Ghosting adalah fenomena yang makin umum di era komunikasi instan. Seseorang yang awalnya intens, hangat, dan hadir tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Bagi yang mengalaminya, ghosting bukan sekadar kehilangan kontak---tapi kehilangan arah, harapan, dan kadang harga diri. Artikel ini mengajakmu memahami alasan di balik ghosting, dampaknya secara emosional, dan cara menyikapinya dengan elegan.
Dari Intens ke Sunyi: Aku Tak Siap Dighosting
Aku pernah berada di fase pendekatan yang terasa menjanjikan. Namanya Livia, teman satu komunitas fotografi. Kami sering ngobrol, saling tukar hasil jepretan, dan bahkan sempat beberapa kali nongkrong bareng. Rasanya nyambung. Rasanya hangat. Rasanya... seperti akan jadi sesuatu.
Tapi suatu hari, dia berhenti membalas pesan. Tidak ada penjelasan. Tidak ada pamit. Aku menunggu, mencoba menghubungi, lalu akhirnya diam. Aku dighosting.
Alasan Umum Ghosting Saat Pendekatan
Awalnya aku menyalahkan diri sendiri. Apa aku terlalu agresif? Terlalu cepat berharap? Tapi setelah membaca beberapa artikel, aku sadar ghosting bukan selalu tentang aku.
Menurut Therapytips.org, ghosting sering dilakukan karena pelaku ingin menghindari konflik atau merasa tidak punya ikatan yang cukup untuk menjelaskan. Mereka memilih "menghilang" daripada menghadapi ketidaknyamanan emosional.
Beberapa alasan umum ghosting saat PDKT:
- Tak siap berkomitmen: Hubungan mulai terasa serius, dan itu menakutkan.
- Merasa tidak cocok: Tapi bingung cara menyampaikan penolakan.