagi hal seperti ini sudah masuk ranah yang lebih scientific atau ilmu psikologi sendiri dengan memahami berbagai sifat atau karakter manusia sehingga bisa membantu mencari sebuah solusi atau jalan keluar dalam segala permasalahan yang dihadapi (Ingat sekali lagi saya tidak menekankan anda untuk membaca secara penuh jika hal ini membosankan, karena lama-lama saya juga bosan berbicara. Asal bukan melambaikan tangan jika tidak kuat ke kamera, fix itumah bukan refleksi namun misteri. Just kidding)

Kembali lagi pada persoalan yaitu membaca serta memahami sebuah perspektif diri tentang sesuatu yang terjadi. Nahhh sesuai dengan tema besarnya yaitu bagaimana sifat seseorang yang introvert menjadi ekstrovert mungkin merupakan sesuatu hal yang biasa. Namun ini mungkin sebuah cerita pengalaman untuk semua, bahwa tidak selamanya orang yang nasibnya introvert selalu hilang arah dalam bertindak. Justru tidak selamanya juga orang ekstrovert mampu mengelola arah hidupnya dengan baik. 

Sekali lagi memang manusiawi, hanya saja saya ingin sedikit banyak sharing terhadap kawan-kawan sekalian bagaimana menentukan pola pikir yang tepat utamanya guna mencari sebuah titik tepat dalam kehidupan bermasyarakat atau bersosialisasi sendiri yang dirasa memang butuh sebuah kemampuan dan tantangan. Bukannya menganggap ini sebagai kesulitan namun saya mengajak untuk kawankawan sekalian untuk sama-sama berpikir (berkaca kalau kalian punya kaca) apa sih yang sudah anda lakukan sejauh ini dan apa yang membuat anda punya kesan tersendiri terhadap sesuatu terlepas anda seorang introvert dan ekstrovert. 

2 Domain ini memang merupakan hal yang berbeda, kalau pake bahasa yang lebih ilmiah keknya susah. Namun saya mau menjelaskan lebih mudahnya saja bahwa introvert mungkin berkutat pada sesuatu yang terkesan menyukai kesendirian kalo di Kampus ada yang dikenal sebagai mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang) seperti saya dan jujur saya mengalami bahwa dari zaman saya sekolah dasar hingga saya menjadi mahasiswa saya tidak terlalu aktif bahkan serius mengerjakan sesuatu yang membutuhkan banyak tim atau kerjasama diantara berbagai golongan bahkan lebih mendekatkan diri terhadap masing-masing individu didalamnya. 

Mudahnya saya juga menjadi seorang yang mungkin masa bodo terhadap keadaan walau emang kita gabisa membohongi diri sendiri siapapun dia pasti punya harapan seakan-akan manusia yang seperti ini dianggap sebagai yang tidak punya harapan oleh karena tidak bekerja sama sekali, bahasanya bukan tidak bekerja namun berelasi sekuat mungkin paling banter hanya hubungan yang lebih substansional berdasarkan kepentingan saja karena mau gimanapun manusia tetap harus butuh orang lain, namun apakah selamanya butuh kan tidak. 

Begitu pandangan awalnya, itulah yang terpatri dalam diri saya selama ini, kurang lebih saya hanya mau asyik sendiri dan bahkan terkesan tidak pernah diganggu gugat soal apa yang menjadi dasar dan pertimbangan saya. Saya merasa memang ini tidak sepenuhnya benar namun itulah yang menjadi kodrat dalam diri saya bahwa saya mungkin sulit untuk mau lebih menggembar-gemborkan segala sesuatunya guna mencari teman sebanyak-banyaknya.

Barangkali ada yang mungkin saja menganggap bahwa orang-orang introvert adalah orang-orang yang mungkin tidak bisa hidup bertahan lama karena mereka mungkin saja cenderung apatis terhadap keadaan bahkan tidak punya daya juang yang tinggi untuk menggapai sebuah cita-cita atau harapan maka demikian paling tidak mereka tentu menyerah ketika dihadapkan pada situasi yang sulit. Anggapan itu bisa saja salah, yahhh mengapa demikian? 

Ingatlah bahwa manusia hidup tentu punya tujuan dan punya sesuatu yang diinginkan, seapatisnya dan semasa bodonnya orang tersebut selama mereka punya daya berpikir mereka tidak sejatinya menyendiri. Bahkan menurut pengalaman saya sendiri sebagai seorang yang introvert, justru saya semakin gigih dalam berjuang bahkan punya harapan untuk lebih baik bahkan tidak kalah kerasnya dengan seseorang yang mungkin ekstrovert dan punya daya sosial yang tinggi paling tidak untuk saling bekerjasama dan membangun koneksi seluas-luasnya guna memenuhi kebutuhan yang dihadapi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun