Mohon tunggu...
Febry Silaban
Febry Silaban Mohon Tunggu... Editor - Omnia tempus habent - Semua ada waktunya

Etimolog, Pemerhati Bahasa, dan Alumnus Master Kebijakan Publik dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Generasi Silaban ke-18

11 Oktober 2020   20:38 Diperbarui: 11 Oktober 2020   20:53 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sempat berpikir betapa ribet-nya menjadi seorang Batak. Banyak aturan kekerabatan yang awalnya tidak saya mengerti dan sulit untuk saya terima. Coba bayangkan, seorang anak berusia dua tahun saja bisa saya sebut ‘Ompung’ (kakek) dari peraturan adat Batak. Namun, lama-kelamaan saya menyadari betapa mengagumkan ‘keluarga besar’ ini. 

Betapa mengagumkan kekerabatan di Batak. Pola kekerabatan yang selalu dipegang oleh suku Batak membuat mereka selalu merasa satu dan terikat. Siapa pun dan di mana pun orangnya, orang Batak selalu beranggapan Batak lainnya sebagai keluarganya sendiri. Pantas saja masyarakat Batak tidak pernah segan merantau. Negeri sejauh apa pun, tidaklah masalah jika Batak dipastikan ada di sana.

Itu tadi klan besar yg disebut masyarakat Batak. Kini kita masuk ke dalam lingkup kecil, yakni SILABAN. Silaban? Apa tuh? Mungkin masih ada yang orang bingung mendengar kata itu. 

Silaban itu adalah nama salah satu marga dari ratusan marga yang ada pada suku Batak. Silaban masuk dalam golongan Batak Toba. Siapa Silaban yang terkenal? Mmm… yang masih kukenal salah duanya Friederich Silaban (arsitek Masjid Istiqlal, Stadion GBK, dll) dan Pantur Silaban (wah, salah satu fisikawan Asia loh – sekarang dosen ITB).

Nah, tokoh Silaban yang mau diperkenalkan di sini adalah Steve El Ethan Silaban. Loh, siapa dia? Sepertinya belum pernah ada tokoh bernama demikian. Hahaha... Ya, karena dia putraku sendiri, yang baru saja lahir 20 hari yang lalu. 

Kusebut “tokoh”, karena Steve punya peran penting dalam keluarga kecilku. Pemilihan dan latar belakang untuk tiga kata dalam nama pertamanya sudah pernah dibahas dan didalami sebelumnya. Kini akan dibahas marga yang diembannya, yakni Silaban.

Mengapa Steve menjadi pemegang peran yang penting? Ya, lagi-lagi kembali pada adat Batak yang sangat kental kekerabatan patrilineal-nya. Seorang ayah merasa hidupnya lengkap jika ia telah memiliki anak laki-laki yang meneruskan marganya, begitu dulu kata ayahku Wilson Silaban. Yah, meskipun prinsipku sendiri, entah anak perempuan atau anak laki-laki, itu sama saja.

Begitu lahir, Steve El Ethan langsung dinyatakan Silaban generasi ke-18. Wow... keren bukan? Dari mana angka tersebut keluar? Bagaimana ceritanya si Steve bisa dipastikan keturunan ke-18 dari Silaban? Cocok juga nih si Steve digelari “Silaban the 18th", hehe...

Kalau Steve generasi ke-18, berarti aku ayahnya (Febry) generasi ke-17 dong, dan Ompungnya (ayahku, Wilson) ke-16, kemudian Ompungku (ayah dari ayahku, namanya Aller) generasi ke-15. S

ampai di sini orang-orangnya masih kukenal. Generasi ke atas berikutnya aku tak kenal lagi, yakni Ompung ayahku (Jakop) generasi ke-14, lalu Ompung dari Ompungku (Harotas) generasi ke-13, lalu ayah dari Ompungnya Ompungku (Ama Harotas) generasi ke-12..., demikian seterusnya sampai ke orang yang pertama kali memakai nama Silaban (lihat foto gambar “Silsilah Steve El Ethan Silaban”).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun