Mohon tunggu...
Febriyandika TB
Febriyandika TB Mohon Tunggu... Konsultan - Invinite Dreamer

Don't just plan what will you doing to do, but DO what you have planned

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

"Asian Youth Day 7" - Indonesia

27 Oktober 2017   16:23 Diperbarui: 27 Oktober 2017   16:39 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

3th Day -- Being United in Cultural Diversity

                Tema hari ketiga adalah "Menjadi Satu dalam Keberagaman Budaya". Berdasarkan tema ini kami para peserta kembali mendapatkan kesempatan untuk melakukan Exposureke tempat-tempat yang menjadi sejarah yang berada di Yogyakarta. Kami dibagi ke dalam 25 kelompok Exposure dengan tempat yang berbeda-beda, diantaranya THS dan THM Martial Arts, St. Anthony of Padua's Church of Kotabaru, Kanisius Elementary School of Kokap, Kanisius Elementary School of Palem Dukuh, Marian Shrine of Sendangsono, The Center for Liturgical Music (PML), Kanisius Printing and Publishing House, St. Joseph Church of Bintaran and Paraba Magazine, St. Theresia Church of Sedayu, The Sacred Heart of Jesus Church of Pugeran, The Sacred of Jesus Church and Shrine of Ganjuran, Studio Audio Visual Puskat (SAV Puskat), St. John Apostie Church of Somohitan, Basis and Rohani Magazines, Basic Education Institute of Mangunan, Community of Sant'Egidio, Traditional Art Festival of Kulonprogo (FKT), St. Therese of Lisieux Church of Boro, Pangudi Luhur Elementary School of Kalirejo,dan KARITAS INDONESIA KAS (Caritas Indonesia of Semarang Archdiocese).

                Saya tergabung ke dalam kelompok yang akan mengunjungi tempat Basic Education Institute of Mangunaatau lebih dikenal dengan nama Dinamika Edukasi Dasar (DED) Mangunan.Tempat tersebut merupakan sekolah dasar eksperimental yang didirikan oleh almarhum Pastor Diosesan YB. Mangun Wijaya pada tahun 2002. Pastor Mangun menerapkan konsep pendidikan independen, yang menekankan gagasan bahwa siswa tersebut akan dibatasi dalam peraturan yang ketat namun bukan berarti para siswa tidak diberikan kebebasan untuk berkreasi. Di tempat ini para siswa tidak diwajibkan untuk berseragam, karena menurut Pastor Mangun seragam dan peraturannya akan menimbulakn permasalahan sendiri, misalnya saat siswa tidak berseragam maka siswa tersebut akan mendapatkan hukuman, dan konsep seperti itu bukan esensi dari sebuah pendidikan itu sendiri. Ketakutan hanya akan membunuh kemampuan kreatif dan eksploratif setiap siswa. Perhatian Pastor Mangun dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan sekolah dasar sangatlah tinggi. Terbukti saat kami diajak mengunjungi tempat tinggal Pastor Mangun yang pada awalnya juga merupakan tempat untuk kegiatan belajar mengajar saat belum ada bangunan sekolah. Selain seorang penggiat pendidikan, ternyata Pastor Mangun juga seorang arsitek handal. Rumah yang ia dirikan merupakan hasil dari kreasi ia sendiri. Memili konsep bangunan seperti bangunan-bangunan rumah di Asia Timur. Memiliki banyak ruang, tangga, dan beberapa bagian dibuat terbuka tanpa atap.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
                Selama melakukan Exposure ini kami tidak terdiri dari para peserta AYD, tetapi kami juga kedatangan saudara-saudara kami umat muslim. Salah satu hal yang mengejutkan bagi kami. Teman-teman muslim ikut berdinamika bersama kami para peserta AYD, dan tentu kami menyambutnya dengan hangat. Mereka juga diberikan kesempatan untuk berbicara di depan kami para peserta AYD. Mereka berbicara tentang keberagaman. Mereka sangat menghargai perbedaan bahkan mereka mengatakan bahwa mereka mencintai perbedaan itu. Mereka bersyukur bisa menjadi bagian dari kami dan mengungkapkan bahwa banyak umat muslim yang tidak bisa menghargai perbedaan itu karena mereka sebenarnya tidak mengerti Islam yang sesungguhnya, dan memberi pesan kepada kami untuk tidak mudah terprovokasi dan terus menciptakan perdamaian, karena sesungguhnya Islam pun mengajarkan demikian.

                Rasanya masih ingin berlama-lama di tempat ini dan berbincang lebih dalam dengan teman-teman, tetapi waktu yang mengharuskan kami kembali ke venue utama untuk melanjutkan acara selanjutnya. Sesampainya di venue utama, kami diperlihatkan video-video hasil dokumentasi saat Exposure tadi dari 25 tempat yang berbeda. Sungguh kinerja luar biasa dari panitia, baru beberapa saat selesai melakukan kegiatan, sudah langsung sanggup menampilkan video dokumentasinya.

                Setelah semua video ditampilkan, sebelum pulang kami melakukan adorasi dan ditutup dengan pengakuan dosa bagi yang ingin melakukannya. Ada sekitar 200 imam siap melayani para paserta AYD atau siapapun yang ingin melakukan pertobatan dalam 3 bahasa, Inggris, Mandarin, dan Indonesia. Ternyata hampir semua peserta tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini, termasuk saya. Sebuah pengalaman pengakuan dosa yang cukup berkesan karena dilakukan secara terbuka dan dalam suasana yang juga sangat berbeda.


dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
                Akhirnya kegiatan hari ketiga pun berakhir, ditutup dengan malam yang penuh hikmat. Sekitar 12 malam kami pun kembali ke penginapan untuk beristirahat.

4th Day -- Celebrating Our Communion

                Hari keempat ini kembali mengusung tema baru, "Merayakan Kebersamaan". Seperti hari-hari sebelumnya, kami mengawali hari keempat ini dengan perayaan ekaristi. Setelah selesai perayaan ekaristi kami breaksejenak untuk makan siang dan dilanjutkan dengan agenda utama di hari ke empat ini, yaitu workshopdan action plan.Saat workshop kami kembali dibagi dalam kelompok kecil untuk memaksimalkan diskusi dalam workshoptersebut. Ada 15 tema workshop secara keseluruhan, diantaranya Nurturing the Trafficked Mother Earth; Youth and Social Problem: Corruption; Youth's Creativity in Proclaiming the Gospel; Youth and Social Problem: Drugs; Youth and Social Problem: Casual-Sex Dating, Abortion; Handling the Migrant Problem; How to be Witness of Christ in a Multicultural Context; Youth in the Emerging Churches of Asia; Identity and Faith: Youth, Pop Culture, and Tradition; the Experience of Interreligious Marriage; Poverty, Youth, and CST; Addressing the Migrant Problem; Social Media: Threat or Opportunity; Being Young Catholic Enterpreneur;dan Taking Care of the Trafficked Mother Earth.

Saya mendapatkan tema Poverty, Youth, and CST. Dalam tema ini kami berbicara tentang kemiskinan. Tidak hanya kemiskinan secara materi, tapi juga kemiskinan iman, harapan, budaya, sosial, dll. Dalam kelompok saya ini terdapat peserta dari berbagai negara, India, Hongkong, Taiwan, Filipina, Timur Leste, Malaysia, Korea Selatan, Laos, dan Indonesia. Diskusi kami dipandu oleh seorang fasilitator bernama Dr. Paul Hwang yang merupakan Ketua dari Asian Lay Leader (ALL) Forum dan juga co-fasilitator bernama Felicia Dian yang juga merupakan bagian dari ALL Forum. Kami mendapatkan kesempatan saling sharing tentang kemiskinan yang terjadi di daerah kami masing-masing. Seorang Pastor Jobo yang berasal dari Filipina menceritakan bagaimana perjuangan iman masyarakat Filipina sangat diuji. Jumlah penduduk Katolik yang mencapai 90% di Filipina tidak menjamin ketentraman dan kenyamanan mereka dalam beribadah. Para ulah teroris yang semakin marak terjadi membuat beberapa masyarakat Filipina khususnya orang-orang mudanya merasakan kegoyahan dalam imannya. Lalu, seorang teman dari Kupang menceritakan permasalahannya juga tentang kemiskinan iman. Banyak orang muda di Kupang yang berpindah agama karena mengikuti pacarnya yang memiliki agama berbeda. Saya pun juga ikut menceritakan dinamika yang terjadi di daerah saya dan Jakarta. Jakarta merupakan kota metropolitan, maka permasalahan yang timbul tidak jauh dari pengaruh modernisasi, yaitu banyak masyarakat khususnya orang muda yang lebih mengedepankan kehidupan modernnya dibandingkan dengan melakukan pendalaman terhadap iman mereka. Jakarta ataupun Tangerang diisi oleh orang-orang yang berasal dari latar belakang budaya dan suku yang berbeda, maka tidak jarang timbul gejolak-gejolak di masyarakat karena perbedaan tersebut. Kemudian teman-teman dari delegasi asing lainnya juga menceritakan hal-hal yang kurang lebih sama, yaitu tentang kemiskinan iman, dan cenderung semakin mengikuti keinginan daging dibanding keinginan rohani.

Dari hasil diskusi kami di kelompok ini, kami mendapatkan beberapa poin atau langkah-langkah yang dapat kita lakukan dari hal yang paling kecil. Pertama, pendidikan katekese atau pendalaman tentang pengetahuan iman Katolik menjadi sangat penting dan perlu dilakukan, khususnya bagi orang muda yang mudah terpengaruh dengan keinginan-keinginan duniawi. Kedua, membuka jaringan seluas-luasnya kepada banyak tokoh ataupun orang-orang yang memiliki pengetahuan yang tinggi, agar pandangan kita semakin luas dan mendapat banyak pengetahuan baru, karena orang yang mudah terprovokasi adalah orang yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup. Ketiga, menjadikan diri sendiri sebagai contoh untuk orang lain. Berbuat sesuatu hal yang positif untuk diri sendiri ataupun orang lain, maka orang lain pun akan cenderung mengikuti dari hal yang paling kecil. Keempat, melakukan aksi atau kampanye-kampanye ringan tentang perbedaan dan keberagaman, menyadarkan bahwa keberagaman adalah sesuatu yang indah dapat dinikmati oleh siapapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun