Bismillahirrahmanirrahim
Kepada yang terkasih, bulan yang penuh cahaya, Ramadan yang mulia,
Aku menulis surat ini dengan hati yang gemetar, dengan kesadaran akan betapa banyak kekhilafan yang telah kulakukan di bulan-bulan yang lalu. Engkau adalah tamu agung, yang selalu datang dengan membawa keberkahan, rahmat, dan ampunan dari Allah. Namun, apakah aku telah benar-benar siap menyambutmu dengan hati yang bersih?
Setahun telah berlalu, dan kini aku menyadari betapa seringnya aku terjebak dalam rutinitas dunia yang melalaikan. Hatiku penuh dengan debu kelalaian, pikiranku sibuk dengan urusan duniawi, dan jiwaku terjerat dalam kesibukan yang menjauhkanku dari-Nya. Namun Ramadan, engkau datang dengan kelembutan, seperti angin sejuk yang menyapu panasnya kegelisahan hati. Engkau mengajakku untuk kembali pada fitrah, membersihkan hati, dan merasakan kebersamaan yang hakiki dengan Allah.
Dalam ilmu aqidah, hati adalah tempat keyakinan bertumpu. Jika hatiku masih terkotori oleh kesyirikan kecil, oleh rasa bergantung pada selain Allah, oleh cinta dunia yang berlebihan, maka bagaimana aku bisa merasakan keindahan Ramadan secara utuh? Ibn Qayyim al-Jawziyya pernah berkata,Â
> "Hati yang bersih adalah hati yang terjaga dari setiap noda kesyirikan dan kemaksiatan, serta selalu terpaut dengan Allah dalam segala keadaan."Â
Maka Ramadan, ajarilah aku bagaimana membersihkan hati ini. Biarkan aku menyambutmu dengan hati yang yakin, tunduk, dan berserah diri sepenuhnya kepada-Nya.
Dari sudut pandang tasawuf, engkau adalah bulan tajalli, bulan di mana cahaya Ilahi lebih mudah menyinari hati yang siap. Para sufi mengajarkan bahwa hati adalah cermin; jika ia bersih, maka ia akan memantulkan cahaya kebenaran dengan sempurna. Namun, jika ia penuh debu dosa, maka cahaya itu takkan tampak.Â
Ramadan, bimbinglah aku untuk menyapu debu-debu itu, untuk meleburkan segala ego, kesombongan, dan kecintaan terhadap dunia yang berlebihan. Ajarkan aku untuk merasa cukup dengan apa yang Allah berikan, untuk merasakan kebahagiaan dalam setiap sujud, dalam setiap doa, dalam setiap tetesan air mata taubat yang jujur.
Aku ingin mengenal-Mu lebih dekat, Ramadan. Aku ingin puasa ini bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi menjadi jalan penyucian hati dan jiwa. Aku ingin shalat tarawih ini bukan hanya sekadar ritual, tetapi menjadi tangga menuju perjumpaan dengan Allah. Aku ingin setiap ayat Al-Qur'an yang kubaca bukan hanya sebagai bacaan, tetapi menjadi cahaya yang menerangi jalanku menuju keabadian.
Ramadan, izinkan aku menyambutmu kali ini dengan hati yang lebih bersih, lebih jernih, lebih siap untuk menerima pancaran rahmat dan maghfirah Allah. Aku tahu, aku bukan hamba yang sempurna, tapi aku ingin menjadi hamba yang berusaha. Aku ingin menjadi seseorang yang saat engkau pergi nanti, aku bukan lagi aku yang dulu. Aku ingin meninggalkan Ramadan nanti dengan hati yang lebih dekat kepada Allah, dengan jiwa yang lebih ringan karena telah melepas beban dosa-dosa yang lalu.
Ramadan, engkau adalah hadiah yang Allah berikan kepadaku. Maka kali ini, aku ingin menyambutmu dengan hati yang lebih bersih, agar aku bisa merasakan kemuliaanmu dengan sempurna. Semoga Allah memperkenankan doaku ini.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Referensi
- Al-Qur’an al-Karim. (tanpa tahun). Mushaf Standar Indonesia. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Kementerian Agama RI.
- Al-Ghazali, Abu Hamid. (2004). Ihya’ Ulum al-Din (Kebangkitan Ilmu-Ilmu Agama). Beirut: Dar al-Fikr.
- Ibn Qayyim al-Jawziyya. (2003). Madarij al-Salikin (Tingkatan-Tingkatan Para Penempuh Jalan Allah). Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
- Hasyim, M. (2018). Tasawuf dan Pembersihan Hati: Konsep Tazkiyatun Nafs dalam Perspektif Sufi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Qardhawi, Yusuf. (2001). Fiqh al-Shiyam: Fikih Puasa. Kairo: Maktabah Wahbah.
- Ramadhan, K.H. Ali Mustafa Yaqub. (2015). Puasa: Makna dan Hikmahnya. Jakarta: Penerbit Lentera Hati.
- Nasaruddin Umar. (2011). Suluk: Jalan Spiritual dalam Islam. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
- Syamsuddin, Sahiron. (2019). Membaca Al-Qur’an secara Kontekstual: Tafsir, Hermeneutika, dan Pengembangan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Kamaluddin, Muhammad. (2022). Tasawuf dalam Kehidupan Modern: Ketenangan Jiwa dalam Era Digital. Bandung: Mizan Publika.
- Esposito, John L. (2002). What Everyone Needs to Know About Islam. New York: Oxford University Press.
- Schimmel, Annemarie. (1975). Mystical Dimensions of Islam. Chapel Hill: University of North Carolina Press.
- Ramadan, Tariq. (2009). In the Footsteps of the Prophet: Lessons from the Life of Muhammad. Oxford: Oxford University Press.
- Renard, John. (2004). Windows on the House of Islam: Muslim Sources on Spirituality and Religious Life. Berkeley: University of California Press.
- Nasr, Seyyed Hossein. (2007). The Garden of Truth: The Vision and Promise of Sufism, Islam's Mystical Tradition. New York: HarperOne.
- Rahman, Fazlur. (1982). Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition. Chicago: University of Chicago Press.
- Alwi Shihab. (1999). Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama. Jakarta: Mizan.
- Al-Jurjani, ‘Ali ibn Muhammad. (2005). At-Ta’rifat (Definisi-definisi dalam Ilmu Islam). Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
- Badawi, Jamal. (1995). The Purification of the Soul in Islam. Kuala Lumpur: IIIT.
- Tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. (2020). Panduan Ramadhan dalam Perspektif Fikih dan Spiritual Islam. Jakarta: Kementerian Agama RI.
- Harun Yahya. (2000). Basic Concepts in the Qur’an. Istanbul: Global Publishing.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI