Tahun buku 2024 menjadi babak kritis dalam perjalanan bisnis PT Gudang Garam Tbk [GGRM]. Laba bersih perusahaan anjlok 81%, dari Rp5,3 triliun di tahun 2023 menjadi hanya Rp981 miliar. Penurunan ini tidak berdiri sendiri-turunnya pendapatan, membengkaknya beban produksi, hingga kerugian dari segmen non-rokok menjadi serangkaian tantangan yang menumpuk dan belum terpecahkan secara strategis.Â
Kita akan mencoba mengupasnya dengan menggunakan SWOT Analysis, Porter’s Five Forces, Benchmarking Global, serta pendekatan turnaround strategy untuk membangun peta jalan konkret menuju pemulihan dan transformasi berkelanjutan.
Diagnosis Kinerja GGRM: Data dan Fakta
Pada tahun 2024, pendapatan Gudang Garam menurun sebesar 17% menjadi Rp99 triliun, turun dari Rp119 triliun di 2023. Ini adalah pertama kalinya dalam enam tahun terakhir pendapatan perusahaan berada di bawah Rp100 triliun. Penjualan produk andalan mereka, yaitu Sigaret Kretek Mesin [SKM], juga menurun 9% menjadi Rp87 triliun. Segmen non-rokok, yang meliputi infrastruktur dan karton, turut memperparah kondisi dengan kerugian masing-masing Rp377 miliar dan Rp104 miliar.
Di sisi lain, biaya pita cukai dan pajak rokok melonjak drastis hingga menyentuh Rp74 triliun-setara dengan hampir 75% dari total pendapatan-yang menekan margin keuntungan perusahaan secara signifikan. Beban usaha perusahaan juga meningkat 5% menjadi Rp7,7 triliun. Total aset GGRM mengalami penurunan 8,13% menjadi Rp84,93 triliun, sementara ekuitas perusahaan naik sedikit dari Rp60,86 triliun menjadi Rp61,91 triliun.
Analisis SWOT [Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats]
GGRM masih memiliki sejumlah kekuatan, seperti merek yang kuat, jaringan distribusi nasional yang luas, dan kapasitas produksi rokok yang besar. Namun demikian, perusahaan juga memiliki kelemahan mendasar seperti menyusutnya margin keuntungan, ketergantungan berlebihan pada produk SKM, kegagalan dalam diversifikasi bisnis, serta efisiensi operasional yang rendah.
Di sisi peluang, GGRM memiliki kesempatan untuk mengembangkan pasar produk alternatif seperti rokok elektrik dan heat-not-burn [HTP], ekspansi ke pasar luar negeri, dan digitalisasi rantai pasok serta penjualan.Â
Namun, perusahaan juga menghadapi ancaman besar, seperti kenaikan tarif cukai, perubahan pola konsumsi masyarakat yang semakin sadar kesehatan, regulasi pemerintah yang ketat, serta tekanan global terhadap aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola [ESG].
Analisis Porter’s Five Forces
Dalam analisis lima kekuatan Porter, ancaman dari pemain baru tergolong rendah karena industri rokok memiliki hambatan masuk tinggi berupa perizinan dan investasi besar. Kekuatan tawar pemasok berada di tingkat sedang, mengingat sebagian besar bahan baku [tembakau] tersedia lokal, namun komponen seperti filter dan mesin masih banyak diimpor.