"Butuh 3 jam dan ketelitian ekstrem untuk bikin satu loyang lapis legit. Masih berani nyebutnya cuma kue biasa?"
Setiap kali Lebaran tiba, lapis legit hampir selalu hadir di meja tamu, biasanya berdampingan dengan kue kering yang cepat ludes. Tapi ada yang berbeda dari kue satu ini. Porsinya terbatas, tampilannya rapi, dan sering jadi sajian terakhir yang dimakan karena... ya, sayang kalau cepat habis. Lapis legit memang bukan kue sembarangan.
Warisan Kolonial, Rasa Lokal
Lapis legit berasal dari adaptasi kue Belanda bernama spekkoek. Tapi setelah masuk ke dapur-dapur Indonesia, cita rasanya berkembang. Orang Indonesia mulai memasukkan rempah khas seperti kayu manis, cengkeh, dan pala, yang membuat aromanya jauh lebih dalam dan autentik.
Hasilnya? Lapis legit jadi punya identitas baru: kue berlapis yang bukan cuma enak, tapi juga kaya makna.
Teknik yang Nggak Main-Main
Salah satu alasan kenapa lapis legit dianggap istimewa adalah proses masaknya. Kue ini tidak dipanggang sekaligus, tapi disusun satu lapis demi satu lapis, dengan jeda pemanggangan setiap kali adonan baru dituangkan.
Jumlah lapisannya bisa mencapai 18 hingga 20. Proses ini memakan waktu berjam-jam dan menuntut konsistensi rasa, tekstur, dan ketelitian dalam pemanggangan. Nggak heran kalau harganya premium, karena effort-nya pun luar biasa.
Simbol Keberkahan dan Ketekunan