Mohon tunggu...
Yani Moeljono
Yani Moeljono Mohon Tunggu... -

Bekerja sebagai staf pusat pengembangan anak di Muntilan- Magelang.\r\nSudah menikah.\r\nSaat ini sedang belajar untuk mengungkapkan apa yang dirasa, dilihat dan didengar dalam bentuk tulisan.... Dan sangat membutuhkan masukan untuk mengembangkan minat menulisku

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kunjungan Yang Menginspirasi

1 Desember 2011   07:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:58 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah hampir 2 bulan Dina dan Nela tinggal di Huntara di daerah Desa Mancasan, jujur aku baru sempat menengoknyakemarin sore.Agak terlambat sih, tapi daripada tidak sama sekali. He he he…

Aku berangkat ke Mancasan bersama Budi, salah satu alumni PPA yang kebetulan main di kantor PPA.Saat kami berangkat,langit sudah mendung.Tapi itu lebih baik daripada aktifitas ini tertunda lagi. Sesampainya di sana kami mendapati deretan Huntara yang berjumlahsekitar 106 rumah dan memiliki nama gang sendiri-sendiri.

Huntara ini dibangun di atas lapangan desa, mungkin dengan pertimbangan kondisi tanah yang lebih mudah untuk didirikan Huntara.Bahan bangunan terdiri dari batako dan anyaman bambu/ gedhek. Atapnya terbuat dari seng. Lantainya plester semen.Luas Huntara adalah sekitar 5 x 6 m dengan 1 ruang tengah, 2 ruang kamar , 1 kamar mandi dan teras belakang . sebagian besar dinding untara  dilapisi dengan plastik / mulsa supaya dapat menutupi lubang-lubang pada anyaman bambu.

Setelah menanyakan ke seorang ibu, akhirnya kami ditunjukan rumah tempat Dina dan Nela tinggal. Kami disambut dengan baik oleh Bp Pdt.Andreas (ayah Dina dan Nela). Dan kamipun terlibat obrolan dengan keluarga ini sambil sesekali saya memotret anak dan kondisi rumahnya.

Dina dan Nela tampak sehat dan sukacita meskipun mereka tinggal di Huntara.Dan saat kami datang mereka berdua sedang berada di luar rumah dengan menggunakan jas hujan yang dibagikan oleh PPA sehari sebelumnya.

Saat saya menanyakan kondisi kesehatan keluarga ini, Pak Andreas menjawab bahwa mereka sehat. Hanya saja pada saat awal mereka pindah, mereka kelelahan karena harus memindahkan dan mengamankan barang-barang milik mereka dan gereja sehingga bila suatu saat terjadi banir lahar di Sirahan (desa asal mereka), barang-barang tersebut tidak hanyut. Hal ini mengingat kejadian awal tahun ini di mana banyak barang warga yang hanyut oleh banjir lahar.

Yang menarik bagi saya adalah saat Pak Andreas menceritakan bahwa Ibadah Minggu di GSJA Sirahan (tempat beliau menggembalakan jemaat) tetap berlangsung di Sirahan setiap minggunya. Dan untuk pelaksanaannya,beliau yang menyiapkan dan membereskan kursi untuk ibadah. Karena kursi-kursi tersebut diamankan di salah satu bagian dak gereja.

Selain rutin mengadakan ibadah, Pak Andreas juga mengajak beberapa jemaatnya untuk mengontrak tanah untuk bercocok tanam. Saat ini tanah kontrakan seluas 740 m² itu ditanami padi dengan pola semi organic. Hal itu untuk menghemat biaya kebutuhan sehari-hari karenaharga beras semakin mahal.Dengan menanam sendiri otomatis akan lebih menghemat bahkan menghasilkan pendapatan.

Saat ini beliau juga sedang mengupayakan supaya bisa mengontrak tanah yang lebih luas (3000 m²) sehingga lebih banyak jemaat yang terlibat dan merasakan manfaatnya.

Di tengah-tengah percakapan kami, hujan turun cukup deras sehingga suara kami tertutup oleh suara air hujan yang turun di atas seng atap rumah. Dan air itu ternyata tidak hanya menetesi atap rumah, tapi juga menetesi kepala saya karena ada beberapa bagian atap yang bocor. Ternyata tidak hanya di ruang tengah saja, namun di beberapa titik di kamar tidur juga mengalami kebocoran. Saat aku menanyakantentangkemungkinan cara untuk mengurangi bocor, beliau menjawab, “ Tidak apa-apa seperti ini.” Setelah mencobaberdiskusi , aku akhirnya tahu bahwa ternyata Pak Andreas juga baru saja mengeluarkan biaya untukmenambah gedhek di teras belakang rumah.

Mereka sama sekali tidak mengeluhkan kondisi ini. Aku melihat ketulusan yang tergambar dalam keluarga ini. Namun di sisi lain, aku membayangkan dan berpikir bahwa kondisi ini tentunya tidak nyaman bagi anak untuk belajar. Dan saat melihat ruang tidur mereka, aku berpikir akan lebih sehat bila kasur tempat mereka tidur juga dialasi triplek di musim dingin dan hujan seperti ini.

Aku percaya ada berkat –berkat yang akan Tuhan berikan buat keluarga ini sehingga dapat memberkati lebih banyak orang. Dan Tuhan punya berbagai macam cara untuk memberkati hambaNya yang tulus, rajin dan setia.


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun