Apa Itu Perkawinan Siri?
Perkawinan siri merupakan suatu bentuk perkawinan yang dilakukan oleh sepasang calon suami istri dan disahkan secara agama, tetapi tidak dicatat atau didaftarkan secara resmi oleh negara. Para ulama klasik seperti Abu Hanifah, Syafi'i, dan Malik menjelaskan bahwa nikah siri adalah pernikahan yang tidak memenuhi kondisi adanya saksi. Pernikahan ini dianggap rahasia karena hanya ada saksi yang jumlahnya kurang dari yang dibutuhkan, sehingga tidak diumumkan untuk umum.
Pernikahan siri tidak hanya melibatkan dua orang, tetapi juga terkait dengan hak dan perlindungan hukum. Sudah saatnya masyarakat menyadari risiko yang ada di balik kemudahan ini. Pemerintah juga perlu meningkatkan pendidikan dan perlindungan bagi wanita agar sistem yang longgar ini tidak terus merugikan mereka.
Di Indonesia, banyak pasangan yang memilih untuk menikah secara siri karena berbagai alasan. Alasan tersebut bervariasi, seperti ingin segera menikah, kesulitan mendapatkan restu dari keluarga, atau faktor ekonomi. Meskipun diakui oleh agama, pernikahan ini tidak tercatat oleh negara.Â
Di balik kisah cinta yang tampaknya indah, pernikahan siri sering kali menyimpan luka yang tersembunyi. Banyak wanita yang harus menanggung beban tanpa adanya perlindungan hukum. Jadi, apakah pernikahan siri benar-benar menjadi solusi yang praktis, atau justru sebuah jebakan serta ancaman yang dapat merugikan hak perempuan?
Pengertian dan Landasan Hukum
Dalam pandangan hukum Islam, perkawinan siri merupakan jenis perkawinan yang dilakukan mengikuti ketentuan yang ditetapkan agama, namun tidak terdaftar secara resmi di badan negara. Di sisi lain, menurut hukum positif Indonesia, khususnya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan siri tidak diakui sebagai perkawinan yang sah. Undang-undang ini menyatakan bahwa semua perkawinan wajib untuk dicatatkan di lembaga yang berwenang agar memiliki pengakuan di mata hukum.
Perkawinan yang tidak terdaftar, meski diakui oleh hukum Islam, tidak dapat memberikan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terlibat. Oleh karena itu, hukum positif Indonesia sangat menyarankan agar semua perkawinan dicatatkan untuk menjamin perlindungan hukum yang memadai.
Merujuk pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" Dengan kata lain, pernikahan siri yang hanya dilaksanakan secara agama tidak memenuhi syarat ayat (2) karena tidak dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA) untuk umat Islam atau di Kantor Catatan Sipil untuk yang non-Muslim. Akibatnya, pernikahan ini tidak dapat diakui secara hukum oleh negara dan tidak memiliki dampak hukum sipil.
Dampak Perkawinan Siri bagi Perempuan
Dampak perkawinan siri lebih kerap dirasakan oleh perempuan, sementara lakilaki secara umum kurang merasakan konsekuensi yang sama. Oleh karena itu, bagi perempuan, pernikahan siri perlu dipertimbangkan dengan cermat terutama ketika menghadapi situasi sulit dan minim alternatif. Beberapa dampak yang mungkin timbul antara lain yaitu perempuan dalam perkawinan siri lebih rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga, karena tidak ada perlindungan hukum yang jelas. Suami lebih leluasa meninggalkan kewajiban atau bahkan menelantarkan istri dan anak tanpa konsekuensi hukum yang tegas. Selain itu, tidak ada legal standing untuk menuntut hak-hak sebagai istri, seperti nafkah, perlindungan, atau hak-hak lain yang seharusnya didapat dalam perkawinan resmi.Â
Karena perkawinan siri tidak dicatatkan di lembaga negara, maka status perempuan sebagai istri pun tidak memiliki kejelasan secara resmi sehingga menyulitkan dalam berbagai urusan administratif seperti pembuatan KTP, KK, paspor, dan lain-lain. Hak-hak lainnya seperti warisan, dokumen kelahiran anak, proses perceraian, pemisahan harta bersama, serta urusan administratif lainnya akan banyak sekali kendala apabila pernikahan dilakukan secara siri dan tidak dicatat secara resmi. Hal ini yang dapat menyebabkan berbagai masalah hukum, terutama mengenai hak-hak anak, status istri, dan warisan.
Dampak pada Anak.Â
Anak dari perkawinan siri sering kehilangan hak-haknya, seperti hak waris dan pengakuan hukum dari ayah. Anak sulit mendapatkan akta kelahiran yang mencantumkan nama ayah, sehingga berdampak pada administrasi kependudukan dan hak-hak sipil lainnya.
Dampak Lainnya
Dampak lainnya yang dapat muncul akibat dari perkawinan siri yaitu munculnya fitnah atau prasangka buruk dari masyarakat. Perempuan yang menikah siri sering kali mendapat stigma negatif dari masyarakat, seperti dianggap melakukan hubungan tanpa ikatan yang sah. Tekanan psikologis juga muncul akibat status yang tidak jelas, baik sebagai istri maupun sebagai ibu dari anak yang status hukumnya juga tidak jelas
Solusi Sementara atau Ancaman?
Perkawinan siri memang suatu hal yang masih sangat tabu di Indonesia, namun tidak sedikit orang yang telah melakukan praktik perkawinan siri tersebut. Berdasarkan data yang diambil dari Nahdlatul Ulama, di Indonesia, sebanyak 34 juta pasangan yang sudah menikah belum tercatat Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil). Hal ini disebabkan pasangan yang sudah menikah tersebut belum mempunyai buku nikah, sehingga Dukcapil tidak bisa mencatat perkawinannya. Di satu sisi, pernikahan siri kerap dianggap sebagai solusi pragmatis oleh pelaku, yaitu sebagai jalan menempuh ikatan pernikahan tanpa mempertimbangkan dampak yang mungkin dialami oleh pihak perempuan. Tapi realitanya lebih banyak perempuan yang dirugikan dikarenakan tidak adanya jaminan hukum yang dapat menyebabkan pihak perempuan rentan akan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan penelantaran. Negara seharusnya mengedukasi dan mendorong pencatatan nikah agar semua warga (terutama perempuan dan anak) terlindungi secara hukum.
Hal diatas menunjukkan bahwa pernikahan tanpa catatan resmi dapat menjadi solusi sementara bagi beberapa orang. Namun, seiring waktu, hal ini lebih cenderung mengancam hak-hak perempuan dan anak-anak. Negara harus memberikan pendidikan serta mendorong proses pencatatan pernikahan sehingga semua warga, terutama perempuan dan anak-anak, mendapatkan perlindungan hukum. Alangkah lebih baik jika dilakukan seruan penting mengenai pencatatan pernikahan dan perlu adanya revisi kebijakan untuk memberikan perlindungan yang lebih baik kepada warga negara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI