Mohon tunggu...
Febrian Alsah
Febrian Alsah Mohon Tunggu... -

seorang mahasiswa marketing manajemen tingkat akhir yang sedang belajar menulis biar skripsinya terbantu.\r\nsee my blog: pejalanbodoh.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Warisan Megalitikum di Negeri Matahari Terbit (Bawomataluo, Nias)

6 Mei 2011   08:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:01 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Matahari terbit itulah kira kira arti dari dari nama bawomataluo dalam bahasa nias. Sesuai namanya, desa Bawomataluo berada diatas bukit dengan ketinggian jauh dari permukaan laut. Dari desa dapat kita lihat sang surya bangun dari lelapnya. Dari sini juga dapat dirasakan matahari terik menyengat ubun ubun kepala. Di kejauhan, keelokan pantai Sorake dan Lagundri dapat tertangkap oleh mata.

Bawomataluo terletak jauh di pedalaman kepulauan Nias yang berada di kabupaten Teluk Dalam. Untuk mencapai tempat ini, kita dapat mengaksesnya dari Sorake selama 45  menit. Tidak ada kendaraan umum yang memasuki wilayah desa. Ini dikarenakan geografisnya yang sulit dan penduduk yang sepi. Alat transportasi adalah kendaraan sewaan dari warga sekitar. Tapi sebaiknya kita menyewa ojek atau angkutan berikut sopirnya  dibanding mengendarai sendiri. Kebiasaan dan cara berkendaraan penduduk yang belum bisa dikatakan tertib serta watak yang keras membuat kita lebih nyaman dan aman didampingi oleh guide atau sopir.

Sepanjang perjalanan dari sorake menuju desa, desir ombak dan hamparan sawah saling berebutan menemani kita. Setelah 20 menit perjalanan, formasi landscape nya berganti dengan jalanan menanjak menuju ke atas bukit dengan sesekali dijumpai rumah warga di kiri-kanan jalan. Saat hampir mencapai desa, barulah ada perkampungan yang ramai oleh penduduk. Setelah memarkir kendaraan di dekat pintu masuk desa, kita harus menaiki tangga yang cukup tinggi untuk mencapai gerbang Bawomataluo. Mungkin sekitar 45 anak tangga.  Nah, ketika sudah mencapai anak tangga terakhir, barulah terlihat desa Bawomataluo.

Jejak-jejak megalitikum

Menjejakkan kaki di desa ini kita seperti ditarik kembali ke masa lampau, tepatnya zaman megalitikum. Pemberian predikat untuk bawomataluo dan beberapa desa lainnya di nias sebagai salah satu dari sepuluh warisan dunia zaman megalitikum yang masih hidup hingga saat ini adalah bukti nyata “kekunoan” desa ini.

Ada rumah adat yang begitu gagah bercengkrama dengan langit. Rumah adat penduduk yang disebut juga omo hada dalam bahasa Nias ini berusia ratusan tahun dan masih dirawat serta ditempati oleh penduduk desa. Hampir semua rumah di bawomataluo adalah omo hada. Rumah-rumah ini tertata dengan rapih di sisi-sisi desa dengan satu omo sebua (rumah adat raja) yang didiami kepala suku yang berukuran lebih besar di banding lainnya.  Untuk membuat omo sebua, dibutuhkan waktu 15 tahun lebih. Kayu laban adalah material yang menjadi komponen utama dalam membangunnya. Kayu ini didapat dari pohon laban yang banyak tumbuh di tanah Nias. Laban yang bisa digunakan untuk rumah haruslah dibacakan doa-doa tertentu oleh sesepuh adat. Seperti umur omo hada sendiri, kayu laban juga mampu terus menompang kontruksi rumah selama seabad.

Di sekitar pekarangan rumah, jamak ditemui arca batu berbentuk hewan dan peralatan perang. Di dalam rumah warga juga dapat kita jumpai arca yang berwujud manusia dan hewan.  Yang berbentuk hewan umumnya berupa reptil sedangkan manusia berwujud sesepuh adat orang nias dahulu kala. Semua arca yang merupakan peninggalan sejarah berumur 50 sampai ratusan tahun lebih ini menunjukkan tingginya cita rasa seni ono niha (orang nias). Karena memang tidaklah mudah membuat pahatan-pahatan batu ini.

Pakaian adat khas nias juga bisa didapati di Bawomataluo. Baju terbuat dari anyaman dedaunan hingga bulu binatang. Aksesoris berupa kalung kayu, gelang dan berbagai perangkat perang turut melengkapi. Jenis pakaian adat yang dikenakan menunjukkan identitas si pemilik. Laki-laki yang mengenakan pakaian dari bulu hewan, gelang kayu dari emas, anting pada telinga kanan (fondruru), tombak, perisai, belati dan pedang dengan taring babi hutan di ganggangnya memiliki status sosial yang tinggi di antara ono niha lainnya.

Lalu ada juga upacara adat yang masih melekat erat di desa. Perkawinan adalah salah satu  upacara yang sangat prestisius bagi ono niha. Selain pakaian adat, upacara perkawinan menjadi ajang unjuk status sosial bagi warganya. Jangan heran jika dalam sebuah perhelatan perkawinan, 50 hingga 100 babi bisa dikorbankan. Mampu atau tidak untuk membayar, kadang menjadi urusan belakangan.Selain dari upacara dan pakaian adat, pentingnya status bagi penduduk desa juga dilihat dari nama atau gelar serta harta bergerak/tidak seperti rumah adat dan pesta. Penyambutan tamu merupakan upacara adat lainnya. Untuk menghormati tamu,dilakukan penyuguhan sirih. Tamu yang datang dihidangkan sirih (tawuo) , pinang muda, daun gambir yang sudah kering dan kapur dalam satu wadah yang di sebut gado. Kadang kala tembakau ikut ditambahkan dalam gado. Sirih ini dimakan dengan menggunakan tangan secara langsung. Seperti acara sunatan di banyak tempat, penduduk desa bawomataluo juga punya upacara kedewasaan. Upacaranya khas sekali dan tentu tidak asing bagi kita karena gambarnya terpajang pada uang lembaran Rp. 1000,00. Setiap laki-laki yang ingin disebut dewasa harus bisa melompati batu lompat setinggi 2,1 meter yang terletak ditengah-tengah lapangan desa. setiap anak akan berlatih dahulu secara tekun. Jika merasa telah siap, upacara lompat batupun digelar. Lompat batu menjadi ukuran kedewasaan karena disinilah terlihat keberanian, kekuatan mental, fisik dan semangat juang dari anak muda bawomataluo. Jika upacara terlewati dengan baik maka dia pantas mengemban amanat sebagai laki-laki dewasa nias. Amanat itu antara lain adalah menjaga desa dari serangan musuh.

Asimilasi dan reduksi budaya

Dahulunya antar desa sering terjadi pertikaian yang berujung perang. Perang inilah yang membuat tiap desa punya pola sosial yang dipersiapkan untuk menghadapi kemungkinan terburuk ini. Ono niha memilih lokasi desa secara cermat seperti bawomataluo yang terletak di atas bukit dan terasing. Ada upacara kedewasaan lompat batu yang berguna untuk mempersiapkan generasi penerus untuk menjaga desa. latihan perang juga sering diadakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun