Mohon tunggu...
Fifi Febriani
Fifi Febriani Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

introvert | lebih suka menyendiri sambil membaca dan mendengarkan musik | traveling is my hobby | khususnya naik gunung | penyuka berat warna hijau |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terimakasih untuk Papa

12 November 2013   15:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:16 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1384243399808386148

waktu begitu cepat berlalu..mengiring langkah dalam cerita..terbayang wajahmu dalam hatiku..kau adalah kisah yang terindah.. tajamnya matamu tenangkan hatiku..luka hidupmu kau bawa sembunyi..hangatnya pelukmu tenangkan jiwaku..kau adalah bintang dalam hatiku.. Dalam lelahmu masih kau tersenyum..dalam duka kau belai aku..dalam sempitmu ajarkan ku tegar..Allah selalu bersamamu.. Ayah terima kasih,,kau beri aku cinta..Ayah terima kasih..ajarkan aku hidup.. ** Opick feat Adiba - terima kasih ayah ** Untuk kesekian kalinya lagu itu kembali terdengar dari headset yang menempel ditelingaku. Lagu yang baru tadi pagi aku download dan sudah kuhapal sejam berikutnya. Lagu yang selalu membuatku menangis karena liriknya begitu mendeskripsikan papaku. Aku tahu, Opick menciptakannya untuk mengenang almarhum UJ, sehingga dia mengajak Adiba untuk menyanyikan lagu itu. Tapi, tidak apa-apalah jika aku mendendangkannya untuk mengenang almarhum papa. Toh lagu itu memamng di tujukan untuk seorang ayah kan. Pembaca-pun boleh-boleh saja ingin mendedikasikan lagu itu untuk siapa, asal tetap menghormati hak ciptanya. #jadi bahas lagu. Papaku pergi meninggalkan semua yang dia punya pada tanggal 11 Oktober 2013. Dia memang tidak punya apa-apa, tapi dia meninggalkan kami semua yang begitu mencintainya, kami (istri, anak dan cucu) harta terbesar untuknya dan beliau adalah harta kami yang paling berharga. Kami ikhlas, kami sabar. Karena melihat kepergian beliau yang begitu tenang, tersenyum dalam tidur terakhirnya. Tidak ada tanda-tanda sakratul maut yang menyiksa di wajahnya. Terima kasih Ya Allah, engkau memudahkan jalan papa saat menghadap-Mu, seperti apa yang papa katakan kepada adikku beberapa jam sebelum kepergiannya, "semuanya dimudahkan, dimudahkan Allah". Kami tidak tahu maksut dari perkataan papa saat itu, setelah beliau pergi baru kami bisa mencernanya. Sebulan sudah papa menjalani pengobatan di Jakarta (sebelumnya papa berada di Maninjau, sebuah desa yang begitu indah di sudut pulau Sumatra Barat. Disanalah keluarga kami berasal). Sebulan yang sangat berarti bagiku. Meskipun hanya sebulan aku diberi kesempatan untuk berbakti kepada beliau. Tapi aku berterima kasih kepada Allah, masih diberi kesempatan untuk merawat beliau. Walaupun itu belum ada apa-apanya dibanding pengorbanan beliau dalam mendidik dan membesarkan kami. Tanggal 4 Nov kemarin papa ulang tahun, aku masih saja berandai-andai. andai saja papa masih ada bersama kami, kita akan merayakan ulang tahun papa. Dua hari setelah papa meninggal adalah hari Idul Adha, betapa itu adalah lebaran tersedih yang pernah aku rasakan. Bukan hanya aku, kakak dan adikku juga merasakan hal yang sama. Dan yang lebih merasa kehilangan lagi adalah mama. Dari luar mama terlihat sangat kuat, sangat tegar, namun aku tahu, jauh di lubuk hati mama, mama merasa kehilangan yang sangat dalam. Tapi demi anak-anaknya, mama tidak memperlihatkan itu semua. Itu terlihat dari sorot mata mama. Papa dan mama adalah orang tua yang tiada duanya untuk kami. Aku ingin menceritakan kisah hidupnya kepada semua orang, menceritakan bagaimana dia menjadi seorang suami, ayah dan kakek bagi keluarganya. Dia bukanlah seorang lelaki kuat seperti petinju profesional, tapi aku tahu, dia akan mengeluarkan semua kekuatannya untuk menjaga dan mempertahankan keluarganya. Dia juga bukanlah seorang hartawan yang memiliki harta segunung, tapi dengan kesederhanaan dan kesahajaannya, dia mampu membuat keluarganya merasakan indahnya hidup. Dia tidak banyak bicara, namun dalam diamnya banyak hal yang diajarkan kepada kami. Jangan tanya darimana kami bisa sesabar ini melepas beliau. Jangan tanya dari mana kami mendapatkan kekuatan untuk tetap tabah dalam menerima semua cobaan. dan jangan  tanya darimana kami memperoleh rasa cinta yang begitu besar ini. Karena jawabannya hanya satu. Orang tua kami. JIka tubuh ini di ibaratkan sebuah keluarga, maka aku akan mengibaratkan kedua kakiku sebagai orang tuaku. Bukan untuk merendahkan beliau, tapi justru bentuk rasa hormatku yang begitu dalam. Papa dan mama adalah tumpuan hidupku selama ini, karena beliau aku kuat menjalani hidup ini, melangkah kan kaki, bahkan aku bisa berlari. Tanpa beliau mungkin aku tetap bisa menjalani hidup ini, tapi tidak akan sama seperti beliau masih ada bersamamku. Seperti saat ini, saat papa sudah tiada, tumpuan hidupku hilang satu, aku masih bisa berjalan melangkahkan kaki dalam hidup, tapi jalanku tidak bisa secepat dulu, aku pincang, karena aku berjalan dengan satu kaki. Aku tidak memiliki kekuatan seperti dulu ketika aku masih memiliki papa dan mama. Dahulu semua terasa mudah, saat satu kaki lelah aku masih punya satu kaki lagi, saat ini aku tidak lagi bisa seperti itu. Tapi aku beruntung, sangat beruntung, kakiku yang satu lagi begitu kuat. Ya, mama begitu berarti dalam hidupku saat ini. beliau adalah satu-satunya penyemangat hidupku saat ini. Karena beliau aku masih bisamelangkah, demi beliau aku masih berani menatap masa depan. Terima kasih Allah, Engkau masih menyisakan sebuah kekuatan untuk ku. Aku berjanji tidak akan menyia-nyiakan kekuatan itu. Teruntuk papa yang saat ini telah tenang dialam sana. Doa ku tidak akan putus untukmu, kenangan tentangmu tidak akan pernah hilang dari ingatan ku, dan semua tentangmu akan ku ceritakan kepada anak cucu ku nanti. Aku akan teruskan perjuangan mu menjaga mama, menyayangi mama dan merawat keutuhan keluarga kita. Aku yakin papa bahagia di alam sana, papa sudah tenang, sudah tidak merasakan sakit lagi. Aku ikhlas melepas kepergian papa. Aku sudah tidak lagi bisa mencium tangan papa saat akan berangkat kerja. Sudah tidak bisa lagi mengusap keringat di dahi papa, menyuapi papa, memijit kaki papa. Dan aku tidak lagi bisa mendengar nasehat dari bibir papa. Tapi tidak apa, kenangan tentangmu akan menjadi pengobat rinduku untuk mu pa. Hanya kata maaf dari ku karena aku belum bisa membahagiakan papa, belum bisa membalas semua jasa papa, belum bisa berbakti kepada papa. Maafkan aku jika terkadang aku masih menangis setiap datang ke makam papa, masih meneteskan air mata saat melihat foto papa, bukan karena aku tidak ikhlas, hanya saja  ini semua terasa begitu berat untukku pa. Satu yang pasti, Bahagialah papa disana, aku akan tersenyum dalam ikhlas seperti papa dulu selalu tersenyum ikhlas menhadapi semua yang datang dalam kehidupan papa. Terima kasih untuk semua cinta yang telah kau beri, terima kasih untuk semua pelajaran yang kau berikan. Jasamu takan  pernah bisa terbalaskan pa. Terima kasih Papa. Aku mencintaimu, menyayangimu dan mengagumimu. Untuk Papa, 12/11/13

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun