Setelah menikah, saya dan istri memutuskan untuk tinggal sementara di rumah orang tua saya. Alasannya sederhana dan praktis: hemat biaya dan dekat dengan tempat kerja. Di awal, keputusan ini terasa seperti solusi ideal. Kami tidak perlu memikirkan biaya sewa, listrik, atau air. Tapi seiring waktu, kami mulai bertanya-tanya: apakah ini benar-benar membantu kami tumbuh sebagai pasangan? Atau justru membuat kami menunda kedewasaan finansial?
Di bulan pertama, kami merasa lega. Tapi rasa lega itu perlahan berubah menjadi rasa bersalah. Kami mulai mempertanyakan kontribusi kami. Apakah kami cukup membantu? Apakah kami sedang menunda fase penting dalam hidup hanya karena kenyamanan?
Tantangan Finansial: Hemat Bukan Berarti Bebas Tanggung Jawab
Tinggal di rumah orang tua memang mengurangi pengeluaran besar. Tapi justru karena itu, kami merasa harus lebih disiplin dalam menabung. Kami tidak ingin terjebak dalam zona nyaman dan lupa bahwa suatu hari nanti kami harus pindah dan mandiri sepenuhnya.
Kami menetapkan target: minimal 30% dari penghasilan gabungan harus masuk ke tabungan masa depan. Kami menyebutnya “Dana Pindah”—tabungan khusus untuk biaya sewa, furnitur, dan kebutuhan rumah tangga saat kami pindah nanti.
Selain itu, kami juga menyisihkan dana darurat. Tinggal di rumah orang tua bukan berarti bebas dari risiko. Motor bisa mogok, pekerjaan bisa berhenti, dan kebutuhan mendadak tetap bisa muncul. Dana darurat menjadi tameng agar kami tidak bergantung pada orang tua saat menghadapi situasi tak terduga.
Mandiri Secara Sikap: Kontribusi, Tabungan, dan Komunikasi
Kami sadar, tinggal di rumah orang tua bukan berarti bebas dari tanggung jawab. Maka, kami mulai berkontribusi secara aktif:
- Membayar belanja dapur mingguan
- Membantu biaya kebersihan dan perawatan rumah
- Sesekali membelikan kebutuhan rumah tangga seperti sabun, tisu, atau gas
Kontribusi ini bukan soal nominal, tapi soal niat. Orang tua kami tidak pernah menuntut, tapi mereka menghargai setiap usaha kami untuk mandiri. Kami ingin menunjukkan bahwa kami bukan “penumpang,” tapi bagian dari rumah tangga yang ikut bertanggung jawab.
Kami juga menjaga komunikasi. Di awal, kami duduk bersama orang tua dan menjelaskan bahwa kami ingin tinggal sementara sambil menabung. Kami minta izin, bukan sekadar tinggal. Kami juga menetapkan batas waktu: maksimal dua tahun, lalu pindah. Transparansi ini membuat semua pihak merasa dihargai dan nyaman.
Sistem Keuangan: Tetap Terstruktur Meski Tanpa Beban Sewa
Kami menyusun sistem anggaran bulanan yang tetap disiplin, meski tidak punya kewajiban membayar sewa. Komposisinya sebagai berikut:
- Dana darurat: 10% dari penghasilan
- Dana pindah: 20%
- Dana kontribusi rumah: 10%
- Dana pribadi dan hiburan: 10%
- Dana tabungan jangka panjang (rumah, anak): 10%
Sisanya digunakan untuk kebutuhan harian dan operasional. Kami menggunakan aplikasi budgeting dan sistem auto-debit agar tabungan berjalan otomatis. Ini membantu kami menghindari godaan belanja impulsif dan memastikan bahwa prioritas tetap terpenuhi.
Setiap bulan, kami duduk bersama untuk evaluasi. Kami tidak hanya membahas angka, tapi juga perasaan. Apakah kami merasa cukup? Apakah ada ketegangan yang perlu dibicarakan? Evaluasi ini membuat kami lebih kompak dan saling memahami.
Mandiri Itu Soal Sikap, Bukan Soal Alamat
Awalnya, saya merasa malu tinggal di rumah orang tua setelah menikah. Tapi ternyata, keputusan ini memberi kami ruang untuk belajar mengelola keuangan tanpa tekanan besar. Kami bisa menabung, berkontribusi, dan tetap menjaga hubungan baik dengan orang tua.
Yang paling penting, kami belajar bahwa kemandirian bukan soal tempat tinggal, tapi soal sikap. Kami tidak menunda kedewasaan finansial, justru kami mempercepatnya dengan sistem yang terstruktur dan komunikasi yang sehat.
Kini, tabungan “Dana Pindah” kami sudah cukup untuk sewa rumah dan beli furnitur dasar. Kami siap melangkah ke fase berikutnya—dengan tenang, bukan tergesa. Kami tahu, saat waktunya tiba, kami bisa pindah dengan rasa percaya diri, bukan rasa panik.
Tips Praktis untuk Pasangan yang Tinggal di Rumah Orang Tua
Berikut beberapa strategi yang kami terapkan dan bisa kamu adaptasi:
- Buat kesepakatan waktu tinggal. Tentukan batas waktu agar situasi tidak menggantung.
- Tetap berkontribusi. Sekecil apa pun,itu menunjukkan tanggung jawab dan niat baik.
- Buat tabungan khusus untuk pindah. Jangan tunda, mulai dari sekarang agar tidak kaget saat harus mandiri.
- Gunakan sistem auto-debit. Agar tabungan berjalan tanpa tergantung mood atau godaan belanja.
- Jaga komunikasi dengan orang tua. Transparansi adalah kunci hubungan sehat dan harmonis.
Tinggal di Rumah Orang Tua Bukan Halangan untuk Tumbuh
Tinggal di rumah orang tua setelah menikah bukan berarti gagal mandiri. Justru, jika dikelola dengan bijak, ini bisa jadi batu loncatan untuk membangun fondasi finansial yang kuat. Yang penting bukan di mana kamu tinggal, tapi bagaimana kamu bersikap.
Jika kamu dan pasangan sedang berada di fase ini, jangan ragu untuk menetapkan strategi. Bangun sistem keuangan, jaga komunikasi, dan tetap berkontribusi. Karena kemandirian sejati dimulai dari niat dan disiplin, bukan dari alamat rumah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI