Mohon tunggu...
febi aresta
febi aresta Mohon Tunggu... Mahasiswa

Sedang mempelajari serta memahami dunia melalui perspektif hukum di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perkawinan Siri: Solusi Sementara atau Ancaman Terhadap Hak Perempuan?

17 Juni 2025   21:01 Diperbarui: 17 Juni 2025   21:07 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena perkawinan siri tidak dicatatkan di lembaga negara, maka status perempuan sebagai istri pun tidak memiliki kejelasan secara resmi sehingga menyulitkan dalam berbagai urusan administratif seperti pembuatan KTP, KK, paspor, dan lain-lain. Hak-hak lainnya seperti warisan, dokumen kelahiran anak, proses perceraian, pemisahan harta bersama, serta urusan administratif lainnya akan banyak sekali kendala apabila pernikahan dilakukan secara siri dan tidak dicatat secara resmi. Hal ini yang dapat menyebabkan berbagai masalah hukum, terutama mengenai hak-hak anak, status istri, dan warisan.

Dampak pada Anak. 

Anak dari perkawinan siri sering kehilangan hak-haknya, seperti hak waris dan pengakuan hukum dari ayah. Anak sulit mendapatkan akta kelahiran yang mencantumkan nama ayah, sehingga berdampak pada administrasi kependudukan dan hak-hak sipil lainnya.

Dampak Lainnya

Dampak lainnya yang dapat muncul akibat dari perkawinan siri yaitu munculnya fitnah atau prasangka buruk dari masyarakat. Perempuan yang menikah siri sering kali mendapat stigma negatif dari masyarakat, seperti dianggap melakukan hubungan tanpa ikatan yang sah. Tekanan psikologis juga muncul akibat status yang tidak jelas, baik sebagai istri maupun sebagai ibu dari anak yang status hukumnya juga tidak jelas

Solusi Sementara atau Ancaman?

Perkawinan siri memang suatu hal yang masih sangat tabu di Indonesia, namun tidak sedikit orang yang telah melakukan praktik perkawinan siri tersebut. Berdasarkan data yang diambil dari Nahdlatul Ulama, di Indonesia, sebanyak 34 juta pasangan yang sudah menikah belum tercatat Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil). Hal ini disebabkan pasangan yang sudah menikah tersebut belum mempunyai buku nikah, sehingga Dukcapil tidak bisa mencatat perkawinannya. Di satu sisi, pernikahan siri kerap dianggap sebagai solusi pragmatis oleh pelaku, yaitu sebagai jalan menempuh ikatan pernikahan tanpa mempertimbangkan dampak yang mungkin dialami oleh pihak perempuan. Tapi realitanya lebih banyak perempuan yang dirugikan dikarenakan tidak adanya jaminan hukum yang dapat menyebabkan pihak perempuan rentan akan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan penelantaran. Negara seharusnya mengedukasi dan mendorong pencatatan nikah agar semua warga (terutama perempuan dan anak) terlindungi secara hukum.

Hal diatas menunjukkan bahwa pernikahan tanpa catatan resmi dapat menjadi solusi sementara bagi beberapa orang. Namun, seiring waktu, hal ini lebih cenderung mengancam hak-hak perempuan dan anak-anak. Negara harus memberikan pendidikan serta mendorong proses pencatatan pernikahan sehingga semua warga, terutama perempuan dan anak-anak, mendapatkan perlindungan hukum. Alangkah lebih baik jika dilakukan seruan penting mengenai pencatatan pernikahan dan perlu adanya revisi kebijakan untuk memberikan perlindungan yang lebih baik kepada warga negara.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun