Mohon tunggu...
H Febriyanto Chrestiatmojo
H Febriyanto Chrestiatmojo Mohon Tunggu... Penulis

Menyajikan artikel berisi tips-tips yang relevan dengan isu dan tema pilihan saat itu—dengan gaya reflektif, aplikatif, dan mengundang dialog.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Apa yang Terjadi Saat Aku Mudik Pakai Mobil Listrik?

22 Juli 2025   05:00 Diperbarui: 21 Juli 2025   23:13 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Apa yang Terjadi Saat Aku Mudik Pakai Mobil Listrik?, Sumber: kompas.com

Kalau kamu bilang mobil listrik cuma cocok buat ngangkut anak ke sekolah atau belanja ke minimarket dekat rumah, aku paham. Aku juga dulu mikir begitu. Makanya, waktu aku akhirnya mutusin buat mudik ke kampung halaman pakai EV, aku sejujurnya... deg-degan.

Jaraknya lebih dari 500 kilometer, melewati tiga provinsi, dan medan yang kadang bikin mobil meringis pun enggan lewat. Tapi ada alasan di balik keputusan itu---sebuah rasa penasaran yang bercampur dengan keinginan untuk menantang ketakutanku sendiri. Mungkin juga sedikit sok gaya, sih. Aku pengin tahu, apakah mobil listrik bisa melampaui label "city car" dan jadi kendaraan yang benar-benar bisa diandalkan untuk perjalanan jauh.

Perjalanan dimulai subuh, saat udara masih sejuk dan jalanan belum terlalu padat. Mobilku sudah full charge semalam, dan aku sudah bikin daftar SPKLU sepanjang rute. Tapi tetap saja, ada ketakutan tersembunyi: bagaimana kalau baterai tiba-tiba drop? Gimana kalau SPKLU-nya rusak, atau penuh antrean? Aku bawa power bank jumbo buat handphone, tapi mobil? Dia harus bertahan sendiri.

Di tengah perjalanan, tepatnya di daerah perbukitan sebelum keluar dari Jawa Tengah, baterai mulai turun drastis. GPS bilang SPKLU terdekat masih 35 kilometer. Aku mulai melambatkan laju mobil, matikan AC, dan buka jendela. Rasanya kayak lagi main level expert di game survival. Tapi aku suka sensasinya. Ada keheningan, ada ketegangan, tapi juga ada rasa percaya.

Sesampainya di SPKLU itu, mobil masih punya sisa 8%. Aku tepuk setir sambil senyum lega. SPKLU-nya sepi, dan proses nge-charge berjalan mulus. Di situ aku sempat ngobrol sama seorang bapak pengendara motor yang kepo sama mobil listrik. Katanya, "Enak ya nggak beli bensin terus?" Aku cuma ketawa, karena baru saja hampir panik setengah mati.

Yang menarik, bukan cuma mobilnya yang belajar bertahan, tapi aku juga. Aku jadi lebih peka terhadap perubahan alam---arah angin, kontur jalan, bahkan kebiasaan berkendara orang lain. Perjalanan jadi jauh lebih kontemplatif daripada biasanya. Di kabin yang hening, aku bisa dengar suara pikiranku sendiri. Kadang kenangan tentang masa kecil, kadang renungan tentang masa depan, semuanya datang silih berganti.

Begitu masuk ke kota kelahiranku, suara di dalam kepalaku makin ramai. Entah karena nostalgia atau cuma efek lelah, aku merasa kemenangan kecil. EV-ku berhasil membawa aku pulang. Dengan nyaman, tanpa polusi, dan tanpa drama mogok di tengah hutan.

Keesokan harinya, waktu ngobrol sama tetangga yang lihat mobilku terparkir di garasi lama yang sempit itu, mereka bengong. "Itu... mobil listrik? Bisa sampai sini?" Aku cuma jawab, "Bisa, dan dia juga ngajarin aku buat lebih percaya sama perubahan."

Kalau kamu lagi mikir buat beli mobil listrik dan takut nggak cocok buat perjalanan jauh, aku cuma bisa bilang: jangan cuma dengar omongan orang, coba sendiri. Kadang yang bikin kita ragu bukan teknologinya, tapi bayangan kita sendiri tentang batasan.

Mobil listrik bukan cuma soal baterai dan SPKLU. Ia juga soal bagaimana kita berani percaya bahwa masa depan bisa dimulai dari satu perjalanan pulang yang diam-diam mengubah cara kita melihat dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun